SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, BOYOLALI – Masjid Cipto Mulyo Pengging yang ada di Dusun Ngaliyan, Desa Bendan, Kecamatan Banyudono, Boyolali, merupakan salah satu masjid tertua di kabupaten setempat yang menyimpan sederet keunikan. Masjid itu didirikan oleh Paku Buwono [PB] X, Raja Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Masjid Cipto Mulyo ini didirikan pada Selasa Pon, tanggal 14 Jumadil Akir 1838 Je, jadi sekitar tahun 1905. Umurnya sudah 117 tahun. Masjid ini didirikan oleh Paku Buwono [PB] X, Ratu Solo,” ungkap imam Masjid Cipto Mulyo Pengging, Achmadi, saat berbincang dengan Solopos.com di masjid setempat, Senin (11/4/2022) siang.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Achmadi mengatakan Paku Buwono X mendirikan Masjid Cipto Mulyo Pengging karena dulu di sekitar masjid terdapat pesanggrahan atau tempat peristirahatan PB X dan keluarga. Pesanggrahan dijadikan tempat istirahat dan jika ingin salat maka PB X akan beribadah di Masjid Cipto Mulyo.

Baca juga: Masjid Cipto Mulyo Pengging, Masjid Tertua di Boyolali Peninggalan PB X

Berikut sejumlah keunikan Masjid Cipto Mulyo Pengging:

1. Beduk dan Kentungan

Siang itu, seorang laki-laki menabuh beduk yang terletak di serambi Masjid Cipto Mulyo Pengging Boyolali sebagai tanda masuk waktu salat Zuhur. “Deng… Deng… Deng….,” begitu bunyi beduk tersebut. Suara beduk langsung disambut azan zuhur berkumandang.

“Di sini itu ada yang berbeda, jadi waktu salat Subuh dan Magrib membunyikan kentungan, bunyikan kan tong… tong… tong…, artinya masih kothong [kosong] jadi silakan merapat. Untuk beduk dibunyikan selain dua waktu itu, bunyinya deng deng deng, artinya masih sedheng [cukup],” kata Achmadi.

Saat ditanya mengenai adakah filosofi khusus membunyikan kentungan dan beduk di waktu yang berbeda, dia mengatakan tidak ada alasan khusus. Hanya saja, di waktu Subuh dan Magrib biasanya jemaah masih kosong, jadi dibunyikan kentungan.

2. Penamaan dengan Bahasa Jawa

Lebih lanjut, Achmadi mengatakan masjid ini berbeda dengan masjid pada umumnya yang dinamakan menggunakan bahasa Arab. Penamaan Cipto Mulyo menggunakan bahasa Jawa.

“Jadi Cipto itu artinya diciptakan, Mulyo itu artinya agar mulia. Jadi masjid ini dipakai untuk ibadah supaya yang ibadah mendapatkan kemuliaan dunia dan kemuliaan akhirat,” kata dia.

Baca juga: Pakai Rumput dari Boyolali, Jakarta International Stadium Panen Pujian

3. Bentuk Tak Berubah

Achmadi menjelaskan tidak ada perubahan bentuk bangunan Masjid Cipto Mulyo Pengging ini. Namun, ada renovasi yang dilakukan oleh masyarakat dan campur tangan pemerintah. Untuk beberapa hal yang bertahan sampai sekarang adalah beduk, kentungan, tiang, jendela, dan mimbar.

“Dulu atapnya sirap kayu, sama simbah-simbah diganti genting soka yang bagus. Kemudian jubin [lantai] awalnya biasa kemudian diganti keramik oleh simbah-simbah. Kemudian oleh pemerintah genting diganti sirap asbes seperti sekarang dan lantai diganti marmer. Kemudian masyarakat inisiatif tembok juga dari marmer,” katanya.

4. Arah Kiblat

Keunikan lain dari masjid tertua di Boyolali ini juga terletak pada arah kiblatnya. Jika masjid lain kiblatnya serong ke kanan, kiblat di Masjid Cipto Mulyo serong ke kiri. Achmadi mengatakan hal itu membingungkan banyak orang. Sking banyaknya masyarakat yang bingung, takmir masjid kemudian memberikan garis pembantu.

Baca juga: Ada Fasilitas Mudik Gratis ke Boyolali Lur… Buruan Daftar!

Bahkan, lanjut Achmadi, Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Tengah memberikan prasasti mata angin untuk membantu jemaah salat. “Hadapnya bangunan masjid ini meluruskan jalan di depan. Jalannya lurus ke tenggara. Nanti apabila masjidnya disesuaikan dengan arah kiblat pada umumnya, masyarakat tambah bingung, masjid kok marep ngalor [menghadap ke utara],” kata dia.

5. Tempat Aktivitas Warga

Achmadi mengatakan masjid masih digunakan oleh masyarakat untuk beraktivitas seperti pengajian tiap malam Senin, malam Rabu khusus perempuan dewasa, malam Rabu Wage dan Jumat Waget untuk semuanya, serta terdapat pengajian akbar tiap Muharam sebelum pandemi.

Saat Ramadan ini, Achmadi mengungkapkan terdapat aktivitas buka bersama di Masjid Cipto Mulyo. Ibu-ibu sekitar juga berkumpul untuk masak bersama menyiapkan takjil bagi anak-anak yang mengikuti TPA tiap Senin, Rabu, dan Jumat.

Di dapur masjid, terdapat beberapa ibu-ibu yang sibuk menyiapkan bahan makanan. Salah satunya Tuti Sugiyarti, perempuan 62 tahun yang merupakan pensiunan guru tersebut membantu menyiapkan takjil makanan berat setiap Senin, Rabu dan Jumat.

“Tujuan kami memasak takjil adalah untuk memakmurkan masjid dan mengurus anak TPA yang mengaji,” ungkap Tuti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya