SOLOPOS.COM - Sebatang tanaman tembakau tumbuh di lahan seluas 1.000 meter persegi milik warga di Solodiran, Manisrenggo, Kamis (4/7/2013). Kini, petani kesulitan mendapatkan bibit tembakau setelah anomali cuaca menerpa wilayah itu. (Shoqib Angriawan/JIBI/Solopos)


Sebatang tanaman tembakau tumbuh di lahan seluas 1.000 meter persegi milik warga di Solodiran, Kecamatan Manisrenggo, Klaten. Petani kesulitan mendapatkan bibit tembakau setelah anomali cuaca menerpa wilayah itu. Foto diambil, Kamis (4/7/2013). (Shoqib Angriawan/JIBI/Solopos)

Solopos.com, KLATEN — Setelah diterpa anomali cuaca, petani di kawasan Manisrenggo, Klaten mulai kesulitan mendapatkan bibit tembakau. Bahkan, sejumlah petani sampai mencari bibit di daerah Muntilan, Magelang.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Berdasarkan pantauan Solopos.com, Kamis (4/7/2013), banyak lahan milik petani di Manisrenggo yang dibiarkan kosong. Ada pula lahan yang hanya ditanami tembakau sebagian dan sisanya dibiarkan kosong. Pasalnya, tanaman tambakau telah membusuk dan petani kesulitan mendapatkan bibit untuk melakukan tambal sulam.

Salah satu petani asal Solodiran, Manisrenggo, Sugeng, 29, mengatakan kelangkaan bibit tembakau itu mulai dirasakan petani sejak tiga pekan lalu. Saking sulitnya, dia harus mencari bibit tanaman tembakau di daerah Cawas.

Kelangkaan itu membuat bibit tanaman tembakau mengalami kenaikan harga menjadi Rp70-Rp100/ bibit. Dalam keadaan normal, biasanya harga bibit tanaman tembakau hanya sekitar Rp30/ bibit. Dia mengaku terpaksa membeli bibit dengan harga Rp70-Rp100/ bibit lantaran sudah sulit untuk mencarinya.

“Mau tidak mau harus saya beli karena di Manisrenggo tidak ada lagi penjual bibit tembakau yang ready. Bahkan ada teman saya yang membeli bibit hingga ke Muntilan, Magelang,” jelasnya saat ditemui Solopos.com di kawasan Manisrenggo, Kamis.

Pesan Minimal Sepekan

Sugeng mengatakan tambal sulam tembakau yang mati harus dilakukan supaya dirinya tidak merugi. Hingga kemarin, pihaknya sudah melakukan tambal sulam lebih dari 350 bibit tembakau di lahan seluas 1.700 meter persegi. Di lahan seluas itu pula dia menanam sekitar 3.500 bibit tembakau.  “Karena cuaca yang masih sering hujan, saya harus melakukan tambal sulam hingga tiga kali,” tandasnya.

Hal serupa diungkapkan petani tembakau lainnya, Siswanto, 50. “Ini kesulitan bibit, banyak yang mau menanam tembakau tapi tidak bisa karena tidak ada bibit,” jelasnya saat ditemui di ladang miliknya di daerah Solodiran, Manisrenggo.

Siswanto memperkirakan kelangkaan bibit itu diakubatkan anomali cuaca yang tidak menentu. Oleh sebab itu, bibit yang sedang ditanam selalu gagal karena tanahnya banyak mengandung air. Kelangkaan itu, sambungnya, membuat petani tembakau terpaksa membeli bibit meski dengan harga cukup tinggi.

“Bahkan, kalau memang ada stoknya juga terbatas karena harus memesan minimal sepekan lebih awal,” ujar petani yang memiliki 10.000 meter persegi lahan tembakau itu.

Ia menambahkan dengan harga yang mencapai Rp100/ bibit mengakibatkan petani yang kurang memiliki modal menjadi enggan membeli bibit. Akibatnya, lahan petani dibiarkan kosong.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya