Soloraya
Kamis, 3 Maret 2016 - 11:15 WIB

BIROKRASI PEMERINTAHAN : Aparat Desa Jangan Takut Hadapi “Anggota LSM”

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi perangkat desa (JIBI/Harianjaogja.com/Dok.)

Pemerintahan desa di Klaten diminta tak takut menghadapi anggota LSM yang tak memiliki izin atau abal-abal.

Solopos.com, KLATEN –Aparat pemerintah desa (pemdes) di Klaten diminta tak perlu takut menghadapi gertakan sejumlah orang yang mengaku sebagai anggota lembaga swadaya masyarakat (LSM). Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten siap memberikan dukungan penuh kepada pemdes guna melawan orang-orang yang dinilai tak jelas latar belakangnya tersebut.

Advertisement

Hal itu diungkapkan Kepala Kantor Kesatuan Bangsa dan politik (Kesbangpol) Klaten, Hadi Saputra, saat ditemui solopos.com, di ruang kerjanya, Rabu (2/3/2016). Setiap LSM di Kota Bersinar dilarang menginvestigasi pembangunan fisik di setiap desa atau satuan kerja perangkat daerah (SKPD).

Anggota LSM juga tidak diperkenankan menggertak seorang kepala desa (kades) atau pengelola anggaran ketika melihat penyimpangan anggaran.

Advertisement

Anggota LSM juga tidak diperkenankan menggertak seorang kepala desa (kades) atau pengelola anggaran ketika melihat penyimpangan anggaran.

“Saya akui, keberadaan anggaran desa yang besar saat ini menjadi sasaran bagi orang-orang yang mengaku sebagai LSM untuk memperoleh duit. Dalam satu pekan terakhir, saya juga memperoleh aduan dari lima kades yang mengakui didatangi beberapa orang yang mengaku anggota LSM. Modus yang biasa digunakan, mereka menggertak kades karena ada penyimpangan anggaran. Ujung-ujungnya mereka meminta duit. Ini tak hanya di desa, tapi juga sering terjadi di SKPD di Klaten. Agar tak berkepanjangan, modus seperti ini harus dilawan,” kata Hadi Saputra.

Sebagai langkah tegas, lanjut Hadi Saputra, Kesbangpol Klaten sudah memberikan pembinaan kepada sejumlah anggota LSM pertengahan Februari lalu. Pada kesempatan itu, Hadi menjelaskan tentang keberadaan LSM yang mestinya membantu masyarakat. Kinerja LSM jauh berbeda dengan tim pengawal dan pengamanan pemerintahan dan pembangunan daerah (TP4D).

Advertisement

Hadi Saputra mengatakan jumlah LSM di Klaten mencapai 103 LSM. Dari jumlah tersebut, 63 LSM sudah mengantongi surat keterangan terdaftar (SKT). Sebanyak lima LSM terdaftar di kementerian hukum dan HAM (Kemenkum dan HAM). Sedangkan 35 LSM, SKT-nya sudah kedaluwarsa.

“Saat ini kami sedang mencetak 600 eksemplar daftar LSM itu. Pertengahan Maret ini akan kami sebar ke 401 desa/kelurahan dan sejumlah SKPD. Tujuannya, agar mereka mengetahui mana-mana LSM yang asli dan yang abal-abal. Kendati sudah kantongi SKT, aparat desa atau SKPD berhak menolak kedatangan mereka. Apalagi, LSM yang tak kantongi SKT itu. Makanya, di sini saya tekankan bagi aparat desa atau SKPD, tak perlu takut menghadapi LSM,” katanya.

Salah satu pegiat LSM Merah Putih Klaten, Sugeng, mengakui tugas LSM bukan merecoki pembangunan yang dilakukan di desa atau SKPD. Pantauan LSM terhadap pembangunan mestinya diarahkan untuk menyukseskan pembangunan itu sendiri.

Advertisement

“Misalnya LSM melihat ada penyimpangan, bisa langsung ditegur di tempat [agar diperbaiki lagi kekurangannya]. Kalau tidak ditanggapi, silakan disomasi. Terakhir, kalau memang tak bisa diajak berkoordinasi, langsung dilaporkan ke aparat yang berwajib saja. Pendekatan-pendekatan seperti biasanya kami gunakan sejak 2001,” katanya.

Hal senada dijelaskan Ketua Aliansi LSM Klaten (Alaska), Sriyanto. Agar Pemdes dan SKPD di Klaten dapat nyaman merampungkan pekerjaannya, Kesbangpol Klaten perlu menyebar daftar LSM ke pengelola anggaran.

“Sudah semestinya, setiap desa [termasuk SKPD] memiliki daftar LSM. Ini untuk informasi awal bagi aparat desa. Kalau tidak seperti itu, saya juga memprediksi orang-orang yang mengaku sebagai anggota LSM akan lebih brutal lagi,” katanya.

Advertisement

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif