SOLOPOS.COM - Komisioner Komisi Informasi (KI) Jawa Tengah, Sutarto, memberikan materi kepada sekretaris desa (sekdes) di Karanganyar pada Selasa (14/3/2023). (Solopos.com/Indah Septiyaning Wardani)

Solopos.com, KARANGANYAR — Keterbukaan informasi publik di desa-desa dinilai masih rendah. Pejabat publik yang tidak memberikan informasi alias pelit data dapat dituntut pidana.

Komisi Informasi (KI) Jawa Tengah menerima laporan 194 sengketa informasi sepanjang 2022. Sebanyak 64% di antaranya didominasi sengketa di desa-desa. Hal itu disampaikan Komisioner Komisi Informasi (KI) Jawa Tengah, Sutarto, saat dijumpai Solopos.com di sela Bimbingan Teknis Pengelolaan Informasi Desa dan Kelurahan di Aula AW Resto, Karanganyar, pada Selasa (14/3/2023). Kegiatan ini digelar Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Karanganyar.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Pihaknya mendorong pemerintah daerah memperluas keterbukaan informasi publik di desa-desa. “Badan publik merupakan seluruh lembaga yang memperoleh dana bersumber APBN, APBD dan bantuan luar negeri harus memberikan keterbukaan informasi ke publik,” kata Sutarto.

Dia mengapresiasi keterbukaan informasi publik di Karanganyar yang menyandang predikat informatif. Melalui kegiatan ini, dia berharap keterbukaan informasi publik bisa merambah ke desa dan kelurahan. Keterbukaan informasi publik diatur dalam UU No 14 Tahun 2008. Dalam aturan itu, badan publik termasuk pejabat harus memberikan informasi ke publik.

Namun tidak semua informasi dapat diberikan. Sutarto menuturkan ada informasi yang tidak bisa diakses masyarakat. Terutama yang berkaitan dengan keamanan negara, kekayaan alam, ekonomi dan persaingan usaha.

“Di luar itu masyarakat boleh mengakses informasi apa pun. Sanksi pidana apabila ada pejabat atau OPD dan badan publik lain tidak memberikan informasi,” katanya.

Sutarto menjelaskan, berdasarkan tentang Keterbukaan Informasi Publik, masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi apapun dari pejabat pemerintah. Terutama dalam hal pengelolaan anggaran yang berasal dari APBN dan APBD dan bantuan luar negeri. Permohonan informasi dilakukan melalui permintaan secara tertulis.

Sutarto mencontohkan, masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi mengenai pelaksanan pembangunan yang dilakukan. Mulai dari besarnya anggaran, lokasi pembangunan, serta pemenang lelang. “Pemohon informasi harus mengajukan secara tertulis kepada badan publik. Dalam satu minggu, pejabat terkait, harus sudah memberikan informasi kepada pemohon,” katanya.

Namun jika dalam tujuh hari kerja pemohon tidak memberikan informasi, maka termohon dalam hal ini pejabat terkait, dapat dipidana. Namun jika termohon langsung memberikan informasi, maka bebas dari tuntutan pidana.

Pada bagian lain Sutarto mengungkapkan sengketa desa didominasi dari laporan pertanggungjawaban (LPj) lurah atau kepala desa. Kemudian sengketa informasi lain yang dilaporkan di antaranya kasus tanah pribadi masyarakat hingga warisan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya