Soloraya
Senin, 21 Juni 2021 - 10:58 WIB

Bisa Raih Rp500 Juta/Tahun Jadi Alasan Belantik Sapi Wonogiri Ini Lebih Pilih Jadi Petani Porang

Kaled Hasby Ashshidiqy  /  Aris Munandar  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi budi daya porang (Kementan)

Solopos.com,WONOGIRI -- Aktivitas Ali Fatah, 53, saat ini jauh berbeda dengan dua tahun yang lalu. Belantik sapi itu kini lebih banyak menghabiskan waktunya di ladang sambil mengawasi tanaman porang. Bukan lagi bergelut dengan sapi yang jadi sumber penghasilannya selama 10 tahun

Warga Dusun Tugu, Desa Pengkol, Kecamatan Jatiroto, Wonogiri itu kini telah beralih pekerjaan menjadi petani porang. Tingginya keuntungan menjadi alasan utama ia meninggalkan pekerjaan sebagai belanti sapi dan menjadi petani porang.

Advertisement

"Hitungan saya keuntungan yang didapatkan dari budidaya porang lebih tinggi sekitar 50%. Dengan asumsi modal yang sama, dalam satu tahun saya dapat hasil kotor dari blantik sapi Rp300 juta. Sementara dari budidaya porang bisa Rp500 juta," kata Fatah saat berbincang melalui sambungan telepon dengan Solopos.com, Minggu (20/6/2021).

Ia kini tengah sibuk membudidayakan porang bersama empat pekerjanya. Bahkan belum lama ini ia mengirim hasil panen porang ke pabrik yang ada di Jawa Timur.

Advertisement

Ia kini tengah sibuk membudidayakan porang bersama empat pekerjanya. Bahkan belum lama ini ia mengirim hasil panen porang ke pabrik yang ada di Jawa Timur.

"Saya menjadi blantik sapi sudah sepuluh tahun. Sejak dua hingga tiga bulan lalu saya berhenti total sebagai pedagang sapi. Sekarang fokus menanam porang. Kalau dua-duanya dijalankan tidak mampu" kata dia.

Baca Juga: Belantik Sapi di Wonogiri Banting Setir Jadi Petani Porang, Omzetnya Capai Rp300 Juta

Advertisement

"Pada 2020 itu saya gagal total. Cuma asal tanam kemudian saya tinggal. Saya kan juga belum pengalaman, kata orang cukup ditanam nanti bisa hidup. Ternyata malah tidak maksimal. Saat itu saya masih dagang sapi juga," ungkap dia.

Saat menanam porang kali pertama, ia mencoba menanam porang dua bibit di dekat rumah. Setelah dipanen, masing-masing menghasilkan umbi seberat 4,2 kilogram dan 3,7 kilogram. Melihat hasil itu, timbul semangat dari Fatah untuk kembali membudidayakan porang.

Sekitar Oktober dan November 2020, Fatah kembali menaman porang dengan jumlah banyak. Ia menghabiskan 350 kilogram bibit katak dan lima ton bibit umbi besar. Sebagian lahan yang digunakan pada awal menanam tidak digunakan lagi. Justru ia punya lahan baru yang dinilai lebih cocok untuk ditanami porang. Kini lahan itu tersebar di 15 tempat.

Advertisement

Baca Juga: Beredar Foto IGD Untuk Pasien Covid-19 RSUD Wonogiri Penuh, Cek Faktanya!

Sejak Mei 2021 Fatah mulai panen porang. Ia sudah dua kali mengirim umbi produksi hasil panen porang ke pabrik di Jawa Timur. Pengiriman pertama sebanyak 4,160 ton dan pengiriman kedua 5,4 ton. Porang hanya dibudidayakan selama satu musim atau delapan bulan karena bibitnya berasal dari umbi.

Untuk Besar

Menurut Fatah, dari bibit umbi yang belum dipanen masih berpotensi menghasilkan umbi produksi sebanyak 12 ton. Panen umbi produksi dari jenis bibit umbi akan terus dilakukan bertahap. Dimungkinkan akan berlangsung hingga Agustus 2021.

Advertisement

"Jadi yang saya panen yang dari bibit umbi. Kalau dari bibit katak belum saya panen umbi produksinya. Yang dipanen baru umbi katak yang ada di daun. Umbi katak di daun saya panen dapat sekitar satu ton," ujar dia.

Dari hasil panen yang belum selesai Fatah lakukan, ia bisa memprediksi keuntungan yang diperoleh cukup besar. Ia tidak menghitung modal yang dikeluarkan secara detail. Namun ia memperkirakan hasil yang diperoleh lebih tinggi dari modal yang dikeluarkan.

Baca Juga: Waduh, Giliran Pegawai Setda Pemkab Wonogiri Terpapar Covid-19

Saat penanaman kedua, Fatah mengaku menghabiskan modal hampir Rp300 juta.

Dari bibit umbi yang ditanam Fatah menghasilkan umbi produksi sebanyak 20 ton. Saat ini, satu kilogram umbi produksi harganya Rp7.500. Sehingga total sudah mendapatkan Rp150.000 juta. Fatah juga telah memanen umbi katak di daun sebanyak satu ton. Satu kilogram bibit katak Rp200.000. Sehingga jika dijual sudah dapat Rp200 juta.

"Dari situ sudah untung. Padahal umbi produksi yang dari bibit katak belum saya jual, masih ada di lahan. Selain itu harga umbi porang akan berangsur naik hingga Agustus 2021. Karena musimnya bagus, jadi harganya bagus juga," kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif