Solopos.com, SOLO — Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo, mulai enggan cawe-cawe terhadap polemik pengelolaan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Griya Layak Huni (GLH). Hal itu menyusul inisiatif DPRD yang ingin membuka lagi kasus GLH lewat pembentukan panitia khusus (pansus). Wali Kota mempersilakan dewan mencermati proses pengelolaan GLH sesuai aturan yang berlaku.
“Mangga saja kalau mau dibentuk pansus. Saya tidak akan ikut campur lebih jauh,” ujarnya saat ditemui wartawan di Balai Kota, Senin (8/7/2013).
Sebelumnya, kalangan legislatif berencana menelisik pengelolaan BLUD yang sudah berjalan. DPRD juga mempertanyakan konsep pengelolaan ke depan pascahibah dana UN Habitat pada 2014. Selama ini, BLUD mengelola duit Rp9 miliar yang digunakan sebagai penguatan kredit.
Uang itu salah satunya digunakan untuk membeli tanah di Debegan Mojosongo yang belakangan menuai kecurigaan. Menanggapi pembelian tanah sebesar Rp1,2 miliar tersebut, Rudy kembali menegaskan enggan campur tangan. Menurutnya, hal itu merupakan bagian mekanisme kerja BLUD dengan GLH.
“Pemkot tidak ikut campur.” Disinggung mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Solo, Anung Indro Susanto, yang mangkir dalam pemanggilan terakhir DPRD soal GLH, Rudy siap mengkomunikasikannya. Anung adalah pejabat yang dulu mengurusi GLH bersama BLUD.
“Mestinya harus segera diproses biar jelas.”
Sementara itu, Anung mengakui absen dalam pemanggilan terakhir soal BLUD GLH. Ketidakhadirannya mengakibatkan pembahasan GLH ditunda sampai waktu yang belum ditentukan. Anung mengklaim telah menjelaskan konsep pengelolaan BLUD sesuai yang diminta DPRD di pertemuan sebelumnya.
“Saya kurang tahu apalagi yang perlu dipertajam,” ujarnya.
Ihwal pembelian tanah di Mojosongo yang disorot dewan, Anung menilai upaya itu sudah sesuai mekanisme. Menurutnya, pembelian tersebut sepengetahuan UN Habitat selaku pemberi dana. Pihaknya siap mengklarifikasi hal itu jika kembali dipanggil DPRD.