SOLOPOS.COM - Mobil melewati jembatan evakuasi darurat di Dukuh Takeran, Tlogolele, Selo, Boyolali, pada Rabu (15/3/2023). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Boyolali menilai jembatan gantung evakuasi darurat di lereng Merapi, Desa Tlogolele, Selo, rawan dan berbahaya.

Warga setempat sebelumnya sudah mendesak Pemkab agar membangun jembatan evakuasi permanen yang menghubungkan Dusun Stabelan dan Dusun Takeran, Desa Tlogolele, dengan daerah di bawahnya itu.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Pembangunan jembatan evakuasi permanen itu dinila urgen karena kondisi saat ini jembatan gantung sangat sempit dan rawan macet ketika warga harus evakuasi saat terjadi erupsi Merapi.

Kepala BPBD Boyolali, Widodo Munir, mengungkapkan jembatan evakuasi darurat di Tlogolele secara fisik sangat rawan. “Kami mendengar informasi, saat Semeru erupsi, ada jembatan yang seperti itu, menikung. Ketika jembatan roboh, masyarakat enggak bisa lari ke mana-mana,” ujarnya saat berbincang dengan Solopos.com, Kamis (16/3/2023).

“Dalam tanda petik itu sangat berbahaya, mungkin posisinya hampir sama dengan Takeran yang di situ menikung seperti huruf S,” imbuhnya. Lebih lanjut, ia mengungkapkan ketika terjadi papasan antarkendaraan masuk dan keluar di jembatan evakuasi darurat di Tlogolele, hal itu dapat menyebabkan crowded di jembatan.

Widodo mengatakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Boyolali melalui BPBD telah mengusulkan ke pemerintah pusat untuk dibuatkan jembatan evakuasi permanen dengan memindahkan posisi jembatan. Jembatan mesti digeser ke barat agar bisa lurus, tidak menikung.

Harus Digeser ke Barat

“Jadi digeser ke barat, sehingga nanti jembatan yang baru itu bisa lurus. Nanti letaknya di atas tanah kas desa. Tentu harapan kami jembatan baru yang bisa dibuat berpapasan dua roda empat, kalau sekarang kan enggak bisa,” ujarnya.

Ia mengatakan anggaran yang diajukan untuk pembangunan jembatan evakuasi itu senilai Rp22 miliar. Widodo mengakui anggaran tersebut cukup besar sehingga di luar kemampuan pemerintah daerah.

Lebar jembatan yang diusulkan enam meter dengan panjang kurang lebih 40 meter. Widodo menceritakan survei sudah dilakukan oleh instansi terkait dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) .

Namun, hingga saat ini belum ada respons lebih lanjut. “Kami pemerintah daerah dan masyarakat sangat berharap jembatan tersebut dapat diwujudkan. Kami itu pertimbangannya satu nyawa tidak bisa dihargai dengan apa pun. Namun PU punya anggaran atau tidak, bukan kewenangan kami,” jelasnya.

Kepala Dusun (Kadus) Stabelan, Maryanto, mengungkapkan jembatan gantung evakuasi darurat di Tlogolele, Selo, Boyolali, itu dibangun sekitar 2011 atau setelah erupsi besar Merapi tahun 2010. Ia mengungkapkan seharusnya umur jembatan tersebut hanya 5-6 tahun.

“Ini sudah berapa tahun dari 2011? Sudah lebih dari lima tahun, kan. Jadi memang jembatan evakuasi yang permanen urgen dibangun,” ujarnya saat berbincang dengan Solopos.com di kediamannya, Stabelan, Rabu (15/3/2023).

Jadi Beban Pikiran Warga

Ia mengungkapkan jika terjadi erupsi dan masyarakat panik, maka bisa terjadi crowded atau kepadatan di jembatan tersebut. Lebih buruk lagi, jika kendaraan justru terjebak di jembatan tersebut.

“Kan sangat bahaya, semisal ada erupsi dan ada kendaraan yang mau naik ke Stabelan dan ada yang turun, terjebak di situ itu sangat bahaya. Makanya jembatan permanen itu urgen dibangun,” jelasnya.

Senada, Kepala Desa Tlogolele, Sungadi, mengungkapkan jika satu-satunya akses jembatan gantung darurat tersebut, maka dua dukuh yaitu Stabelan dan Takeran bisa terisolasi.

Ngadi mengungkapkan ada hampir 1.000 jiwa yang tinggal di dua dukuh tersebut. Mereka terdiri atas 164 keluarga yang tinggal di Dukuh Takeran dan 146 keluarga di Dukuh Stabelan. Dukuh Stabelan merupakan dusun terdekat dengan puncak Merapi dengan jarak sekitar tiga kilometer.

“Itu yang menjadi beban pikiran kami, seandainya Merapi erupsi seperti tahun 2010 yang menjadi kendala evakuasi warga, harta benda, termasuk ternak ya di jembatan itu. Itu kan turunannya curam dan posisi kurang memadai, mobil besar juga tidak bisa masuk,” ujarnya.

Ngadi mengatakan lebar jembatan gantung darurat tersebut hanya dua meter dengan panjang hampir 40 meter. Kondisinya pun setelah 12 tahun dibangun juga sudah rusak dan tidak layak. Sehingga, ia menegaskan jembatan evakuasi permanen di Tlogolele tersebut urgen dibangun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya