Soloraya
Jumat, 4 Mei 2018 - 05:00 WIB

BPBD Sragen dan SAR Susur Sungai Bengawan Solo

Redaksi Solopos.com  /  Ivan Andimuhtarom  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

<p><strong>Solopos.com, SRAGEN</strong>–Seratusan anggota tim search and rescue (SAR) dari 16 organisasi berkumpul di halaman Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sragen, Minggu (29/4/2018) pagi. Tujuh unit perahu karet disiapkan di bagian atas mobil operasional.</p><p>Mereka kemudian membagi personel untuk kegiatan susur&nbsp;<a title="Sampah Bengawan Solo Sragen Bertambah 100%" href="http://soloraya.solopos.com/read/20180429/491/913373/sampah-bengawan-solo-sragen-bertambah-100">Sungai Bengawan Solo&nbsp;</a>mulai perbatasan Sragen-Karanganyar hingga perbatasan Sragen-Ngawi, Jawa Timur. Tim dibagi menjadi tiga sesuai dengan jumlah etape penyusuran sungai.</p><p>Etape I dilakukan mulai perbatasan Sragen-Karanganyar hingga Gawan, Tanon. Etape II mulai dari Gawan, Tanon, sampai Ngrejeng, Tangen. Etape III dari Ngrejeng hingga perbatasan Sragen-Ngawi. Setelah semua siap, masing-masing tim bergerak sesuai lokasi etape.</p><p>Kepala Pelaksana BPBD&nbsp;<a title="Pamsimas Sragen Mangkrak" href="http://soloraya.solopos.com/read/20180429/491/912995/pamsimas-sragen-mangkrak">Sragen&nbsp;</a>Dwi Sigit Kartanto bergabung dengan tim I. Ada tiga perahu di tim yang terdiri atas 24 orang tersebut. Mereka begerak dari Dukuh Ngelo di Kecamatan Kebakkramat, Karanganyar. Bergotong royong mereka mengangkat perahu dari mobil menuju bibir sungai yang berjarak 50 meter.</p><p>Tak sedikit yang terpeleset saat mengangkat perahu dengan berat ratusan kuintal itu karena medan yang licin. Setiap perahu diisi 7-8 orang yang merupakan perwakilan dari organisasi SAR.</p><p>Perahu karet milik BPBD Sragen berada paling terakhir di barisan tiga perahu tersebut. Perahu bewarna merah itu diisi tujuh orang. Ipung dan Sukarno bergantian sebagai navigator. Nunu dari SAR Himalawu Sragen menjadi pengemudi perahu di bagian belakang.</p><p>Selain sebagai navigator, Sukarno juga mendapat tugas mendokumentasikan lokasi rawan bencana dan mencatat lokasi serta jumlah potensi rawan longsor dan banjir.</p><p>Sukarno mendokumentasikan tempat-tempat rawan banjir dengan ponsel selulernya dan mencatat pada buku saku yang sudah disiapkan. Telunjuk kanan dan kiri dia acungkan bergantian. Kadangkala ia juga mengepalkan tangan kiri ke atas. Yang dilakukan Sukarno itu adalah bentuk petunjuk untuk belok kanan, belok kiri, dan mematikan motor kepada pengemudi.</p><p>&ldquo;Sisi kiri dayung yang kuat. Sisi kanan harus mengimbangi. Masuk… dorong… masuk… dorong,&rdquo; seru Nunu setelah mematikan motor karena melewati aliran sungai dangkal. Saat berada di lokasi kedung, Nunu justru melambatkan motor dan mengikuti arus.</p><p>&ldquo;Kalau dipacu dengan kecepatan tinggi justru malah memutar-mutar dan tidak bisa keluar dari lokasi itu. Jadi terlalu berisiko,&rdquo; ujarnya memberitahu <em>Solopos.com</em> yang berada di perahu karet dengan Nunu.</p><p>&ldquo;Pak, sini desa mana?&rdquo; teriak Ipung kepada seseorang di pinggir sungai yang sedang mencari pasir. Teriakan itu tak didengar. Ipung berulang-ulang berteriak.</p><p>&ldquo;Ngepung, Patihan,&rdquo; jawab seorang laki-laki dari bibir sungai sebelah barat. &ldquo;Iya, Pak. <em>Matur nuwun</em>,&rdquo; timpal Ipung seraya berpesan supaya berhati-hati dalam mencari pasir. Tim tiga perahu itu menempuh perjalanan 34,5 km dalam waktu 1 jam 39 menit.</p>

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Kata Kunci :
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif