Soloraya
Kamis, 26 Januari 2023 - 04:30 WIB

Budaya Tunggon dan Banyaknya Pernikahan Dini di Karangtengah Wonogiri

Muhammad Diky Praditia  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi anak yang melakukan pernikahan dini. (UNICEF Indonesia/Rizka Fatimah Ramli)

Solopos.com, WONOGIRI — Kecamatan Karangtengah menyumbang angka pernikahan anak usia dini di Wonogiri. Dari 77 pernikahan dini Kota Gaplek pada Juli-Desember 2022 lalu, 12 di antaranya dari warga Karangtengah.

Kecamatan Pracimantoro dan Kecamatan Kismantoro menyusul Karangtengah dengan masing-masing tujuh pernikahan dini pada periode yang sama. Sisanya tersebar di 20 kecamatan lainnya dengan jumlah bervariasi di tiap kecamatan.

Advertisement

Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, tak memungkiri banyaknya anak yang menikah pada usia dini di Karangtengah. Hal itu salah satunya dipicu adat dan kebiasaan warga setempat. 

Jekek, sapaan akrabnya, menyebut di Karangtengah ada yang adat dan budaya tunggon. Dari informasi yang dihimpun Solopos.com dari berbagai sumber, budaya tunggon sudah ada sejak lama.

Advertisement

Jekek, sapaan akrabnya, menyebut di Karangtengah ada yang adat dan budaya tunggon. Dari informasi yang dihimpun Solopos.com dari berbagai sumber, budaya tunggon sudah ada sejak lama.

Dalam budaya ini, biasanya seorang laki-laki akan menunggu untuk menikahi gadis yang diinginkannya sejak gadis itu masih anak-anak. Laki-laki yang menunggu akan tinggal di rumah orang tua si gadis.

Selama menunggu si gadis siap menikah, biasanya si pria akan membantu-bantu pekerjaan di rumah orang tua gadis tersebut. Jekek mengatakan Pemkab Wonogiri sudah mengintervensi agar budaya tunggon itu dihapuskan sekaligus menekan angka pernikahan dini.

Advertisement

Risiko Hamil di Usia Dini

Upaya lainnya yakni menggencarkan edukasi mengenai seks dan memahamkan risiko-risiko yang akan ditanggung perempuan yang hamil di usia terlalu muda.

“Hamil di luar nikah jelas karena dampak dari modernisasi, ada kenakalan remaja seperti seks bebas. Namun tanpa diimbangi dengan edukasi seksual. Padahal rasa ingin tahu remaja itu kan sangat tinggi. Mereka mencoba-coba hal baru tanpa tahu risikonya,” jelas Jekek.

Pemkab Wonogiri akan menyosialisasikan mengenai hal tersebut di sekolah-sekolah. Di samping itu juga mengaktifkan posyandu-posyandu remaja sebagai wadah diskusi dan pendidikan reproduksi.

Advertisement

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Wonogiri, Setyarini, menambahkan banyak dampak negatif yang timbul pada anak yang mempunyai anak, baik pada orang tua yang masih anak-anak maupun anak yang dilahirkan.

Dia menjelaskan bayi yang lahir dari orang tua yang belum cukup usia rawan terjadi kecacatan. Tubuh perempuan yang belum mencapai usia 20-an tahun belum benar-benar siap untuk mengandung anak. 

Menurut Setyarini, diameter kepala bayi umumnya 25 cm. Sementara panggul perempuan yang berusia di bawah 20 tahun masih kurang dari 25 cm. Kondisi itu sangat berpotensi mencederai ibu melahirkan dan menyebabkan cacat bayi. 

Advertisement

“Potensi terjadi stunting juga tinggi apalagi kalau bayi tidak diberi gizi yang baik,” ucap Setyarini. 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif