Soloraya
Senin, 22 Agustus 2022 - 00:56 WIB

Buku Demokrasi Indonesia Pasca Orba Dibedah di UMS, Seperti Apa Isinya?

Magdalena Naviriana Putri  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Yayasan Suluh Demokrasi Indoensia menggelar bedah buku dan diskusi di Hall Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta, Sabtu (20/8/2022). (Istimewa/Tedy Wahyu Wijianto)

Solopos.com, SUKOHARJO — Yayasan Suluh Demokrasi Indonesia menggelar bedah buku Demokrasi Indonesia Pasca Orba karya Jamie S Davidson di Hall Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Sabtu (20/8/2022).

Ketua Yayasan Suluh Demokrasi Indonesia (SDI), Binsar Siregar, mengatakan buku itu baru diterjemahkan ke bahasa Indonesia dan baru kali pertama diterbitkan penerbit Indonesia. “Kami mengambil momentum itu, kami pakai bukunya untuk dibedah. Sebenarnya penulis buku mau terlibat via Zoom Meeting tetapi beliau berhalangan,” jelasnya.

Advertisement

Dia menggarisbawahi secara umum poin dalam diskusi tersebut adalah bagaimana memaknai demokrasi itu sebagai pola berkesinambungan. Sehingga demokrasi harus terus didiskusikan di diskursus publik baik di kampus, masyarakat, maupun penyelenggara negara.

“Sehingga gagasan-gagasan demokrasi tidak hanya dikooptasi oleh satu golongan atau kelompok,” ujar pria yang juga menjadi moderator dalam diskusi tersebut.

Advertisement

“Sehingga gagasan-gagasan demokrasi tidak hanya dikooptasi oleh satu golongan atau kelompok,” ujar pria yang juga menjadi moderator dalam diskusi tersebut.

Sementara itu, Pegiat SDI, Tedy Wahyu Wijianto, mengatakan pemilihan buku Demokrasi Indonesia Pasca Orba itu sejalan dan berkesinambungan dengan konsep yayasan. Yayasan SDI memiliki cita-cita mewujudkan demokrasi, di tingkat nasional maupun tingkat lokal.

Baca Juga: Rumah Subsidi Mewah di Sukoharjo: Jalan Lebar, Lengkap dengan Kolam Renang

Advertisement

Sementara itu, Komisionaer Bawaslu Sukoharjo, Rochmad Basuki, yang menjadi narasumber beda buku dan diskusi, melihat sisi lain dalam buku tersebut. Menurutnya, ada semacam pesimisme dari sang penulis terhadap demokrasi Indonesia. Hal itu berkaitan dengan apa yang terjadi sekarang ini.

“Oke lah ini sebagai bentuk kritik sehingga nanti ke depannya kami sebagai penyelenggara [pemilu] membuat demokrasi lebih berkualitas dan bermartabat. Saya senang sih ada buku-buku seperti ini berusaha menjelaskan secara terperinci dan utuh tentang wajah demokrasi selama dua dekade terakhir ini,” katanya.

Baca Juga: Teruntuk Milenial, Ini 13 Tips Membeli Rumah Subsidi Pertama di Sukoharjo

Advertisement

Kesadaran Kolektif

Meski demikian dia menegaskan apa pun yang terjadi dalam demokrasi di Indonesia, Bawaslu akan terus berusaha menerapkan aturan atau regulasi yang ada.

“Tetapi juga di sini kan lebih pada kesadaran kolektif terhadap arti dari demokrasi itu sendiri. Tentu itu juga bukan tugas yang mudah untuk menumbuhkan kesadaran kolektif dengan pemilu atau demokrasi dalam arti sesungguhnya,” ujarnya dalam acara bedah buku Demokrasi Indonesia Pasca Orba itu.

Dengan wajah demokrasi seperti itu peran partai politik (parpol) juga harus menjalankan fungsinya secara benar sesuai undang-undang kepartaian. Karena menurutnya jika melihat fungsi parpol dalam konteks insidental, parpol tidak memiliki konsep yang jelas dalam jangka pendek menengah maupun panjang.

Advertisement

Baca Juga: Aktivis Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Jateng Berdatangan ke Solo, Ada Apa?

Dia mengatakan kesadaran politik secara nasional sedikit berkurang, terbukti dengan banyaknya anak muda yang jarang berpartisipasi dalam pemilihan umum. Padahal jika dilihat generasi Z mempunyai hampir 40% suara dari daftar pemilih.

“Ini sebetulnya suara yang sangat potensial sekali. Mereka sebenarnya mampu melakukan perubahan-perubahan itu. tetapi memang karena kondisi pola pikir dan kesibukan sehingga daya kritis agak menurun,” ungkapnya.

Dia menegaskan hal itu harus diperbaiki bersama, mengingat daya kritis bukan masalah per sektoral tetapi dia mengibaratkan ada yang miss dari suatu sistem itu sendiri. Salah satunya dengan memeperkuat literasi.

Baca Juga: Teruntuk Milenial, Ini 13 Tips Membeli Rumah Subsidi Pertama di Sukoharjo

Sementara itu narasumber lain, Dosen Sosiologi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Akhmad Ramdhon, justru melihat buku tersebut sebagai sebuah optimisme meski demokrasi Indonesia sedang berada di atas pasir.

Dia juga menyadari anak muda kini khususnya mahasiswa terbilang minim literasi. Padahal informasi saat ini jauh lebih mudah didapatkan. Indonesia punya banyak PR.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif