Soloraya
Selasa, 7 September 2021 - 13:08 WIB

Bulus Jumbo di Terowongan Trucuk Klaten Usianya 100 Tahun Hlo

Ponco Suseno  /  Chelin Indra Sushmita  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kondisi bulus seberat 20 kilogram ditemukan warga di bekas embung di dekat saluran air kuno di Samber, Desa Sabrang Lor, Kecamatan Trucuk, Klaten, Senin (6/9/2021). (Solopos/Ponco Suseno)

Solopos.com, KLATEN – Bulus berukuran jumbo yang ditemukan warga di ekitar lokasi terowongan kuno yang ditemukan di Dusun Samber, Desa Sabrang Lor, Kecamatan Trucuk, Klaten, Jawa Tengah, diperkirakan berusia sekitar 100 tahun. Hal itu diperkirakan berdasarkan ukuran hewan tersebut yang cukup besar dan beratnya sekitar 20 kg.

Salah seorang warga setempat, Fajar Ari Widodo, mengatakan bulus itu panjangnya 80 cm dan lebar 36 cm. Saat kali pertama ditemukan, bulus itu sempat hendak disembelih dan disantap warga setempat. Namun, rencana itu urung dilakukan karena ternyata sudah dalam kondisi mati.

Advertisement

Berdasarkan informasi yang dihimpun Solopos.com, Pemerintah Desa (Pemdes) Sabrang Lor telah memulai revitalisasi bekas embung Sabrang Lor, Trucuk, sejak akhir Agustus lalu.

Baca juga: Ini Hlo Keistimewaan Nasi Goreng Pak Basiyo yang Tersembunyi di Nguter Sukoharjo

Rencananya, bekas embung itu akan disulap menjadi tempat pemancingan dan sentra kuliner. Pembangunan pancingan dan sentra kuliner diawali pengerukan bekas embung dengan menggunakan alat berat alias backhoe.

Advertisement

Sesuai rencana, warga setempat ingin mengawetkan bulus yang baru saja mati itu. Bulus akan digunakan sebagai pelengkap wisata pemancingan dan kuliner di Sabrang Lor, Trucuk.

“Itu sebagai penanda atau sejarah saja. Bahwa di sini pernah ada bulus itu,” katanya.

Baca juga: Ajaib! Ikan Toman di Trucuk Klaten Ditemukan Mati, Tiba-Tiba Hidup Lagi

Advertisement

Hal senada dijelaskan salah seorang pekerja proyek di bekas embung Sabrang Lor, Trucuk, Kirjo. Warga sempat menyoroti bulus yang mengambang di bekas embung itu dengan senter sebelum akhirnya mengambil dengan bantuan galah.

“Awalnya dikira bantal. Setelah dipinggirkan, ternyata bulus. Kami sempat ingin menyembelihnya untuk plentonan [dimakan bersama]. Pisau dan daun pisang sudah disiapkan. Ternyata bulus itu sudah mati. Kami pun tak jadi menyembelihnya. Di samping itu, ada yang ngagar-agari [menakut-nakuti] jangan disembelih dan dimakan. Takutnya, dagingnya beracun,” katanya.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif