SOLOPOS.COM - Bupati Klaten non aktif Sri Hartini meninggalkan Gedung KPK seusai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Rabu (18/1/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Wahyu Putro A)

Bupati Klaten ditangkap KPK, jika menjadi JC, Sri Hartini berpeluang terhindar dari hukuman seumur hidup.

Solopos.com, KLATEN — Bupati nonaktif Klaten, Sri Hartini, mengajukan diri sebagai justice collaborator (JC) kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (1/2/2017). Dia berencana membongkar lebih dari satu kasus korupsi di Klaten.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Jika disetujui menjadi JC, Sri Hartini berpeluang terhindar dari ancaman hukuman penjara seumur hidup dalam kasus dugaan jual beli jabatan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten. Sri Hartini ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Rumah Dinas Bupati Klaten, Jumat (30/12/2016).

Berdasarkan informasi yang dihimpun Solopos.com, Sri Hartini ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik KPK sebagai penerima “uang syukuran” menjelang pelantikan pejabat Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Selain Sri Hartini, KPK juga menetapkan mantan Kepala Seksi (Kasi) SMP Dinas Pendidikan (Disdik) Klaten, Suramlan, sebagai penyetor “uang syukuran”.

Akibat perbuatannya itu, Sri Hartini bakal dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU No. 31/1999 UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Mengacu pasal tersebut, ancaman hukuman terberat Sri Hartini, yakni penjara seumur hidup atau hukuman penjara paling lama 20 tahun.

“Kami menghargai sikap SHT [Sri Hartini]. Kami butuh waktu karena perlu mempertimbangkan hal itu [pengajuan sebagai JC]. Yang jelas banyak keuntungan yang diperoleh ketika JC diterima. Selain tuntutan pidana bisa lebih rendah dari ancaman penjara seumur hidup atau penjara paling lama 20 tahun, yang bersangkutan memperoleh hak lainnya,” kata Kepala Biro Humas KPK, Febri Diansyah, kepada Solopos.com, Kamis (2/2/2017).

Hak lainnya dimasksud di antaranya pemotongan masa tahanan. Febri Diansyah mengatakan setiap tersangka yang akan mengajukan JC di hadapan penyidik perlu memenuhi beberapa persyaratan.

Di antara persyaratan itu yakni mengakui kesalahannya, bersedia membuka seluas-luasnya kasus yang ingin diungkap, dan nilai kerugian kasus korupsi yang ingin dibongkar harus lebih besar dibandingkan kasus hukum yang sedang dihadapi tersangka. (Baca juga: Jadi JC, Sri Hartini Harus Akui Dulu Perbuatannya)

“Nanti kalau sudah ada hasil lebih lanjut [apakah pengajuan JC diterima atau tidak oleh KPK] kami beri tahu lebih lanjut,” katanya.

Penasihat hukum Sri Hartini, Deddy Suwadi, mengatakan pengajuan JC di hadapan penyidik KPK dilakukan secara tertulis oleh kliennya. Sri Hartini meluangkan waktu menulis beberapa kasus dugaan korupsi yang ingin dibongkar di Klaten dalam beberapa waktu terakhir.

“Pengajuannya secara tertulis dan ditulis sendiri oleh ibu Sri Hartini [berupa tulisan tangan]. Kurang lebih ada lima lembar atau halaman. Yang jelas, isinya lebih dari satu kasus dugaan korupsi. Untuk kasusnya, saya kurang begitu hafal. Saat ini, kami menunggu informasi lebih lanjut dari penyidik KPK karena mereka yang memiliki kewenangan menerima atau tidak usulan JC itu. Kami optimistis usulan itu dapat diterima karena sudah disusun secara rapi dan sistematik,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya