Soloraya
Rabu, 23 Februari 2022 - 17:05 WIB

Buruh Boyolali Berunjuk Rasa Tolak JHT Cair di Usia 56 Tahun

Nimatul Faizah  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Buruh yang tergabung dalam Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) Boyolali menyampaikan aspirasi di gedung DPRD Boyolali, Rabu (23/2/2022). (Solopos-Ni'matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Para buruh yang tergabung dalam Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) Boyolali mendatangi gedung DPRD Boyolali yang terletak di kompleks perkantoran terpadu Alun-Alun Kidul Boyolali pada Rabu (23/2/2022).

Berdasarkan pantauan Solopos.com, para buruh datang dengan membawa sepeda motor dan berbendera FKSPN sampai ke halaman kantor DPRD Boyolali pada pukul 09.30 WIB. Kedatangan mereka bermaksud untuk melakukan audiensi terkait penolakan dan permintaan pencabutan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 2 tahun 2022 yang mengatur tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT).

Advertisement

Sebelum memasuki gedung DPRD Boyolali, para buruh berbaris empat saf sambil membawa spanduk penolakan Permenaker Nomor 2 tahun 2022 tersebut. Mereka juga menyanyikan lagu Indonesia Raya. Setelah selesai menyanyikan lagu kebangsaan tersebut, perwakilan buruh masuk ke gedung DPRD Boyolali. Para perwakilan buruh diterima oleh ketua DPRD Boyolali, Marsono, dan juga beberapa anggota DPRD Boyolali.

Baca juga: Harga Merosot, Petani Selo Boyolali Jual Wortel Bayar Seikhlasnya

Advertisement

Baca juga: Harga Merosot, Petani Selo Boyolali Jual Wortel Bayar Seikhlasnya

Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) FKSPN Boyolali, Wahono, mengatakan FKSPN Boyolali datang ke DPRD Boyolali untuk menyampaikan aspirasi tentang penolakan Permenaker Nomor 2 Tahun 2022. Ia mempermasalahkan tata cara pembayaran JHT yang harus menunggu hingga usia 56 tahun.

“Sebelumnya di Permenaker Nomor 19 tahun 2016 hanya menunggu sebulan begitu bisa cair. Kami menolak dan meminta Permenaker sekarang untuk dicabut karena memang merugikan kami. Dan itu produk hukum kontroversial, kan seharusnya undang-undang itu bersifat melindungi atau untuk menjamin kepastian hukum,” kata dia.

Advertisement

Baca juga: Yuk! Intip Indahnya View Merapi dari Jembatan Cinta di Jrakah Boyolali

Selanjutnya, Wahono juga mempermasalahkan terkait program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Ia mengatakan pekerja harus diikutkan program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan untuk mendapatkan JKP.

“Padahal pekerja formal menurut info dari BPJS itu 10 jutaan [yang ikut kedua BPJS]. Sedangkan jumlah pekerja formalnya ada 50 juta-60 juta. Bagaimana 40 juta orang ini tidak ter-cover dana JKP? Adanya dana JKP ini untuk pengganti dana JHT yang itu melalui iuran pekerja sendiri, duitnya sendiri, tabungannya sendiri tapi mau mencairkan saja sulit,” kata dia.

Advertisement

Meresahkan dan Tidak Adil

Sementara itu, Ketua DPRD Boyolali, Marsono mengungkapkan dirinya baik secara pribadi maupun pimpinan DPRD merasa prihatin dengan terbitnya Permenaker yang dipermasalahkan para buruh. Ia juga merasakan hal yang sama dengan buruh, yaitu Permenaker Nomor 2 tahun 2022 dirasakan meresahkan dan tidak adil.

Baca juga: Sopir Truk di Boyolali Ramaikan Demo Tolak Aturan ODOL

“Kami memberikan dukungan penuh kepada teman-teman FKSPN Boyolali. Tadi saya meminta agar difasilitasi komisi II yang membidangi terkait ketenagakerjaan. Saya juga meminta suara pekerja dari seluruh Boyolali, tidak hanya FKSPN, termasuk yang mandiri, agar nanti satu visi untuk menyampaikan keberatan terkait keluarnya Permenaker,” terang dia.

Advertisement

Lebih lanjut, Marsono mengatakan akan menyampaikan aspirasi FKSPN Boyolali ke DPR RI. Marsono mengungkapkan komisi II DPRD Boyolali akan berkoordinasi mengenai substansi audiensi para buruh.

“Kami memiliki wakil juga di Komisi IX DPR RI yang membidangi ketenaga kerjaa. Ini tentunya akan kami jadikan bahan masukan, baik di komisi IX DPR RI untuk mengundang menteri, terkait keluarnya Permenaker nomor dua ini. Harapan besarnya, tentunya, harus dirubah sesuai keingainan pekerja yang tidak muluk-muluk. Mereka hanya ingin kembali ke peraturan yang lama,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif