Soloraya
Kamis, 12 Januari 2023 - 13:04 WIB

Butuh Destinasi Wisata Penyangga untuk Dukung Museum Sangiran Sragen

Galih Aprilia Wibowo  /  Kaled Hasby Ashshidiqy  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suasana di objek wisata Museum Manusia Purba, di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, pada Jumat (30/12/2022). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo)

Solopos.com, SRAGEN — Museum Manusia Purba Sangiran menjadi destinasi wisata unggulan di Kabupaten Sragen. Status Warisan Budaya Dunia yang ditetapkan oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) memperkuat brand Sangiran.

Situs Sangiran sendiri berada di dua kabupaten yaitu Sragen dan Karanganyar dengan luas 59,21 kilometer persegi. Situs ini  dikelola oleh Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran, salah satu unit pelaksana teknis (UPT) Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Advertisement

Museum Sangiran menjadi museum induk dengan klaster pertama yaitu Klaster Krikilan. Museum ini berfungsi sebagai pusat kunjungan atau visitor center yang memberikan secara lengkap informasi mengenai Situs Sangiran. Kemudian ada Klaster Bukuran, Klaster Ngebung, dan Museum Manyarejo yang berada di Kabupaten Sragen. Sementara di Karanganyar hanya ada satu klaster, yakni Klaster Dayu, seperti dikutip dari laman kemendikbud.go.id, yang dikutip Solopos.com, pada Kamis (12/1/2023).

Warga lokal Situs Sangiran, Darmadi, menilai pengelolaan ketiga klaster di Sragen selain Krikilan belum maksimal. sehingga kunjungan wisatawan ke tiga Klaster tersebut rendah. Kondisi menurutnya dikarenakan kurang insfrastruktur yang menunjang. Tidak adanya destinasi wisata pendukung membuat wisatawan tak betah berlama-lama di situs Sangiran.

Advertisement

Warga lokal Situs Sangiran, Darmadi, menilai pengelolaan ketiga klaster di Sragen selain Krikilan belum maksimal. sehingga kunjungan wisatawan ke tiga Klaster tersebut rendah. Kondisi menurutnya dikarenakan kurang insfrastruktur yang menunjang. Tidak adanya destinasi wisata pendukung membuat wisatawan tak betah berlama-lama di situs Sangiran.

“Pengunjung [Museum Sangiran] pada kondisi normal yang jumlahnya bisa 5.000/hari. Mereka hanya datang lalu pulang, karena tidak ada wisata penyangga.Ssetelah ke museum, mau ke mana lagi?” terang Darmadi saat diwawancara Solopos.com,  Rabu (11/1/2023).

Selaku warga Sangiran, Darmadi berharap pemerintah bisa memfasilitasi berdirinya  destinasi wisata penyangga. Dengan adanya destinasi wisata penyangga, wisatawan diharapkan bisa lebih lama berkunjung di situs Sangiran.

Advertisement

Ia menguraikan pada 2019 wisatawan yang berkunjung ke Museum Sangiran sebanyak 201.905 orang, kemudian pada 2020 turun menjadi 41.502 orang. “Kemudian pada 2021 ada 26.011 pengunjung dan sepanjang 2022 ada 21.658,” terang Sutrisna.

Penurunan jumlah pengunjung pada 2020-2022 disebabkan Pandemi Covid-19. Karena terdapat pembatasan di masyarakat dan museum sempat ditutup total.

Lokasi Parkir Tak Pengaruhi Minat Wisatawan Berkunjung

Pada bagian lain, Sutrisna menyangkal bila kebijakan pemindahan lokasi parkir mempengaruhi turunnya jumlah pengunjung. Ketika wisatawan telah berniat berkunjung ke Museum Sangiran, menurutnya,  mereka tidak akan mempermasalahkan aturan parkir, karena mau tidak mau harus mengikuti aturan tersebut

Advertisement

“Kami mengembangkan pariwisata harus berbasis komunitas juga, sehingga ada dampak ke masyarakat, saya kira tidak berpengaruh,” terang Sutrisna.

Sebagai informasi, pengelola memindahkan lokasi parkir dari sebelumnya berada di kawasan museum kini di Sub terminal yang lokasinya berjarak 600-an meter lebih jauh.

Pemindahan lokasi parkir itu, sambung Sutrisna, justru membuka mata pencaharian baru bagi warga setempat untuk bekerja sebagai tukang ojek maupun pemandu wisata.

Advertisement

Pemerintah, baik Kemendikbudristek maupun Disparpora Sragen, sudah menggelar sejumlah kegiatan untuk mengangkat nama Sangiran. Yang sudah berjalan adalah lomba lari maraton Sangiran Night Trail. Tahun ini rencananya lomba lari malam hari ini akan kembali digelar.

Terkait usulan adanya destinasi wisata penyangga untuk menopang Situs Sangiran, Sutrisno menyepakatinya. Destinasi wisata penyangga bisa dibuat di klaster lain selain Krikilan yang sudah ada Museum Sangiran. Pihaknya saat ini masih mencari konsep yang pas untuk dalam membuat desitasi wisata penyangga tersebut.

“Saya sempat komunikasi dengan staf yang punya kompetensi di sana, perlu ada pertimbangan dengan komunitas lokal,” terang Sutrisna.

Desa Krikilan yang telah ditetapkan sebagai desa wisata tetap akan dikembangkan. Disparpora akan memberikan pendampingan dan bimbingan teknis dalam pengelolaan wisata yang baik. Harapannya, warga bisa menggali dan mengembangkan potensi yang bisa menumbuhkan daya tarik wisata.

“Paling tidak bisa seperti Pasar Bahulak yang meraih IGA [Innovative Government Award] non-aplikasi,” tambahnya.

Terkait pengelolaan Museum Sangiran yang bekerja sama dengan Balai Pelestarian Situs Manusia Purba (BPSMP) Sangiran, ia menyebut selama ini tidak ada masalah. Loket dan  pemberian tiket  dikelola Disparpora Sragen, sementara perawatan dan pengelolaan dalam museum menjadi kewenangan BPSMP Sangiran.

Terpisah, Kepala BPSMP Sangiran, Iskandar Mulia Siregar, mendorong adanya destinasi wisata penyangga selain Museum Sangiran sehingga bisa semakin banyak orang yang datang.

“Boleh ada wisata penyangga, tapi harus didiskusikan dulu rencananya seperti apa. Mungkin orang kalau lihat fosil aja kan bosan, makanya perlu ada wisata penyangga lainnya,” terang Iskandar.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif