Cagar budaya Solo, Pemkot mengatakan pelabelan kawasan Benteng Vastenburg sebagai kota lama tidaklah mudah.
Solopos.com, SOLO — Kepala Bidang (Kabid) Pelestarian Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya Dinas Tata Ruang Kota (DTRK) Solo, Mufti Raharjo, mengatakan penetapan kawasan kota lama untuk kawasan Benteng Vastenburg bukan perkara mudah.
Hal itu mengingat kawasan Benteng Vastenburg seluas 56.788 meter persegi terbagi dalam sembilan persil, yaitu atas nama PT Benteng Perkasa Utama (3 persil), PT Benteng Gapura Tama (3 persil), satu persil dimiliki Bank Danamon, dan dua persil dimiliki perseorangan.
Hak guna bangunan (HGB) Nomor 606 dan 607 di kawasan Benteng Vastenburg pada 2002 lalu telah diperpanjang dengan masa berlaku selama 30 tahun atau sampai 2032. Dua HGB ini milik satu orang dengan luas masing-masing 3.673 meter persegi dan 3.348 meter persegi.
“Saat ini alih kepemilikan dari Kementerian Pertahanan ke Pemkot Solo untuk jagan dan parit sudah tahap final. Komitmen pelestarian pemerintah sudah jelas,” terang Mufti menanggapi permintaan kalangan sejarawan dalam seminar Heritage dan Perubahan Kota di Balai Soedjatmoko, Senin (19/12/2016).
Mufti mengatakan minus pelabelan kota lama, pengembangan kawasan kompleks Benteng Vastenburg sudah diarahkan sesuai dengan sejarah. “Benteng Vastenburg sudah masuk rencana aksi kota pusaka. Termasuk kawasan sekitarnya seperti Gladag, penataan koridor Jenderal Sudirman, kawasan Titik Nol Kilometer, hingga Pasar Gede. Sudah masuk kawasan prioritas,” jelasnya.
Sebelumnya, kalangan sejarawan mendorong Pemerintah Kota (Pemkot) Solo memberikan label kota lama untuk kawasan seputar kompleks Benteng Vastenburg. Pelabelan itu sebagai bagian strategi penyelamatan kawasan cagar budaya yang diharapkan bisa menjadi pijakan agar pembangunan ke depan tidak melenceng dari morfologi kota.