SOLOPOS.COM - Polres Sukoharjo melaksanakan Police Goes to School guna menekan kasus perundungan dan kekerasan yang dilakukan secara serentak oleh seluruh jajaran Polres dan Polsek di Sukoharjo, Senin (2/10/2023). (Istimewa/Polres Sukoharjo)

Solopos.com, SUKOHARJOPolres Sukoharjo menggelar Police Goes to School guna mencegah aksi bullying dan kekerasan yang dilakukan pelajar, Senin (2/10/2023). Hal itu dilakukan secara serentak oleh seluruh jajaran Polres dan Polsek di Sukoharjo.

“Secara serentak Polres Sukoharjo dan jajaran Polsek melaksanakan Police Goes to School untuk memberikan arahan terkait dengan bullying dan kekerasan,” kata PS Kasubsi Penmas Seksi Humas Polres Sukoharjo, Bripka Eka Prasetia, Senin (2/10/2023).

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Police Goes to School dilakukan sebagai langkah pencegahan agar tidak ada lagi aksi bullying yang dilakukan oleh pelajar. Sedikitnya 15 sekolah telah disambangi, meliputi SMP dan SMA/SMK yang ada di Kabupaten Sukoharjo.

Police Goes to School ini telah menjadi agenda rutin yang dilakukan oleh Polres Sukoharjo untuk menekan aksi kenakalan remaja.

“Untuk kali ini kami lakukan secara serentak dengan membawa materi anti-bullying dan kekerasan,” jelas Bripka Eka.

Seperti diketahui, kasus bullying atau perundungan kembali menyita perhatian publik seusai video penganiayaan pelajar SMP di Cilacap, Jawa Tengah (Jateng) viral di media sosial (medsos). Terlebih dalam video itu terlihat pelaku melakukan selebrasi seusai menganiaya korban hingga terkapar di tanah.

Psikolog dari Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang, Indra Dwi Purnomo, mengatakan kecenderungan remaja yang ingin eksis dan diakui oleh sosialnya sering menumbuhkan sifat perundungan. Hal ini akan semakin kuat bila pelaku pernah menjadi korban perundungan atau mempunyai hubungan tidak harmonis di keluarganya.

Selain itu secara tidak langsung kehadiran rekan sekitar yang seolah memberikan dukungan ke pelaku membuat pelaku merasa status popularitasnya naik dan lebih berkuasa. Belum lagi jika pelaku pernah jadi korban kekerasan, menganggap dirinya terancam bila tidak mencoba menjadi superior.

Kemudian apabila kehidupan keluarga kurang harmonis juga bisa menjadi pemicu anak melampiaskan emosinya kepada orang lain. Sehingga pelaku bullying selalu ingin dominan dari orang lain, ingin populer dan diakui

Dosen Unika yang juga praktik di RS Akademi Kepolisian (Akpol) itu menambahkan, perkembangan teknologi yang semakin cepat membuat penyebaran informasi semakin sulit dibendung. Akibatnya, banyak anak-anak yang menonton tontonan tidak sesuai dengan umurnya.

“Peran orang tua diperlukan untuk kontrol si anak, agar tidak memunculkan bibit bullying,” imbuhnya.

Sementara itu, psikolog RS Elisabeth Semarang, Probowatie Tjondronegoro, mengatakan ketidakseimbangan antara pelaku dan korban juga menjadi pemicu terjadinya tindakan perundungan. Bahkan, hal ini disinyalir menjadi penyebab bullying kurang mendapat perhatian sebelum jatuh korban.

Probowatie pun mengamini bila kurang kuatnya pendidikan karakter pada anak. Apalagi, pertumbuhan karakter tidak hanya dipengaruhi oleh guru di sekolah, namun juga sosial dan orang tua.

“Maka ini perlu komitmen bersama. Komunikasi antarsekolah, anak dan orang tua. Orang tua kalau anaknya sudah sekolah seakan lepas tangan enggak mau tahu. Guru juga sama, harusnya saling komunikasi, bagaimana anaknya di sekolah atau di luar. Jadi saat ada perubahan perilaku, sama-sama tahu dan bisa mengantisipasi,” pintanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya