SOLOPOS.COM - Tambang Emas di Desa Jendi, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri. (Solopos.com/dok)

Solopos.com, WONOGIRI — Kabupaten Wonogiri menjadi salah satu daerah dengan kandungan emas cukup tinggi di Jawa Tengah. Diperkirakan ada 1,5 juta ton potensi kandungan emas di kabupaten tersebut. Lokasinya tersebar di beberapa kecamatan, salah satunya Selogiri.

Dilansir dari tulisan ilmiah berjudul Perubahan Sosial Ekonomi Penambang Emas Desa Jendi Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri Tahun 1990-2011 karya Suyatmi Wijaya yang diunggah di laman uns.ac.id, perusahaan eksplorasi mineral Australia pernah melakukan riset di Wonogiri.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Hasilnya kabupaten tersebut ternyata menyimpan potensi emas. Kandungan logam mulia dalam jumlah besar tersebut berada di wilayah seluas 3.928 hektare di daerah Randu Kuning, Jendi, Selogiri.

Saat ini warga Desa Jendi, Selogiri, Wonogiri, telah memanfaatkan kekayaan alam yang terkandung di Bukit Randu Kuning sebagai penambang emas.

Menurut tulisan ilmiah tersebut, awal mula penambangan emas oleh warga Desa Jendi dimulai pada 1990-an. Saat itu ada orang dari Klaten yang melakukan aktivitas penambangan di daerah tersebut.

Orang dari Klaten itu mengatakan kepada warga setempat hanya menambang tanah merah di sungai-sungai kecil sekitar rumah warga. Lama-kelamaan warga mengetahui bahwa yang sebenarnya ditambang adalah emas.

Para penambang dari Klaten itu kemudian diusir oleh warga setempat. Setelah itu banyak warga yang mulai menjadi penambang emas. Penambangan emas di Desa Jendi, Selogiri, Wonogiri, masih dilakukan dengan cara tradisional.

Prosesnya dibagi menjadi dua, yaitu proses penggalian bahan tambang di bukit dan proses pengolahan hasil galian tambang.

Penggalian Bahan Tambang

Proses penggalian bahan tambang pada 1991 dilakukan warga dengan sistem mendulang di sungai kecil, mengais pasir-pasir, dan mengayaknya menggunakan wajan. Sedikit demi sedikit tanah yang mengandung kadar emas dari mendulang dikumpulkan kemudian baru diolah.

Pada 1993, warga mulai melakukan penggalian bahan emas. Sebelum digali, mereka mengetes lebih dulu apakah tempat yang akan digali terkandung emas. Caranya, tanah diletakkan di piring kemudian diberi air dan diayak sedikit demi sedikit agar tanah dan emas terpisah.

Jika terlihat warna kekuningan, itu artinya tanah tersebut ada kandungan emasnya. Setelah yakin ada kandungan emas, warga baru menggali tanah di Bukit Randu Kuning, Jendi, Wonogiri, hingga mencapai kedalaman 130 meter. Terdapat pula terowongan yang dibuat penambang dengan jarak sekitar 200-300 meter.

Tanah dari perbukitan hasil menggali itu kemudian dibawa turun ke desa untuk diolah menggunakan mesin glundungan dan dynamo. Tanah galian dimasukkan ke dalam mesin glundungan yang dicampuri semen guna mengikat tembaga atau partikel lainnya.

Mesin glundungan itu akan beroperasi selama berjam-jam sampai partikel-partikel di dalamnya yang mengandung emas terpisah. Pada 14 Agustus 1995 keluar Keputusan Direktur Jenderal Pertambangan Umum Nomor: 481.K/ 2013/ DDJP/ 1995.

Isinya tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi untuk jangka waktu tiga tahun kepada KUD Selogiri atas wilayah Bukit Randu Kuning, Desa Jendi, Kecamatan Selogiri, Wonogiri, seluas 100 hektare.

Sementara itu, berdasarkan data hasil penelitian dan survei kerja sama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Wonogiri dengan Badan Survei Geologi, Bandung, yang termuat dalam Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) 2017, selain di Selogiri, potensi emas ada di Jatiroto dan Karangtengah.

Total kandungan emas di tiga kecamatan itu lebih kurang 1,5 juta ton. Kadar emas tersebut antara 40 part per billion (ppb) hingga 2.384 ppb.

Pembentukan Emas di Randu Kuning

Kepala Seksi Geologi Mineral dan Batu Bara (Geominerba) Cabang Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Wilayah Sewu Lawu, Yulianto, pada 2019 lalu, mengungkapkan pembentukan emas di kawasan Randu Kuning dipengaruhi kondisi geologi kawasan ini yang merupakan bagian dari Pegunungan Selatan sisi timur.

Pegunungan ini terbentuk sebagai akibat tumbukan (subduksi) antara lempeng samudra dan lempeng benua yang diperkirakan dimulai sejak kala eosen hingga oligosen (56-34 juta tahun lalu). Pegunungan Selatan tersusun atas batuan-batuan yang merupakan endapan laut.

Yulianto menyebut emas pada umumnya terbentuk dari proses hidrotermal, yakni fase akhir dari proses magmatik. Melalui proses itu, secara kimiawi larutan hidrotermal mengubah komposisi mineral batuan. Akibatnya, terjadi perubahan pula pada tekstur batuan yang dikenal sebagai batuan teralterasi.

Proses itu merupakan salah satu penanda adanya mineral-mineral bijih berharga, termasuk emas di Wonogiri. Selanjutnya, larutan hidrotermal mengisi retakan-retakan batuan membentuk urat-urat kuarsa. Pada akhirnya urat kuarsa itu terdapat bijih emas dan logam ikutan lainnya.

“Nah, Bukit Randu Kuning itu merupakan kompleks batuan beku. Warga menggali bukit untuk mencari urat-urat kuarsa yang di dalam urat itu ada emasnya. Urat kuarsa terlihat secara kasatmata, warnanya putih susu dan memanjang sehingga orang bisa menemukannya,” imbuh Yulianto.

“Yang dicari penambang itu batuan yang ada urat kuarsanya. Lalu batuan itu dipecah dengan glondong [molen kecil] agar lembut. Setelah itu diberi merkuri untuk mengikat emas,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya