Soloraya
Kamis, 11 Agustus 2022 - 14:52 WIB

Cerita Gaplek dan Busung Lapar di Wonogiri saat Masa Penjajahan Jepang

Ita Cika Amalina  /  Ponco Suseno  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Gaplek yang sedang dijemur. (Istimewa/agrifood.id)

Solopos.com, WONOGIRIGaplek merupakan bahan makanan khas Wonogiri. Gaplek terbuat dari ubi ketela pohon atau singkong.

Pembuatan gaplek cukup sederhana, singkong yang telah dipanen dikupas dan direndam di air garam selama kurang lebih lima hari. Rendaman air garam diganti-ganti. Setelah itu dijemur hingga kering. Setelah kering, bisa disimpan di tempat yang sejuk dan kering.

Advertisement

Gaplek dapat diolah menjadi beberapa olahan makanan, di antaranya tiwul, growol, gogik, dan gatot. Gaplek banyak diproduksi di daerah yang kurang subur untuk ditanami padi. Di Wonogiri, olahan gaplek sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat.

Gaplek selalu menjadi alternatif masyarakat Wonogiri saat harga bahan makanan pokok mulai naik. Salah satu olahan gaplek, yaitu tiwul dijadikan pengganti beras karena mudah ditemukan dan mengenyangkan.

Advertisement

Gaplek selalu menjadi alternatif masyarakat Wonogiri saat harga bahan makanan pokok mulai naik. Salah satu olahan gaplek, yaitu tiwul dijadikan pengganti beras karena mudah ditemukan dan mengenyangkan.

Kabupaten Wonogiri ternyata telah menjadi pemasok gaplek sejak zaman penjajahan Jepang. Dilansir dari artikel berjudul Eksploitasi Pertanian Masa Pendudukan Jepang di Surakarta (1942-1945) oleh Lyta Endryani dan Hj. Hariantu, M.Pd pada 2016, Kamis (11/8/2022), jumlah panenan gaplek pada tahun 1944 di Wonogiri diperkirakan mencapai 100.000 ton dari luas tanah 50 ribu hektar.

Baca Juga: Kenalkan Oleh-Oleh Khas Wonogiri Brownies Tiwul, Rasanya Mantul!

Advertisement

Sebanyak 13.250 ton dijadikan cadangan di masa paceklik. Sedangkan 10.000 ton diserahkan kepada pemerintah Jepang.

Hal tersebut menyebabkan terjadinya bencana kekeringan dan kekurangan pangan. Kondisi itu mencapai puncaknya pada bulan September dan Oktober 1944.

Masyarakat Wonogiri yang mengalami kekurangan pangan akhirnya makan bonggol pisang dan bonggol sente. Bahkan di Slogohimo, Purwantoro, dan Jatipurno penyakit busung lapar meningkat dengan pusat.

Advertisement

Baca Juga: Sega Tiwul Khas Wonogiri, Kuliner Legend Sejak Zaman Belanda

Sementara itu, penduduk tidak mampu membeli bahan makanan, terutama gaplek karena harganya telah meningkat dari Rp2 menjadi Rp20 per kuintal.

Guna mengatasi hal itu, Wonogiri Kencho mengusulkan kepada Kooti Soomutyookan agar bersedia membagikan gaplek yang telah disimpan di gudang. Usulan tersebut diterima, tetapi tidak banyak membantu mengurangi penderitaan penduduk.

Advertisement

Selain penanaman padi dan singkong, Jepang juga mewajibkan menanam jarak. Tanaman ini mengandung biji yang bisa menghasilkan minyak untuk bahan bakar pesawat terbang, menghaluskan kulit, obat sabun dan untuk membersihkan perut.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif