SOLOPOS.COM - Ibu-ibu anggota komunitas usaha ecoprint Boyolali bersama-sama membuat produk ecoprint di Roemah Kreatif Yusi, Mojolegi, Teras, Boyolali, Selasa (26/12/2023). (Solopos/Ni’matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Perkumpulan perempuan yang mayoritas ibu-ibu di Boyolali berhasil membentuk komunitas belajar cara memproduksi kain atau barang dengan teknik pewarnaan ecoprint. Dari komunitas itu ibu-ibu itu merintis usaha yang penjualannya kini sudah sampai ke berbagai daerah di Indonesia.

Dalam komunitas itu, para anggotanya berkumpul secara rutin untuk belajar dan saling bertukar ilmu. Seperti terlihat pada Selasa (26/12/2023) di Roemah Kreatif Yusi di Mojolegi, Teras, Boyolali.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Mereka berbagi tugas, ada yang menyiapkan kain, menata kompor, menata dedaunan, dan memproses pewarnaan kain menggunakan teknik ecoprint. Daun-daun yang dipakai untuk mencetak warna pada kain diambil dari kebun di sekitar Roemah Kreatif Yusi.

Inisiator kelompok usaha ecoprint sekaligus pemilik Roemah Kreatif Yusi, Boyolali, Yusi Aristyani Lestari Ningrum, menyampaikan kelompok perempuan yang mayoritas diisi penjahit rumahan tersebut bertujuan menjadi grup belajar bersama.

Komunitas tersebut baru gencar beraktivitas bersama pada November 2023. Ia menjelaskan ada sekitar 20 anggota komunitas ecoprinter Boyolali yang ia besut. Anggotanya bukan hanya dari Teras, tapi juga ada yang dari Musuk, Mojosongo, Banyudono, dan kecamatan lain.

Lebih lanjut, Yusi menceritakan awalnya ia menekuni ecoprint sejak 2015 lalu dan mengajarkan keahliannya ke beberapa orang yang hendak belajar kepadanya. Baru setelah murid-muridnya terkumpul, tebersit ide untuk membuat komunitas.

“Tadinya mereka adalah peserta workshop berbayar di Roemah Yusi. Kemudian, saya mengorganisasi teman-teman supaya menjadi komunitas. Kami belajar bareng, memberi support, lalu sharing kalau ada ilmu baru. Terus bazar bersama, pinjam dagangan juga, dan diskusi formula baru,” ujar dia saat berbincang dengan Solopos.com, Selasa (26/12/2023).

Lebih Menghargai Lingkungan

Yusi menyampaikan potensi produk ecoprint di Boyolali sangat luar biasa karena tanahnya masih subur dan daun-daun mudah tumbuh. Bahkan setelah mengenal teknik ecoprint, Yusi mengatakan ia bersama anggota kelompoknya menjadi lebih menghargai lingkungan.

Yusi mencontohkan ketika melihat daun-daun, ia dan kawan-kawannya akan merawatnya. Beberapa daun yang ditanam di Roemah Kreatif Yusi antara lain daun lanang, jarak kepyar wulung, daun Afrika, dan lain-lain.

Namun, Yusi menjelaskan ada satu daun yang tidak bisa ditanam karena keterbatasan lahan. “Lahan saya kan sempit, jadi pohon jati enggak bisa masuk. Pernah berburu daun pohon jati sampai Kecamatan Juwangi,” kata dia.

Selain itu, Yusi menyampaikan kegiatan yang dilakukan bersama-sama tersebut juga bisa menambah pundi-pundi penghasilan para anggotanya. Yusi mengaku telah menjual produk kain ecoprint buatannya ke berbagai daerah di Indonesia dari Sabang-Merauke.

Pendapatannya dari berjualan ecoprint rata-rata Rp500.000 per bulan. Ia mengatakan target pasar produk ecoprint biasanya kalangan tertentu dan di perkotaan sehingga tidak mudah memasarkan produk tersebut di Boyolali.

Penjualan produk ecoprint juga mayoritas dibuat dalam bentuk barang jadi seperti tas dan baju untuk menarik pembeli. Yusi menjelaskan anggota komunitas ecoprinter harus pintar membaca isu di masyarakat.

Sebagai contoh, saat ini gencar isu zero waste sehingga ecoprint dibuat dalam bentuk tas totebag sebagai ganti plastik. Selain itu, ia juga melayani pesanan custom sesuai keinginan pembeli baik bentuk tas, baju, atau produk lain. Pemasaran dilakukan melalui media sosial.

Pembeli dari Nigeria

“Harga terendah yang pernah saya jual itu Rp15.000 itu satu totebag murah. Termahal pernah menjual Rp650.000. Pernah sehari kami ikut bazar di kabupaten, dapat Rp1,8 juta,” kata dia.

Yusi berharap dengan kolaborasi komunitas ecoprinter dapat menambah jejaring dan memperkuat pemasaran. Selain itu, bisa menambah kreativitas, pengalaman, dan penghasilan anggotanya. Dalam berkegiatan, Yusi juga mengajak anak-anaknya bergabung agar regenerasi usaha ecoprint di Boyolali bisa terus terjaga.

Sementara itu, salah satu anggota Komunitas Ecoprinter Boyolali asal Mojosongo, Patria Sri Murtiningsih, menyampaikan telah belajar teknik ecoprint dari Yusi sejak 2022. Ia sengaja menambah ilmu tentang ecoprint dari yang awalnya hanya menjadi penjahit kain ecoprint.

Patria mengungkapkan produknya telah dijual di beberapa kota di Indonesia. Bahkan, pembeli asing dari Nigeria pernah membeli produk ecoprint-nya.

“Jadi saudara saya berteman dengan orang Nigeria dan kebetulan dia pencinta batik. Saya kenalkan ecoprint dan dia suka lalu mengambil. Harga termahal yang pernah saya jual Rp250.000 itu ke orang Nigeria,” kata dia.

Selanjutnya, ia juga menjadi rekan menjahit bagi para ecoprinter yang hendak menjadikan kain karya mereka untuk baju atau produk lain. Diketahui, tidak semua anggota komunitas ecoprinter adalah penjahit, sehingga untuk mengolah kain ecoprint membutuhkan bantuan penjahit.

Patria mengungkapkan menjahit kain hasil ecoprint lebih sulit dibandingkan kain biasa. Hal tersebut karena kain ecoprint yang cukup keras sehingga proses menjahit harus sekali jadi.

“Kain ecoprint kan sekali jadi. Sekali kena jarum langsung berlubang. Jadi memang harus hati-hati. Biaya untuk menjahit kain ecoprint juga lebih mahal, yaitu Rp100.000 per sekali jahit. Kalau kain biasa Rp80.000,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya