Soloraya
Rabu, 6 Mei 2020 - 10:05 WIB

Cerita Nama Kempot, Kelompok Pengamen Trotoar, Cikal Bakal Karier Lord Didi

Ika Yuniati  /  Tika Sekar Arum  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Infografis Didi kempot (Solopos/Whisnupaksa)

Solopos.com, SOLO -- Cerita sukses almarhum maestro campursari Didi Kempot yang meninggal dunia, Selasa (5/5/2020), berawal dari komunitas seniman jalanan di Solo pada 1984-an. Namanya, Kelompok Pengamen Trotoar (Kempot).

Nama komunitas yang sering ngamen di sekitar gang kuliner malam Keprabon, Banjarsari, Solo itu kemudian menjadi nama belakang Didi (Dionisius) Prasetyo. Nama Kempot melekat pada sang penyanyi hingga mencapai puncak kariernya dan mengembuskan napas terakhir Selasa.

Advertisement

Teman seperjuangan Didi, Wawan liswanto, yang akrab disapa Mbolo, mengenang persahabatannya bersama Didi yang terjalin sejak sama-sama menjadi seniman jalanan era tahun 80-an.

Penuh Haru, Ini Kata Penerima Sembako dan Uang dari Konser Amal Didi Kempot

Advertisement

Penuh Haru, Ini Kata Penerima Sembako dan Uang dari Konser Amal Didi Kempot

Ia dan Didi memulai karier musik dari seniman trotoar atau dikenal dengan sebutan Kelompok Pengamen Trotoar (Kempot) pada tahun 1984-an. Mereka sering ngamen di sekitar gang kuliner malam Keprabon.

Didi menyanyi dengan gitar, sementara Mbolo lebih sering bawa okulele. Lagu yang biasa Didi nyanyikan, seingat MBolo, Kugadaikan Cintaku milik Gombloh dan lagu berlirik abang becak.

Advertisement

Asal-Usul Nama Tenar Didi Kempot Si Bapak Patah Hati Nasional

Lagune Gombloh, di radio aku dengar lagu kesayanganmu, abang becak abang becak di tengah jalan,” nyanyi Mbolo saat berbincang dengan Solopos.com, Selasa (5/5/2020), sembari mengingat ingat kenangan manisnya bersama Didi Kempot di masa sulit itu.

Berbagi lahan dengan seniman Kempot lainnya, mereka biasanya mulai mangkal sore hari hingga tengah malam. Hasilnya tak mesti, jika beruntung bisa dapat banyak dengan nilai Rp15.000.

Advertisement

Kisah Patah Hati Didi Kempot di Lagu Cidro

Selang dua tahun di kawasan Keprabon, sejumlah seniman Kempot hijrah ke Jakarta sekitar tahun 1986. Pada 1987 Didi dan Mbolo menjuarai lomba ngamen Se-Jabodetabek yang digelar di kawasan Monas.

Didi Kempot ke Suriname

Hal itu membuat Didi dilirik seorang penggemar yang kemudian membawanya ke Suriname selama enam tahun.

Advertisement

Pulang dari Suriname, Didi tak langsung terkenal. Sekali lagi butuh perjuangan agar diterima di belantika musik campursari Tanah Air.

“Tahun 1993 balik ke Indonesia tapi ya belum apa-apa. Juni tanggal 23 tahun 1995 pertama kali buat lagu Stasiun Balapan dan disetel banyak radio. Kasete diiderke ke toko-toko di Wonogiri, Sukoharjo, dan Klaten,” kenang Mbolo.

Solopos Hari Ini: MATUR NUWUN

Bagi Mbolo, pria yang disandangi gelar The Godfather of Broken Heart itu menunjukkan betapa besar kecintaan Didi terhadap budaya Jawa. Dari Jawa bisa diterima semua kalangan.

“Banyak pelajaran penting yang kami dapatkan dari Mas Didi. Pokoke berteman tidak boleh membeda-bedakan suku, ras, atau agama. Orang Jawa ya harus selalu cinta dengan tanah Jawa,” ujar dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif