SOLOPOS.COM - Waduk Gajah Mungkur (WGM) Wonogiri. (Istimewa/Instagram @jo.chryst)

Solopos.com Stories

Solopos.com, WONOGIRI — Pemkab Wonogiri terus berupaya melakukan rebranding sebagai identitas untuk membawa kabupaten yang dulu terkenal sebagai Kota Gaplek lebih dikenal di tingkat regional, nasional, bahkan internasional.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Sudah bukan rahasia lagi bahwa identitas yang melekat pada kabupaten di wilayah selatan Soloraya dan berbatasan langsung dengan Samudra Hindia itu cenderung bernada negatif. Di dunia luar, Wonogiri lebih dikenal sebagai daerah yang lekat dengan kemiskinan, kekeringan, orang-orangnya lebih suka merantau ke kota, dan sebagainya.

Hal itu pun yang dimungkiri oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian dan Pengambangan (Bappeda Litbang) Wonogiri, Heru Utomo. Ia mengatakan selama ini Wonogiri belum memiliki identitas brand atau merek yang bisa ditawarkan kepada masyarakat luas.

Identitas yang melekat di kabupaten ini justru bernada negatif, seperti kemiskinan atau kekeringan. Padahal Wonogiri memiliki banyak potensi yang bisa digunakan untuk mendongkrak eksistensinya di tingkat nasional maupun internasional dengan citra baik.

Oleh karena itu, Pemkab Wonogiri sudah mulai berupaya melakukan rebranding atau membangun kembali identitas kabupaten. Adanya identitas kota diharapkan bisa menaikkan nilai tawar Wonogiri di mata masyarakat.

Masyarakat akan menjadi tahu bahwa Wonogiri memiliki potensi yang layak dikunjungi atau ditanami investasi. Pada sisi lain, mereka akan tahu produk apa saja yang berasal dari Kota Sukses ini. Dampaknya, akan ada peningkatan ekonomi.

desa di wonogiri rebranding
Pemandangan hamparan sawah berlatar gunung di Desa Tunggur, Slogohimo, Wonogiri, Rabu (1/2/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

“Selama ini, Wonogiri ini kurang dikenal potensi dan prestasinya. Kami masih kurang branding. Orang tahu Wonogiri hanya itu-itu saja, tidak ada nilai tawar lebih. Padahal ini menghambat pembangunan dan pengembangan daerah,” kata Heru kepada Solopos.com, Senin (15/5/2023).

Kajian oleh Konsultan Branding

Dia melanjutkan Pemkab sudah bekerja sama dengan konsultan branding pada awal 2023 ini. Mereka sudah mengkaji dan menganalisis potensi yang bisa dikembangkan menjadi rebranding identitas Wonogiri.

Kajian ini menggunakan metode sample terhadap 400 orang yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia dan hasilnya ternyata cukup mengejutkan dan di luar perkiraan awal. Hasil kajian itu menyebutkan beberapa potensi yang patut dikembangkan di antaranya di sektor perdagangan, pariwisata, dan industri.

Heru juga menjelaskan Wonogiri lebih banyak dikenal masyarakat di luar Jawa Tengah dibandingkan masyarakat dalam lokal Jawa Tengah. Wonogiri juga menjadi salah satu daerah di Jawa Tengah yang lebih dikenal dibandingkan beberapa daerah lain.

Hal itu dimungkinkan karena banyak diaspora Wonogiri yang menyebar di sejumlah wilayah di Indonesia. Hasil kajian yang tak kalah menarik, mayoritas orang datang ke Wonogiri ternyata karena ingin berwisata.

“Hal itu karena persepsi masyarakat terhadap Wonogiri sebagai daerah yang memiliki wisata beragam, baik wisata alam maupun kuliner. Sayangnya, akses transportasi ke atau di Wonogiri terbatas, terutama kendaraan umum. Padahal jarak antarwisata relatif jauh,” ujar dia.

Dalam kajian terkait rebranding kabupaten itu pula, lanjut Heru, pengetahuan masyarakat luar Wonogiri terhadap Wonogiri adalah daerah untuk berlibur atau berwisata. Hal ini berarti Pemkab harus menggarap serius sektor pariwisata, termasuk sarana pendukungnya, seperti transportasi.

kekeringan wonogiri selatan rebranding
Pengangkatan air bersih di Desa Gendayakan, Kecamatan Paranggupito, Wonogiri, Agustus 2020 lalu. (Solopos/Rudi Hartono)

Dia menyebut harus ada sistem terintegrasi di Wonogiri yang menghubungkan antarlokasi wisata. Hal itu bisa dilakukan dengan memanfaatkan angkutan-angkutan lokal.

Fokus Pengembangan Daerah

Bidang industri saat ini juga tengah menjadi fokus pengembangan daerah. Kawasan industri besar telah disiapkan dalam Perda tentang Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). Lokasnya tersebar sembilan kecamatan, terutama di Wonogiri selatan.

Kawasan selatan Wonogiri sangat strategis dengan potensi tambang gamping yang melimpah sebagai bahan baku pembuatan semen. Selain itu wilayah selatan juga menjadi penghubung wilayah antara Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Sudah ada jalur lintas selatan yang lebar dan memadai untuk angkutan kendaraan besar. “Keberadaan industri ini menyerap tenaga kerja lokal Wonogiri. Saat ini industri garmen menjadi salah satu industri yang menarik investor masuk,” ucapnya.

Sementara itu, di bidang perdagangan, kopi asli Wonogiri sudah mulai menjadi komoditas primadona dan bisa jadi modal untuk rebranding kabupaten. Di samping itu, beberapa produk usaha mikro kecil menengah juga menjadi produk yang bisa menjadi identitas kuat di Wonogiri, antara lain brownies tiwul, batik wonogiren, dan mi ayam wonogiren.

“Keberagaman produk ini bisa menjadi potensi identitas Wonogiri,” kata Heru.

Terpisah, Bupati Wonogiri, Joko Sutopo, menyampaikan stigma yang melekat pada Wonogiri sebagai daerah miskin, kering, dan terkenal dengan gaplek ini seharusnya sudah hilang dan tinggal sejarah. Sebab angka kemiskinan di Wonogiri menunjukkan tren menurun setiap tahun.

Begitu juga dengan kekeringan, Pemkab sudah meminimalkan daerah kekeringan. Pembuatan sumur-sumur bor di Wonogiri selatan sudah dilakukan.

Mi Ayam Instan Wonogiri Wonogiren rebranding wonogiri
MIe Ayam Instan Wonogiren (Istimewa)

“Gaplek itu hanya sebagai identitas dan pengingat sejarah. Sekarang sudah jarang yang menanam singkong, lebih banyak padi. Buktinya, hasil produksi beras di Wonogiri surplus sekitar 148.000 ton/tahun,” kata lelaki yang akrab disapa Jekek itu.

Potensi Gamping dan Emas

Jekek mengatakan pertanian Wonogiri menjadi penyumbang terbesar pendapatan regional domestik bruto (PDRB) Wonogiri saat ini mencapai 30%. Sedangkan untuk potensi lain, seperti tambang gamping, politikus PDIP itu mengatakan Pemkab terus berupaya menarik investor untuk mengolah sumber-sumber yang ada menjadi industri yang menghasilkan.



Berdasarkan catatan Solopos.com, dari data potensi bahan galian logam dan nonlogam dalam Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah atau LPPD 2018, potensi batu gamping Wonogiri diperkirakan mencapai 3,599 miliar meter kubik atau m3 (di data tertera 3.599 juta m3).

Jumlah itu tersebar di lahan seluas 4.130 hektare di Tirtomoyo, Eromoko, Giritontro, Giriwoyo, Paranggupito, Baturetno, Batuwarno, dan Puhpelem. Tambang batu gamping itu dibutuhkan untuk produksi semen.

Untuk batu gamping Wonogiri, Gubernur Jateng mematok harga Rp50.000 per m3 khusus batu gamping untuk bangunan. Sedangkan batu gamping untuk bahan baku semen dihargai Rp70.000 per m3.

Hitungan sederhananya, batu gamping Wonogiri bisa bernilai Rp179,9 triliun (pembulatan jadi Rp180 triliun) jika menggunakan standar harga batu gamping untuk bahan bangunan. Sementara jika menggunakan standar harga untuk pembuatan semen, seluruh batu gamping di Wonogiri bisa bernilai Rp251,9 triliun (pembulatan Rp252 triliun).

Masih dari potensi pertambangan, Wonogiri juga memiliki cadangan emas melimpah. Berdasarkan hasil penelitian Pemkab Wonogiri bersama Badan Survei Geologi Bandung pada 2017, total kandungan emas di Wonogiri mencapai 1,5 juta ton.

Kandungan emas itu tersebar di Selogiri, Jatiroto, dan Karangtengah. Potensi emas itu masih ditambang tambang mineral logam lainnya seperti tembaga, seng, timbal, dan mangan.

Di samping itu masih ada potensi wisata berupa deretan pantai dengan pemandangan indah dan eksotis di pesisir selatan wilayah Paranggupito yang jika digarap serius diyakini bisa bersaing dengan wisata pantai di Jogja atau bahkan Bali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya