SOLOPOS.COM - Maya Dwi Pratita, pengusaha muda asal Karanggeneng, Boyolali, yang merintis bisnis ecoprint menggandeng penjahit sekitar rumah hingga meraih juara Krenova. (Istimewa/Dokumentasi Pribadi)

Solopos.com BOYOLALI — Seorang pengusaha sosial atau sociopreneur ecoprint asal Dukuh Tegalmulyo, Desa Karanggeneng, Kecamatan Boyolali, menjadi juara Krenova atau Kreativitas dan Inovasi tingkat kabupaten kategori masyarakat umum pada 2023.

Ia adalah Maya Dwi Pratita, 25. Lulusan Fakultas Hukum UNS Solo tersebut memilih berwirausaha di bidang ecoprint pada 2021. Daun-daun untuk membuat kain ecoprint ia tanam sendiri menitip saudaranya yang pandai berkebun.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

“Boyolali kan punya tanah yang masih subur dan berpotensi untuk memproduksi ecoprint. Hanya saja belum ada yang memproduksi ecoprint dengan branding kota Boyolali. Sebagai anak muda, aku juga melihat ecoprint menarik banget untuk diolah sesuai selera anak muda,” ujar dia saat ditemui Solopos.com di rumahnya, Jumat (21/7/2023).

Dalam menjalankan usaha ecoprint, pengusaha muda Boyolali itu mencari partner penjahit di sekitar rumahnya. Ia mengungkapkan sebenarnya telah les menjahit, akan tetapi ia sempat melihat tetangganya yang memermak jeans dengan upah Rp15.000 dalam sekali pesanan.

Menurutnya, upah tersebut sangat murah dibanding dengan kemampuan yang dimiliki tetangganya. Sehingga, ia menggandeng ibu-ibu penjahit di sekitar rumahnya untuk menjahit ecoprint.

Muncul lah merek ecoprint kolaborasinya dengan para ibu penjahit di sekitar rumahnya bernama Panarima. Ia sebagai ecoprinter dan para penjahit yang membentuk kain ecoprint ciptaan Maya sesuai keinginan pelanggan.

Menghargai Talenta Penjahit di Sekitar Rumah

Maya mengaku membayar rekan kerjanya lebih dari standar sebagai wujud menghargai talenta mereka. Pada awal merintis usahanya di bidang ecoprint di Boyolali, baru satu penjahit yang menjadi rekan pengusaha muda tersebut.

Pada 2023, paling tidak ia bekerja sama dengan tiga penjahit di sekitar rumahnya. “Saya bayarnya enggak bulanan, tapi per proyek. Kadang enggak mesti berapa penjahit yang diajak bekerja sama, tapi memang yang biasanya saya ajak itu tiga orang,” kata dia.

Untuk desain-desain yang ia buat untuk ecoprint, Maya menyesuaikan selera pelanggan. Kebanyakan pelanggannya yang berasal dari Jakarta, Surabaya, dan Bali menyukai motif tidak ramai.

pengusaha ecoprint boyolali
Pakaian hasil karya usaha ecoprint Panarima yang dirintis Maya Dri Pratita, pengusaha muda asal Karanggeneng yang meraih juara Krevona Boyolali. (Istimewa/Dokumentasi Pribadi Maya)

Daun-daun yang digunakan Maya pun beragam ada daun adas pagar, jarak wulung, daun lanang, dan sebagainya. Sedangkan kain-kain ecoprint dibentuk sesuai keinginan pelanggan. Ada yang menjadi celana, totebag, baju, pouch, dan lain sebagainya.

Bahan kain yang ia pakai dalam proses ecoprint adalah kain serat alam seperti rayon, katun, dan sutra. Harga dasar dari kain itu cukup tinggi. Rayon misalnya harganya Rp250.000 per meter, katun Rp300.000-Rp400.000 per meter, dan kain sutra lebih dari Rp700.000 per meter.

“Kalau sudah jadi produk jadi bisa berkisar Rp300.000-Rp800.000. Semisal tas, harganya bisa Rp300.000-Rp400.000 per buah, pakai Rp425.000 ke atas,” jelas pengusaha muda di bidang ecoprint asli Boyolali itu.

Maya mengakui untuk pemasaran saat awal membentuk Panarima cukup sulit mengingat target pasarnya hanya orang-orang tertentu pencinta produk ramah lingkungan. Akan tetapi, penjualannya naik setelah mendapatkan beasiswa coaching bisnis Makadaya Fellowship 2022.

Pemasaran lewat Pasar Seni

Di sana ia dilatih menjadi sociopreneur dan mendapatkan jaringan yang lebih luas. “Kalau dulu yang pesan baru 4-5 orang, ini sudah 4-5 proyek kadang campuran dengan pesanan pribadi. Proyek itu maksudnya satu orang tapi pesannya bisa 100-an, bukan pribadi saja,” kata dia.

Selain itu, Maya juga aktif mengikuti pasar-pasar seni yang cocok untuk memasarkan produk-produknya. Cita-citanya sebagai seorang sociopreneur adalah usahanya akan memiliki dampak yang lebih luas bagi orang-orang sekitarnya.

“Harapannya ke depan saya bisa mengadakan pelatihan menjahit atau kursus begitu buat perempuan muda. Agar mereka memiliki skill, ketika mereka memiliki skill maka mereka bisa menghasilkan uang sambil mengurus keluarga di rumah,” kata dia.

Sementara itu, salah satu penjahit yang menjadi mitra pengusaha muda Ecoprint Boyolali itu, Qurrota Aini, 56, mengungkapkan dia menjadi mitra penjahit Maya sejak 2021. Ia merasakan bayaran yang diberikan Maya untuk menjahit produk ecoprint lebih tinggi dibandingkan ongkos jahit orang lain.

Jika biasanya satu jahitan dihargai Rp80.000, proyek dari Maya dihargai Rp100.000. “Jadi lebih merasa dihargai keahlian menjahitnya. Selain itu, menjahit ecoprint juga memang lebih detail dibanding yang lain karena hanya bisa satu kali proses menjahit,” kata dia.

Dengan bayaran lebih tinggi, ia menjelaskan hal tersebut berpengaruh ke pendapatannya. Lebih lanjut, Aini mengaku baru saja menyelesaikan 50 garapan ecoprint dari Maya, sehingga dengan bayaran Rp100.000 per item, total ia mendapatkan Rp50 juta.

Ia pun berharap usaha Maya di bidang sosial dapat semakin besar sehingga akan bisa menambah pendapatannya dan mitra penjahit lainnya. “Semoga juga semakin besar agar bisa merekrut ibu-ibu penjahit lain agar banyak perempuan yang berdaya,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya