Soloraya
Kamis, 23 Mei 2024 - 20:16 WIB

Cerita Penyandang Disabilitas di Solo Ikut Seleksi PPS Pilkada 2024

Ahmad Kurnia Sidik  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Salah satu peserta seleksi PPS difabel, Misbah Arifin, saat mengikuti seleksi wawancara seleksi PPS di Hotel Sahid Jaya Solo, Kamis (23/5/2024). (Istimewa/ KPU Solo).

Solopos.com, SOLO – Keterbatasan fisik tidak sama sekali menjadi aral bagi Misbah Arifin, 26, untuk terlibat aktif dalam proses demokrasi. Lelaki yang tinggal di Pucangsawit, Kecamatan Jebres itu mengikuti seleksi Panitia Pemungutan Suara (PPS) Kelurahan Pucangsawit, Jebres, Solo untuk Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Solo 2024 mendatang.

Kepada Solopos.com, Misbah bercerita bahwa ia kehilangan kemampuan melihat sejak duduk di bangku kelas 6 sekolah dasar. “Sejak itu, saya tidak bisa melihat. 100% penyandang disabilitas netra,” kata dia saat berbincang dengan Solopos.com, Kamis (23/5/2024).

Advertisement

Kendati demikian, semangatnya menjalani kehidupan tidak ikut luntur bersama kemampuan melihatnya. Misbah terus bergerak tanpa menyerah dan berhasil menamatkan kuliahnya di program studi Pendidikan Luar Biasa (PLB) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret (FKIP UNS). Sehari-harinya saat ini, ia lalui dengan menjadi guru di SLB GC-YPPGC Mojosongo, Kecamatan Jebres.

Misbah memilih ingin terlibat sebagai PPS dalam Pilkada Solo 2024 karena menurut dia pemerintah telah menyediakan naungan khusus untuk kelompok difabel agar bisa berpartisipasi dalam berbagai kegiatan apa pun dengan hak dan kewajiban yang sama melalui Perda Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.

Advertisement

Misbah memilih ingin terlibat sebagai PPS dalam Pilkada Solo 2024 karena menurut dia pemerintah telah menyediakan naungan khusus untuk kelompok difabel agar bisa berpartisipasi dalam berbagai kegiatan apa pun dengan hak dan kewajiban yang sama melalui Perda Nomor 9 Tahun 2020 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas.

Dalam perda tersebut, tepatnya Pasal 38 menyatakan Pemerintah Daerah menjamin hak politik penyandang disabilitas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Alasan saya yang paling mendasar, saya ingin menggunakan rumah [perda] itu. Agar tergugurkan kewajiban perda itu, dengan saya berpartisipasi langsung,” kata Misbah.

Advertisement

Wawancaranya berjalan lancar. Dan, Misbah menyampaikan bahwa saat diberi pertanyaan terkait pembidangan yang akan dipilihnya jika lolos sebagai anggota PPS adalah bidang sosialisasi.

“Di bidang [sosialisasi] itu, saya bisa mandiri, berbeda dengan bidang data, misalnya, yang mengharuskan saya bersama pendamping. Itu merepotkan,” kata dia.

Mulanya pada proses pendaftaran, ia tidak merasa kesulitan karena berbasis digital. Semua syarat yang dibutuhkan, bisa diunggahnya secara mandiri. Namun, pada tahap-tahap selanjutnya, ia sedikit menyayangkan dan mempertanyakan. Mengapa syarat yang sudah diunggah secara daring masih harus dikumpulkan secara luring.

Advertisement

“Sedikit menyayangkan terkait kerja dua kali, sudah diunggah online tapi masih harus mengumpulkan offline. Padahal, waktu untuk offline itu bisa digunakan kegiatan yang lain,” kata dia.

Bukan tanpa sebab, menurut Misbah, difabel jika harus bekerja dua kali, apalagi harus berpindah-pindah tempat tidak semudah yang bukan difabel.

“Misal, kalau mau ke Manahan. Akan ada banyak pertimbangan buat orang seperti saya, misal ke sana pakai apa? Biayanya berapa? Terus, turunnya di mana? Karena lokasinya saya belum hafal. Kalau harus menyeberangi jalan, bagaimana? Karena bahaya. Berbeda dengan yang bukan difabel, mungkin yang dipikirkan ketika ke Manahan ke sana naik apa dan macet gak lalu lintas?” jelas Misbah.

Advertisement

Karena itu pula, selama mengikuti proses seleksi PPS, ia selalu didampingi oleh dua temannya secara bergantian. Teman pendampingnya itu, selain harus menuntunnya ke tempat-tempat yang dituju, juga harus membacakan soal demi soal saat tes tertulis dilaksanakan.

Karena, kata dia, ketika memasuki laman yang digunakan untuk tes tertulis itu mengharuskan seluruh perangkat lunak lainnya di laptopnya harus mati. Begitu pun dengan perangkat lunak Job Acces With Speech (JAWS) yang membantu penyandang disabilitas netra dalam beraktivitas.

Kendati demikian, Misbah sangat mengapresiasi inisiasi KPU Solo dalam membuka peluang bagi kelompok difabel. Misbah berharap agar ke depannya lebih diperbaiki lagi hal-hal yang saat ini masih menjadi kekurangan dalam penyelenggaraan.

“Dunia terus berputar. Dan perputarannya itu dilakukan dengan tenaga. Bukan dengan omongan saja. Maka dari itu, saya mengajak teman-teman difabel untuk terus berusaha. Jangan sampai kita kehilangan kesempatan. KPU sudah menyediakan tempat bagi kita, dan itu harus dimanfaatkan,” jelas Misbah.

Sementara itu, Ketua KPU Solo, Bambang Christianto, menyampaikan bahwa seleksi PPK dan PPS untuk Pilkada Solo 2024 dilakukan seluruhnya secara terbuka dan umum selama para pendaftar mampu memenuhi persyaratan.

“Karena Pilkada ini inklusi. Tidak ada perbedaan satu dengan yang lain. Semuanya bisa mendaftar,” kata Bambang saat dihubungi Solopos.com, Kamis (23/5/2024).

Bambang berharap agar nantinya PPS yang terpilih bisa bekerja sama dengan PPK dan KPU dalam menyiapkan Pilkada Solo 2024 mendatang.

“Semoga PPS dan PPK nantinya bisa langsung tancap gas menyiapkan Pilwakot Solo 2024 nanti. Teman-teman PPK dan PPS nanti, agenda yang pertama dilakukan adalah pemetaan TPS di tiap kelurahan,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif