SOLOPOS.COM - Warga Desa Gupit, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo menghadiri mediasi dengan PT RUM di Pengadilan Negeri Sukoharjo pada Rabu (5/7/2023). (Istimewa/LBH Semarang)

Solopos.com, SUKOHARJO — Proses hukum kasus pencemaran lingkungan dengan terlapor PT Rayon Utama Makmur (RUM) di Sukoharjo Terus bergulir. Warga Desa Gupit, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo, yang mangajukan Class Action itu menawarkan enam poin dalam mediasi dengan PT RUM, Rabu (5/7/2023).

Kuasa hukum warga Desa Gupit, Nasrul Saftiar Dongoran, saat dimintai konfirmasi Solopos.com pada Kamis (6/7/2023) mengatakan secara aturan untuk perkara perdata wajib diadakan mediasi oleh hakim sebelum pembacaan gugatan. Sehingga pengajuan proposal itu merupakan mekanisme tahapan penyelesaian yang harus di ikuti oleh penggugat dan tergugat.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

“Usulan warga pada pokoknya tetap menginginkan PT RUM untuk menghentikan bau dan pencemaran lingkungan. Selain itu juga melakukan permohonan maaf secara terbuka serta memulihkan kerugian warga dan lingkungan,” ungkap Nasrul.

Berdasarkan kesepakatan pada 21 Juni 2023 berkaitan dengan jadwal mediasi antara penggugat, tergugat, dan mediator dalam Perkara Nomor: 29/Pdt.G/2023/PN Skh, Nasrul membeberkan warga mengajukan enam poin dalam tawaran proposal perdamaian.

Isi poin pertama, tergugat diminta menyampaikan permintaan maaf secara terbuka karena telah menyebabkan bau busuk, pencemaran udara, dan pencemaran air di Kabupaten Sukoharjo. Permintaan maaf disampaikan setidaknya melalui tiga media cetak nasional dan empat media cetak di Jawa Tengah selama tiga hari berturut-turut.

Kedua mereka meminta tergugat berhenti memproduksi serat rayon dan menggantinya dengan jenis produk lain yang tidak menimbulkan bau busuk, pencemaran lingkungan, dan pencemaran air. Serta tidak merusak Sungai Gupit maupun Bengawan Solo dengan membuat roadmap penggantian produksi selama masa mediasi.

Pada poin ketiga mereka meminta agar tergugat mengganti biaya pemulihan atas kerugian yang dialami oleh para penggugat sebesar Rp5 miliar. Nantinya jumlah tersebut akan digunakan oleh para penggugat untuk membuat klinik kesehatan dan pemeriksaan kesehatan warga.

Selanjutnya pada poin keempat, tergugat diminta segera membongkar pipa air limbah milik pabrik di daerah aliran sungai (DAS) maupun sempadan Sungai Gupit sampai ke Bengawan Solo.

Poin kelima, tergugat diminta mengganti biaya pemulihan lingkungan sebesar Rp5 miliar yang akan digunakan oleh para penggugat untuk revitalisasi Sungai Gupit dan Bengawan Solo.

Poin terakhir, jika tergugat telah menyetujui tawaran perdamaian yang kemudian dituangkan dalam akta perdamaian (akta van dading), namun di kemudian hari PT RUM melanggar kesepakatan dalam akta tersebut, maka seluruh harta benda milik tergugat menjadi milik para penggugat dan anggota kelompok.

“Jika mediasi gagal, maka proses hukum lanjut dengan pembacaan gugatan. Harapannya ada putusan pengadilan yang mengadili PT RUM atas tindakan perbuatan melawan hukum yang merugikan warga. Sehinggga tidak ada lagi pencemaran bau dan pencemaran lingkungan ke depannya,” imbuh Nasrul.

Menanggapi syarat yang diajukan warga tersebut, PT RUM meminta waktu untuk menjawab karena perlu merapatkan dengan para pemegang saham.

Hakim mediator, Ari Prabawa beserta hakim co-mediator, Rozza El Afrina, memberi waktu hingga Rabu (12/7/2023) kepada PT RUM untuk menjawab permintaan warga. Mediasi akan dilanjutkan pada Rabu dengan agenda Jawaban atas usulan Penggugat soal syarat perdamaian.

Tanggapan Pihak PT RUM

Sementara itu, kuasa hukum PT RUM, Dani Sriyanto, mengatakan perusahaan itu tengah menggodok proposal perdamaian tersebut.

“Tadi masih proses dari sana mengajukan tawaran, ini tawarannya masih kami bahas di jajaran direksi maupun pemegang regulasi PT RUM. Mungkin satu pekan berikutnya baru ada jawaban dari proposal yang ditawarkan itu,” jelas Dani saat ditemui Solopos.com seusai mediasi di Pengadilan Negeri Sukoharjo.

Ia juga memastikan kini PT RUM telah menghentikan operasionalnya selama class action berlangsung. Hal itu menurutnya dilakukan untuk menghormati keputusan hukum yang tengah berjalan.

Sementara itu, Direktur PT RUM, Mochamad Rachmat, yang juga hadir dalam mediasi tersebut membenarkan perusahaannya sedang berhenti operasi.

“Masih, masih berjalan prosesnya [class action], sementara ini tidak [beroperasi]. Saya tidak tahu [masih ada bau dari mana]. Sejak tahun lalu [sudah tidak beroperasi], bukan karena order maupun perintah pengadilan,” ungkapnya.

Ia menegaskan proses penghentian operasional tersebut bukan terjadi lantaran minimnya order.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya