SOLOPOS.COM - Ilustrasi suhu panas. (freepik.com)

Solopos.com, SOLO–Ahli lingkungan Universitas Sebelas Maret atau UNS Solo, Prabang Setyono, mengatakan selama Oktober ini masyarakat sebaiknya menghindari sumber gesekan yang bisa menimbulkan api dan kebakaran.

“Sekarang suhunya malah sudah mendekati 39°C. Nah kebakaran itu ada segitiga emasnya, modal utama tentu saja oksigen yang dibawa angin. Di lahan gundul tentunya mudah menimbulkan api, sementara di rumah percikan itu tidak hanya berasal dari korek api, tetapi juga elpiji bocor atau yang lainnya,” ujar Prabang saat dihubungi Solopos.com, Rabu (4/10/2023).

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Kondisi ini diperburuk dengan paparan sinar matahari yang bisa dengan mudah membakar benda-benda kering. Prabang mengingatkan pentingnya memiliki kanopi terutama secara alami dari pepohonan rindang.

Prabang juga mengingatkan ancaman yang mengintai dari cuaca panas selain kebakaran adalah pemuaian total suspended particulate (TSP) atau padatan kecil yang ada di atmosfer dan sering menjadi penyebab polusi udara.

Kondisi tersebut dapat menimbulkan kambuhnya asma bagi pengidapnya, serta gangguan pernapasan akut bagi orang lain.

Beberapa kondisi kesehatan yang bisa muncul lainnya adalah alergi debu dan udara kering. Kesehatan kulit menjadi salah satu yang terancam dari cuaca ekstrem.

Prabang juga menjelaskan kebakaran yang terjadi di area Hutan Lawu menyebabkan pemulihan habitat dan ekosistem berjalan sangat lama.

Sementara itu Koordinator Bidang Observasi dan Informasi BMKG Ahmad Yani Semarang, Giyarto, mengatakan jika radiasi matahari sedang di titik maksimal karena posisi gerak semu matahari sedang berada di selatan ekuator.

“Radiasi matahari lebih kuat saat matahari mulai keluar dan mulai hampir tenggelam, sekitar pukul 15.00-16.00 WIB radiasinya berkurang. Kondisi panas juga diperparah oleh massa udara kering sehingga kelembapan udara juga cukup kering,” ujar Giyarto saat dihubungi Solopos.com, Rabu (4/10/2023).

Kondisi panas juga terjadi akibat polusi yang terakumulasi lebih banyak di wilayah timur Kota Solo dibandingkan wilayah barat. Giyarto berpendapat angin yang dominan seperti itu berasal dari timur. Menurutnya, pengaruh perubahan iklim sudah mulai terasa.

BMKG memprediksi suhu panas Oktober akan lebih tinggi dibandingkan bulan-bulan lainnya, dan akan menurun seiring memasuki November. Namun, akhir Oktober masih akan terasa cukup panas karena memasuki masa pancaroba.

BMKG juga mengimbau bagi seluruh masyarakat Solo agar tidak membakar objek apapun tanpa pengawasan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya