Soloraya
Minggu, 19 Juni 2022 - 17:50 WIB

Cuaca Tak Menentu, Petani Cabai Kismantoro Wonogiri Gagal Panen

Luthfi Shobri Marzuqi  /  Ponco Suseno  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi tanaman cabai (JIBI/Harianjogja/Dok.)

Solopos.com, WONOGIRI — Sejumlah petani cabai di Kismantoro, Wonogiri mengalami gagal panen di tengah cuaca tak menentu. Hingga menjelang dasarian III Juni 2022, cuaca di Wonogiri masih sering hujan padahal mestinya sudah memasuki musim kemarau.

Ketua Asosiasi Petani Cabai Desa Ngroto, Kecamatan Kismantoro, Suratno, mengatakan lahan pertanian di daerahnya mencapai ratusan hektare. Mayoritas lahan di Kismantoro ditanami cabai. Sebanyak 70 persen tanaman cabai di Kismantoro mengalami gagal panen.

Advertisement

Cabai yang paling banyak ditanam petani di Kismantoro, yakni cabai merah keriting. Kondisi tanah di Kismantoro dinilai cocok ditanami cabai merah keriting. Di luar itu, terdapat pula cabai rawit dan cabai hijau.

Fenomena gagal panen yang dialami para petani menjadi salah satu penyebab harga cabai melesat dan stabil tinggi. Masih adanya guyuran hujan mengakibatkan penyakit tanaman cabai bermunculan, seperti patek.

Advertisement

Fenomena gagal panen yang dialami para petani menjadi salah satu penyebab harga cabai melesat dan stabil tinggi. Masih adanya guyuran hujan mengakibatkan penyakit tanaman cabai bermunculan, seperti patek.

“Musim tanam itu biasanya Januari-Februari. Sekarang ini harusnya sudah panen. Tapi nyatanya banyak yang gagal [periode Juni-Juli 2022]. Itu yang mendorong mahalnya harga cabai sekarang. Yang gagal panen merugi, yang lolos untung banyak,” kata Ratno saat dihubungi Solopos.com, Minggu (19/6/2022).

Baca Juga: PERTANIAN WONOGIRI : Punya Pasar Lelang Cabai, Ini Keuntungan bagi Petani Kismantoro

Advertisement

“Saat ini, mestinya harga cabai ada pada kondisi normal. Mahal-mahalnya harga cabai itu mestinya pas akhir tahun. Mulai November, Desember, hingga Januari. Di saat itu banyak yang enggak menanam karena biasanya gagal panen. Kalau berhasil panen, keuntungannya banyak. Kenek dinggo nguripi [Bisa buat menyambung hidup],” katanya.

Ketua Kelompok Tani Dusun Gupakan, Desa Pucung, Kecamatan Kismantoro, Mingan, mengatakan penyakit tanaman cabai dapat menular dengan cepat dalam kurun waktu 15 hari. Tanaman yang terserang penyakit bisa mati. Hal itu sudah dilaporkan ke Balai Penyuluh Pertanian (BPP).

“Bagi petani yang lolos [tidak gagal panen], memperoleh untung besar. Tengkulak yang biasa datang ke sawah petani biasanya dari Kabupaten Pacitan dan Ponorogo, Jawa Timur,” katanya.

Advertisement

Baca Juga: PERTANIAN WONOGIRI : Asyik, Petani Cabai Dapat Bantuan Rp30 Juta dari Pemkab

Terpisah, Kepala Desa (Kades) Jimbar, Kecamatan Pracimantoro, Sutrisno, mengatakan di daerahnya juga menjadi sentra tanaman cabai selain di Kismantoro. Total petani cabai di Jimbar mencapai 53 orang. Jumlah itu terdiri dari petani muda dan tua.

“Pada 9 Juni 2022 itu masih sehat, bagus kondisinya. Tetapi malamnya hujan mengguyur dan besoknya langsung layu,” katanya kepada Solopos.com, Minggu.

Advertisement

Sutrisno mengatakan luas lahan pertanian di Desa Jimbar mencapai 30 hektare. Selain cabai, terdapat pula tanaman hortikultura lainnya.

“Kondisi sekarang ini, banyak yang beralih dari menanam cabai ke hortikultura lainnya yang umur tanamnya pendek. Meski risiko gagal panen masih ada, setidaknya masih berpotensi panen daripada cabai yang waktu tanamnya empat hingga lima bulan,” terangnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif