SOLOPOS.COM - Penumpang BRT Trans Jateng Solo-Wonogiri dari Solo turun di Terminal Tipe C Wonogiri, Minggu (13/8/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Begitu turun dari Bus Rapid Transit atau BRT Trans Jateng Koridor VII Solo-Wonogiri di pemberhentian terakhir, Terminal Tipe C Wonogiri, Rabu (30/8/2023) pagi, Laras dan seorang kemenakannya bergegas masuk ke Pasar Kota Wonogiri.

Lebih kurang dua jam warga Jebres, Solo, itu berada di pasar itu. Saat keluar dari pasar, perempuan 32 tahun itu menenteng dua tak kresek berisi makanan dan sejumlah sayur. 

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

“Tadi turun dari bus langsung cari makan. Emang dari rumah niatnya mau sarapan di Wonogiri sih. Sarapan pecel di dalam, terus muter-muter dan beli beberapa macam jajanan nih,” kata Laras sembari menunjukkan isi kresek putih yang ia tenteng kepada Solopos.com.

Tampak beberapa jajanan pasar dalam kresek itu, salah satunya sambal cabuk khas Wonogiri. Rabu itu merupakan kali pertama Laras berkunjung ke Wonogiri menggunakan moda transportasi umum BRT Trans Jateng Solo-Wonogiri yang resmi beroperasi pada 8 Agustus 2023 lalu.

Dia sengaja datang ke Wonogiri untuk menjajal layanan angkutan umum terbaru itu. Niat datang ke Kota Sukses sebenarnya nyaris batal. Sebabnya, dia berpikir tak ada tempat yang bisa dikunjungi.

“Walaupun niatnya emang mau coba naik BRT, tapi kan sayang ya kalau enggak main sekalian ke mana gitu di Wonogiri,” ujar dia. Dia mengaku sudah mencari beberapa referensi tempat wisata yang tidak jauh dari Terminal Tipe C Wonogiri. Tetapi tidak ada yang menarik minatnya.

“Aku sudah beberapa kali ke sana [WGM] waktu aku dulu ke sini naik kereta [Batara Kresna]. Lagian kalau ke WGM kan harus oper dulu, naik angkot kan. Dulu sih aku bayar Rp20.000 ya naik angkot dari sini [terminal] ke WGM. Enggak tahu sekarang berapa,” ujar dia. 

BKPR diterapkan di Pasar Wonogiri di rumah saja BRT trans jateng wonogiri
Pasar Kota Wonogiri. Foto diambil beberapa waktu lalu. (Solopos/M. Aris Munandar)

Laras memutuskan pergi ke Wonogiri naik BRT Trans Jateng, tetapi sekadar wisata kuliner di pasar dekat terminal itu. Menurut dia, jika ada transportasi yang langsung menuju ke tempat-tempat wisata, sangat mungkin baginya tidak hanya berwisata kuliner di pasar. Sayangnya hal itu belum tersedia.

“Kemarin cari-cari di Google dan medsos, ada beberapa pilihan wisata jane. Misalnya Gunung Gandul itu dan Watu Cenik, aku tahu itu. Tetapi ya itu, akses ke sananya susah. Enggak ada angkutan ke sana kan,” ucap Laras.

Load Factor Meningkat saat Akhir Pekan

Salah satu penumpang BRT Trans Jateng lainnya, Lilis, juga menyampaikan hal serupa. Begitu tiba di Wonogiri, dia bersama rombongan kelompok senamnya bingung mau ke mana hingga akhirnya hanya berkunjung ke Pasar Kota Wonogiri.

Warga Pasar Kliwon, Solo, itu berkunjung ke Wonogiri karena ingin mencoba layanan BRT Trans Jateng. Selain itu diniatkan untuk jalan-jalan dan berwisata di Wonogiri. 

“Tadi ke pasar tok. Belanja beberapa sayuran dan jajanan. Belum ke Waduk [WGM]. Pengin ke sana bareng-bareng tadi. Tapi belum sempat. Bingung juga kalau ke sana naik angkutan atau minibus. Mungkin lain kali bisa langsung ke sana,” kata Lilis.

Petugas timer BRT Trans Jateng Solo-Wonogiri, Ricky Trisna, menyampaikan load factor atau tingkat keterisian BRT ketika hari kerja sekitar 70%. Sedangkan saat akhir pekan bisa tembus lebih dari 100%. Satu unit bus BRT berkapasitas maksimal 40 orang (20 kursi dan 20 berdiri).

Jumlah total unit bus yang beroperasi ada 14 unit. Tujuh unit bus dari Solo dan tujuh unit bus dari Wonogiri. Satu unit bus dalam sehari pulang dan pergi Solo-Wonogiri sebanyak tiga kali. Dengan begitu, dalam sehari ada 21 kali kedatangan penumpang ke Wonogiri maupun Solo.

wisata WGM wonogiri pengunjung BRT trans jateng
Pengunjung objek wisata Waduk Gajah Mungkur (WGM) Wonogiri piknik dengan menggelar tikar dan menikmati pemandangan waduk, Senin (1/5/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Dengan rata-rata tingkat keterisian penumpang sebanyak 70%, berarti ada sekitar 580 penumpang menuju Wonogiri dan sebaliknya setiap hari. Menurut Ricky, penumpang dari Wonogiri menuju arah Solo lebih banyak dibandingkan penumpang dari Solo menuju Wonogiri. “Kalau dibandingkan, kira-kira 10:6,” ucap dia. 

Dia menerangkan penumpang dari arah Wonogiri menuju Solo merupakan pekerja di pabrik-pabrik di Sukoharjo atau Solo. Sedangkan penumpang dari arah Solo ke Wonogiri lebih banyak bertujuan untuk jalan-jalan atau sekadar mencoba layanan BRT Trans Jateng. 

Berdasarkan pengamatannya, penumpang dari arah Solo yang turun di Wonogiri masih banyak yang sekadar jalan-jalan di sekitar Pasar Wonogiri. Banyak dari mereka yang bawa oleh-oleh ketika kembali ke Solo. Penumpang asal Solo itu biasanya tidak lama berada di Wonogiri.

Kepala Pasar Wonogiri, Baloeng, mengungkapkan sejak ada BRT Trans Jateng Solo-Wonogiri ada peningkatan jumlah pengunjung ke pasar, terutama saat akhir pekan. Dia tidak menyebutkan detail berapa peningkatan jumlah pengunjung itu.

Objek Wisata WGM Belum Terdampak

“Kalau saya amati, memang ada peningkatan pengunjung. Yang paling signifikan itu Sabtu-Minggu. Itu peningkatannya signifikan. Biasanya mereka berburu kuliner di pasar,” kata Baloeng.

Sementara itu, Kepala Unit Pelaksana Teknis Objek Wisata WGM Wonogiri, Pardiyanto, menyampaikan sejak BRT Trans Jateng beroperasi tidak ada peningkatan pengunjung. Kehadiran layanan angkutan umum bersubsidi itu belum berpengaruh banyak terhadap tingkat kunjungan di objek wisata unggulan Wonogiri itu.

Bahkan saat akhir pekan pun tingkat kunjungan di sana sama saja seperti akhir pekan biasanya. “Jadi bisa dikatakan belum ada dampak signifikan. Jumlah pengunjungnya masih sama, kalau weekday sekitar 200 orang, sedangkan weekend sekitar 1.000 orang. Enggak ada lonjakan jumlah pengunjung,” ungkap Pardiyanto.

Senada, Ketua Paguyuban Sopir Angkot Wonogiri, Suprapto, juga mengungkapkan belum ada peningkatan jumlah penumpang angkot yang signifikan setelah ada BRT Trans Jateng. Termasuk angkot bertrayek Terminal Tipe C Wonogiri hingga objek wisata WGM. “Kalau pun meningkat, jumlahnya enggak signifikan,” katanya.

Dia menyebut layanan angkot Wonogiri ada tiga trayek yang meliputi terminal-objek wisata WGM Wonogiri, terminal-Pokoh, dan terminal-Krisak, Selogiri. Hanya ada satu trayek yang langsung menuju tempat wisata.

Tarif angkot minimal Rp4.000/orang. Tetapi biasanya wisatawan yang akan menuju tempat wisata mencarter angkot agar tidak perlu menunggu lama sampai angkot itu terisi penuh penumpang.

Patung semar berdiri di dekat batu raksasa yang lebih dikenal dengan nama Plintheng Semar. Foto diambil Jumat (22/11/2016). (Rudi Hartono/JIBI/Solopos) BRT trans jateng wonogiri
Patung semar berdiri di dekat batu raksasa yang lebih dikenal dengan nama Plintheng Semar. Foto diambil Jumat (22/11/2016). (Rudi Hartono/JIBI/Solopos)

“Misalnya mau ke WGM, nanti tinggal nego saja sama sopirnya, mau berapa. Ada yang Rp50.000 atau lebih sekali jalan. Ke Watu Cenik juga atau tempat wisata lain juga bisa, pakai sistem carter, karena enggak ada trayek ke sana,” jelas dia.

Kepala Dinas Pemuda Olahraga dan Pariwisata Wonogiri, Haryanto, menjelaskan ada beberapa penumpang BRT Trans Jateng dari Solo yang berwisata ke objek wisata WGM. Tetapi memang belum banyak. 

Wisata Wonogiri Kurang Branding dan Promosi

Menurut dia, Pemkab Wonogiri sebenarnya sudah menyiapkan objek-objek wisata di sekitar pusat kota Wonogiri. Misalnya selain objek wisata WGM ada taman Plinteng Semar atau objek wisata yang dikelola desa dan swasta. 

“Contohnya wisata Gunung Gandul, itu kan dekat dengan terminal dan dikelola swasta,” ujar Haryanto. Kendati demikian, dia tak memungkiri branding dan promosi sektor wisata di Wonogiri belum optimal, sehingga masih banyak wisatawan dari luar yang bingung ketika berkunjung ke Wonogiri.

“Iya ini PR [pekerjaan rumah] kita bersama untuk meningkatkan branding dan promosi wisata,” ucap dia.

Pantauan Solopos.com di laman resmi tourist information center Wonogiri, tic.wonogirikab.com, sebenarnya sudah ada beberapa tempat wisata di Wonogiri, mulai wisata alam, buatan, maupun sejarah.

Hanya, belum semua objek wisata yang terdaftar itu memiliki deskripsi dan foto yang lengkap yang bisa menggambarkan kondisi nyata objek wisata tersebut. 

Di sisi lain, tidak ada rekomendasi atau petunjuk bagaimana cara mencapai objek wisata itu. Selain itu, belum semua tempat wisata tercatat dalam laman itu, misalnya wisata hutan Gunung Gandul yang relatif dekat dengan terminal dan pusat Wonogiri.

wisata ketinggian wonogiri BRT trans jateng
Spot selfie di Gunung Gandul Hill Top, Kelurahan Giriwono, Kecamatan/Kabupaten Wonogiri, Jumat (17/3/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Penelitian dan Pengembangan (Bappeda Litbang) Wonogiri, Heru Utomo, menyatakan salah satu upaya Pemkab Wonogiri menyambut kehadiran layanan BRT Trans Jateng yaitu dengan pemanfaatan lantai III pasar Wonogiri untuk menjadi pusat kegiatan ekonomi kreatif, khususnya untuk kalangan anak muda. 



Tempat itu akan berkonsep seperti Hallway Space di Pasar Kosambi Bandung. Kelak, lantai III Pasar Wonogiri itu akan terintegrasi dengan layanan BRT Trans Jateng Solo-Wonogiri.

“Nanti bus itu akan lewat di lantai III dan harapannya bisa menurunkan penumpang di sana. Jadi, penumpang dari arah Solo bisa langsung turun dan berkunjung ke pusat ekonomi kreatif itu,” jelas Heru.

Dishub Menunggu Evaluasi BRT

Di sisi lain, Heru juga sudah berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan Wonogiri untuk menata ulang trayek angkot Wonogiri. Hal itu bertujuan agar angkot-angkot tersebut bisa melayani penumpang yang akan menuju ke objek-objek wisata di sekitar Wonogiri. 

Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil Menengah Perindustrian dan Perdagangan (KUKM Perindag) Wonogiri, Wahyu Widayati, menyampaikan pemanfaatan lantai III masih dalam tahap rencana. Dia juga belum bisa memastikan kapan hal tersebut bisa mulai digarap.

Namun, yang jelas lantai III Pasar Wonogiri itu akan menjadi sentra ekonomi kreatif dengan pelaku dan segmen pasar anak-anak muda di Wonogiri dan sekitarnya.

Dia memerinci konsep dasar pemanfaatan lantai III Pasar Wonogiri antara lain dengan menggandeng pelaku usaha kopi, clothing, karaoke, hingga spa. Lantai III pasar itu kelak bakal didesain bersekat-sekat seperti kios. Pelaku usaha di lantai itu tetap harus warga Wonogiri.

“Jadi nanti bisa menjadi pusat nongkrong anak-anak milenial dan anak-anak muda saat ini. Di Wonogiri kan belum ada itu. Tetapi ini masih tahap wacana. Kami belum bisa ngomong banyak,” kata dia.

Kepala Dinas Perhubungan Wonogiri, Waluyo, mengatakan akan melakukan evaluasi berkala terlebih dulu sebelum mengambil kebijakan ihwal penyediaan layanan transportasi yang terintegrasi. Dishub Wonogiri akan menunggu apakah penumpang BRT Trans Jateng akan selalu ramai atau tidak. 

“Kami akan evaluasi dulu, mungkin per bulan. Kalau memang nanti animonya tinggi, kami koordinasikan dengan angkutan kota. Bakal kami optimalkan lagi trayek-trayek menuju tempat wisata di sekitar Kota Wonogiri,” jelas Waluyo.



 





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya