Soloraya
Minggu, 21 Agustus 2016 - 21:00 WIB

"Curhat" Sekda Sragen Soal Rokok, dari Tingwe Hingga Harga Rp50.000

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Tatag Prabawanto (JIBI/SOLOPOS/Indah Septiyaning Wardani)

Harga rokok Rp50.000 mengingatkan Sekda Sragen soal pengalaman panjangnya merokok, dari tingwe hingga rokok putih.

Solopos.com, SRAGEN — Wacana penaikan harga rokok menjadi Rp50.000 ditanggapi serius oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Sragen Tatag Prabawanto. Entah ada kaitannya atau tidak, Tatag yang merupakan pecandu rokok, khawatir soal ancaman bagi orang-orang yang hidup dalam industri tembakau dan rokok.

Advertisement

Aroma kopi hitam menyeruak saat seorang pembantu rumah tangga menghidangkan dua cangkir di meja santai. Cemilan ringan menjadi teman untuk menikmati kopi hangat. Sambil menyebul asap rokok putih, Sekretaris Daerah (Sekda) Tatag Prabawanto berkelakar ringan dengan wartawan di depan garasi rumahnya di Kampung Karangdowo, Kelurahan Sragen Tengah, Sragen, Minggu (21/8/2016).

Wacana menaikan pajak cukai yang berimplikasi terhadap naiknya harga rokok sampai Rp50.000/bungkus menjadi obrolan menarik siang itu. Tatag merupakan salah satu pecandu rokok. Kebiasaan merokok menjadi penunjang kinerjanya saat menjadi Sekda Sragen maupun menjadi Kepala Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Karanganyar beberapa waktu lalu.

“Naiknya harga rokok akan berpengaruh pada ongkos produksi. Industri rokok dalam negeri bisa kolaps dan berapa ribu karyawan yang jadi pengangguran. Bagaimana pula nasib petani tembakau? Produsen rokok putih bisa mendominasi pasar dalam negeri. Semua itu harus menjadi pertimbangan,” ujar Tatag sambil menikmati rokok putih seharga Rp19.000/bungkus itu.

Advertisement

Tatag coba-coba merokok sejak masih duduk di kursi kelas V sekolah dasar (SD). Dia tertarik dengan pembantu yang sering merokok model tengwe alias nglinteng dewe atau melipat rokok sendiri dengan menggunakan tembakau campuran cengkeh, wur, dan seterusnya. Dari coba-coba itulah, Tatag mulai gemar merokok. Pada usia sekolah menengah pertama (SMP), Tatag berani membeli rokok produksi PT Djarum seharga Rp20/bungkus. Sejak itu, alumnus SMP Bintang Laut Solo itu sering berganti-ganti rokok.

“Kegiatan merokok itu saya lakukan sembunyi-sembunyi sampai SMA. Setelah berkeluarga, saya baru berani terang-terangan merokok di hadapan orang tua. Sebenarnya orang tua juga tahu saya merokok lama dengan melihat bibir saya,” ujarnya. Baca juga: Bayangan Kelam Jika Harga Rokok Rp50.000.

Dari enam bersaudara, hanya Tatag yang memiliki kebiasaan merokok. Bapaknya pun tak memiliki kegemaran merokok. Anak laki-lakinya juga tidak mau meniru kebiayaan merokok Tatag. Kini, Tatag bisa menghabiskan dua bungkus rokok putih dalam sehari. Selama satu jam ngobrol bersama wartawan, Tatag sudah menghabiskan tiga batang rokok.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif