SOLOPOS.COM - Salah satu tempat berkumpulnya para TKI di Taichung, Taiwan. (Youtube/Haria Bimo)

Solopos.com, KARANGANYAR — Tahun 2022 menjadi tahun yang menggembirakan bagi masyarakat Indonesia. Setelah dua tahun dilarang, pemerintah kini membolehkan warga mudik Lebaran.

Meski begitu, ada sebagian warga perantauan yang tidak bisa merasakannya dinamika mudik, yakni mereka yang bekerja di luar negeri alias tenaga kerja Indonesia (TKI). Selain karena jarak yang jauh dan ongkos mudik yang mahal, mereka juga terikat kontrak kerja. Selain itu, di beberapa negara tempat TKI bekerja, pandemi Covid-19 masih mewabah sehingga masih ada pembatasan bepergian.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Seperti dialami Novi Lestari, TKI asal Desa Pendem, Kecamatan Mojogedang, Kabupaten Karanganyar yang bekerja di Taichung, Taiwan sejak 2019. Pada Lebaran 2022 ini ia belum bisa pulang karena Covid-19 yang masih menerpa daerahnya. Kondisi tersebut membawa konsekuensi terhadap ongkos mudik yang mahal.

“Setelah kerja dua tahun saya sebenarnya boleh ambil cuti sepekan untuk pulang [Lebaran]. Tapi karena Covid-19 masih ada, ogkos pulang-pergi jadi lebih mahal, total sekitar Rp35 juta. Kalau tidak ada Covid-19 paling separuhnya,” ujarnya saat berbincang dengan Solopos.com, melalui sambungan telepon, Senin (18/4/2022).

Sehingga tahun ini harus rela berlebaran di negeri orang seperti tahun sebelumnya. “Ya mau bagaimana lagi, namanya kerja ya harus dijalani. Lebaran jauh dari rumah,” imbuh Novi yang bekerja mengurus anak pada sebuah keluarga di Taichung ini.

Baca Juga: Cerita Suka Duka Perantau asal Karanganyar Ramadan di Luar Negeri

Ia mengatakan ada banyak warga perantauan asal Indonesia di kota tersebut yang akan merayakan Lebaran di sana, termasuk asal Karanganyar. Berdasarkan pengalaman tahun lalu, sedikitnya 500 muslim Indonesia di sekitar tempat tinggalnya yang melaksanakan Salat Id di masjid setempat.

Keberadaan warga Indonesia di Taichung menjadi pelipur bagi Novi atas kerinduan berlebaran di kampung halaman. “Saat hari raya, kita Salat Id di sebuah masjid yang jaraknya 25 menit naik mobil dari rumah. Ada sekitar 500 orang Indonesia yang ikut berjamaah. Rasanya seperti Salat Id di Indonesia meskipun tetap tidak seperti di kampung halaman,” kata ibu satu anak ini.

Biasanya, usai Salat Id para TKI ini pergi ke rumah makan dan bersilaturahmi antar-warga Indonesia. Di sana mereka makan bersama dengan menu masakan Indonesia yang sudah dipesan sebelumnya oleh perwakilan TKI.

Baca Juga: Ini Dia Program Mudik Gratis yang Bisa Diakses Perantau Karanganyar

Sementara itu, TKI lainnya di Jepang, Taufik Tri Widianto, mengatakan tidak terlalu risau meski tak berlebaran di kampung halaman. Menurut warga Jatipuro, Kabupaten Karanganyar, ini merayakan hari raya di mana pun tetap bisa dinikmati.

“Kalau di rumah memang menyenangkan ada keluarga. Tetapi kalau di perantauan juga menyenangkan karena ada teman-teman,” ujar Taufik yang menginjak tahun ketiga bekerja di Kota Tokyo.

Hal yang sama dirasakan Andiku Santoso, TKI asal Kecamatan Kerjo, Kabupaten Karanganyar yang bekerja Toyama, Jepang. Ia mengaku sudah siap mental saat berangkat merantau sekitar dua pekan lalu.

Baca Juga: Kapolda Jateng Imbau Pemudik Lalui Jalur Selatan, Waspadai Ini

“Sudah diniati bekerja jauh dari rumah dalam jangka waktu lama. Jadi Lebaran pastinya tidak bisa di rumah. Inginnya tentu Lebaran di rumah, tetapi kadang kita harus rela keinginannya tidak tercapai,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya