SOLOPOS.COM - Sejumlah pekerja sibuk membuat sapu lidik di UMKM sapu lidi Dukuh Bunder, Desa Kedungwaduk, Kecamatan Karangmalang, Sragen, Sabtu (12/3/2022). (Solopos.com/Wahyu Prakoso)

Solopos.com, SRAGEN — Berkat sapu lidi, seorang warga Desa Dukuh Bunder, Desa Kedungwaduk, Kecamatan Karangmalang, Sragen, Haryono, mampu memberdayakan 40 emak-emak di lingkungan setempat.

Usaha pembuatan sapu lidi ini dimulai Haryono sejak 2018, tepatnya setelah ia memutuskan pulang dari rantau dan membuka usaha sendiri. Pria 42 tahun itu pernah merantau ke Kalimantan hingga Merauke. Haryono memberdayakan emak-emakn di lingkungan sekitarnya lewat usaha pembuatan sapu lidi yang ia bikin.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Emak-emak ini mengambil bahan sapu lidi di tempat Haryono lalu membuat sapu lidi di rumah masing-masing. Setelah jadi kemudian disetorkan ke tempatnya Haryono untuk dipasarkan. Setiap satu buah sapu lidi yang dibuat emak-emakn ini mendapat upah Rp500. Semakin banyak sapu lidi yang dibuat, semakin banyak upah yang bisa dikantongi emak-emak.

Baca Juga: Warga Sragen Sulap Biji Klenteng Menjadi Minyak Goreng Alternatif

“Lidi-lidi ini sudah disetori dari Banyuwangi, Pacitan, dan Pangandaran. Dalam sepekan bisa 10 ton lidi yang diproses menjadi 20.000 buah sapu. Sapu-sapu itu kemudian dijual ke bakul dengan harga Rp6.000/buah. Bakul bisa menjual sapu itu dengan harga Rp10.000/buah sehingga selisih harga itu menjadi hak bakul. Semua pekerja di sini borongan, tidak ada yang harian,” ujar pria yang akrab disapa Hary itu saat berbincang dengan Solopos.com, Sabtu (12/3/2022).

Omzet Rp120 Juta

Omzet usaha Hary per bulan bisa mencapai Rp120 juta. Ia memiliki delapan pekerja borongan di tempat produksi di luar 40 emak-emak tadi. Para pekerja itu bisa mendapatkan upah sampai Rp100.000/orang kalau lembur.

“Sebenarnya permintaan dari luar Jawa banyak, seperti dari Kalimantan Timur dan Sumbawa. Kadang-kadang barang yang dikirim tak segera dibayar sehingga kalau tidak memiliki modal lebih akan kerepotan sendiri. Sekarang mainnya lokalan dengan menyediakan armada untuk berjualan,” ujar Hary.

Ia menyebut sapu lidi produksinya dikulak pedagang yang berkeliling menggunakan motor dan mobil pikap. Wilayah berjualan mereka bisa sampai Gunungkidul, DIY.

Baca Juga: Bhabinkamtibmas Ini Buat Lembaga Bantu Anak Yatim dan Dhuafa di Sragen

Hary bercerita soal pengalamannya merekrut karyawan tetap. Sayangnya, semua berjalan tak sesuai harapan. Karyawan itu bekerja seenaknya dan tak memenuhi target. Akhirnya Hary memutuskan untuk tak lagi mempekerjakan karyawan tetap, melainkan menggunakan jasa tenaga borongan.

Hary merintis usaha pembuatan sapu lidi itu setelah usahanya bangkrut dan memiliki utang hingga Rp2 miliar. Setelah utang itu lunas, ia kembali memulai usaha dari nol. “Pernah anak saya itu tidak makan selama dua hari. Jatuh bangun sudah saya lakoni. Sekarang dengan usaha sapu lidi ini saja bisa jalan baik sudah bersyukur,” jelasnya.

Seorang pekerja borongan, Tri Waluyo, 28, mengaku sudah tiga tahun bekerja pada Hary. “Kalau ada bahan diambil terus dibawa pulang. Kalau ada bahan dijemur berarti ada barang. Biasanya setiap satu sapu itu mendapat upah Rp400,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya