SOLOPOS.COM - Informasi Pencegahan Demam Berdarah (Dok/JIBI/Solopos)

Demam berdarah Sukoharjo terus diwaspadai oleh Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) setempat. Pada 2014 lalu, angka kematian akibat DBD di Sukoharjo mencapai 10 orang.

Solopos.com, SUKOHARJO –  Angka kematian akibat demam berdarah dengue (DBD) di Sukoharjo pada 2014 lalu menyentuh angka 10 orang. Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sukoharjo mengimbau masyarakat cepat merespons temuan kasus DBD untuk meminimalisasi korban jiwa.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Kasi Pengendalian Penyakit Bidang Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sukoharjo, Bambang Sudiyono, saat ditemui di kantornya, akhir pekan lalu, menilai angka kematian pada 2014 tersebut termasuk tinggi.

Pada tahun ini pihaknya bertekad menekan angka tersebut. Menurut dia, kematian penderita DBD dapat diminimalisasi apabila keluarga penderita secepat mungkin merespons. Kebanyakan keluarga penderita, kata Bambang, kerap berganti dokter saat memeriksakan penderita DBD.

Dia mencontohkan kasus yang dialami penderita DBD yang awalnya belum terdiagnosis. Ketika dokter pertama belum mengetahui penyakit yang diderita pasien, keluarga penderita memilih beralih dokter.

Dokter pertama, kata Bambang, belum bisa menyampaikan diagnosis karena harus menunggu hasil laboratorium. Hal tersebut kembali terulang ketika pasien diperiksakan ke dokter lain.

“Pas dokter terakhir DBD sudah terdiagnosis parah. Lebih baik memeriksakan pasien ke salah satu dokter. Apabila sudah ada kecurigaan lebih baik langsung cek darah pasien ke laboratorium. Kalau lebih awal diketahui penanganan DBD bisa lebih maksimal,” terang Bambang.

Masyarakat, lanjut dia, juga harus cepat merespons jika mengetahui ada kasus DBD. Bambang meminta warga proaktif memantau kondisi lingkungan. Apabila ditemukan penderita DBD, imbuh dia, warga diimbau melapor ke puskesmas terdekat atau dapat langsung melapor ke DKK.

“Yang harus diutamakan adalah PSN [pemberantasan sarang nyamuk]. Kalau PSN dilakukan secara rutin dan setiap warga melaksanakan niscaya keluarga akan terbebas DBD,” tutur Bambang.

Selama ini menurut dia masyarakat hanya mengetahui pembasmian nyamuk pembawa virus dengue, aedes aegypti, hanya dengan fogging atau pengasapan. Bambang mengatakan anggapan tersebut harus diubah. Dia menjelaskan fogging merupakan langkah akhir apabila di suatu wilayah ditemukan kasus DBD yang sudah ada penularan.

“Warga masih fogging minded, sedikit sedikit minta fogging. Perlu diketahui fogging ada dampaknya di masyarakat karena menggunakan pestisida,” tandas Bambang.

Petugas Epidemiologi DKK, Dwi Purwanto, menambahkan pemantauan kondisi lingkungan rutin dilaksanakan kader kesehatan di setiap puskesmas masing-masing kecamatan. Pantauan dilakukan secara door to door. Seperti diketahui 16 kelurahan/desa di Sukoharjo dikategorikan sebagai wilayah endemis DBD.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya