SOLOPOS.COM - Ilustrasi nyamuk penyebar DBD (JIBI/dok)

Demam berdarah Sukoharjo semakin mengganas. Dalam 38 hari, tercatat  penderita DBD mencapai 30 orang.  

Solopos.com, SUKOHARJO — Dalam tempo 38 hari, sejak tanggal 1 Januari hingga 7 Februari 2015, penderita demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Sukoharjo mencapai 30 orang. Lima di antaranya ditetapkan sebagai penderita dengue shock syndrome (DSS) atau DBD tingkat lanjut yang ditandai dengan kegagalan sirkulasi.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sukoharjo, dari 30 kasus demam berdarah itu tidak ada korban yang meninggal. Sedangkan penderita DBD didominasi kelompok anak umur 10-14 tahun (13 kasus), anak umur 5-9 tahun (9 kasus), dan lainnya kelompok umur di atas atau di bawah kelompok umur itu.

Kepala DKK Sukoharjo, dr. Guntur Sugiyantoro, mengatakan tahun ini ada 10 kecamatan yang ditetapkan sebagai kawasan endemis DBD. Ini dikarenakan kecamatan tersebut selama tiga tahun terakhir terdapat kasus demam berdarah. Sedangkan kecamatan yang paling banyak kasusnya yaitu Kecamatan Sukoharjo (tujuh kasus), disusul Kecamatan Polokarto (empat kasus), serta Mojolaban dan Kartasura (tiga kasus).

Alhamdulillah sejauh ini belum ada korban jiwa dan semoga tidak ada korban jiwa,” katanya saat diwawancarai wartawan di kantornya, Kamis (12/2/2015).

Dia juga mengatakan dibandingkan periode yang sama tahun lalu, jumlah kasus DBD di Sukoharjo pada 2015 cenderung menurun. Namun, untuk data detailnya ia tidak mengetahui secara pasti.

“Kalau jumlah total kasus DBD di 2014 yaitu 220 kasus dan jumlah korban yang meninggal sebanyak 10 orang,” terang dia.

Menurutnya, wabah DBD diperkirakan terus terjadi hingga April 2015. Untuk itu warga diminta melakukan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) secara mandiri.

“Justru nyamuk Aedes aegypti yang menyebabkan DBD itu biasanya mudah berkembang biak saat hujannya tidak terlalu sering, semisal sehari hujan sehari tidak. Tetapi, jika hujannya terus menerus dimungkinkan jentik-jentik nyamuk akan tersapu air hujan,” jelas dia.

Guntur juga menerangkan setiap ada kasus DBD, puskesmas di wilayah yang terkena DBD akan melakukan penyelidikan selama tiga pekan. Setelah dinyatakan sebagai endemis DBD, petugas akan melakukan fogging atau pengasapan.

Kepala Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) DKK Sukoharjo, Budi Raharjo, mengatakan tingkat kesadaran masyarakat untuk memberantas jentik nyamuk masih minim. Hal itu sesuai dengan hasil pengamatan dari DKK mengenai angka bebas jentik (ABJ) di sejumlah kecamatan.

“Masih banyak kecamatan yang angka ABJ-nya di bawah 95%, ini berarti masih banyak kecamatan dengan jumlah jentik nyamuk cukup tinggi,” terangnya.

Dia juga menambahkan selain mewaspadai wabah DBD, warga juga diminta untuk mewaspadai wabah Chikungunya. Hingga kini, sudah ada 20 kasus Chikungunya yang terjadi di Kecamatan Gatak.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya