SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Oleh: Aries Susanto

Hari masih gelap ketika Ny Partini terbangun dari tidur lelapnya. Pagi hari selepas sembahyang subuh, ia pun melangkah ke Kali Woro.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Tak ada bekal yang ia bawa, selain sekup, keranjang, dan niat dalam hati untuk mencari sesuap nasi dari limpahan pasir Merapi.

“Kalau tak ada hujan, bisa dapat dua rit sehari. Tapi, akhir-akhir ini hujan terus,” ujar Partini, warga Desa Talun Kecamatan Kemalang.

Jumat (10/12) siang itu, Partini memang kurang beruntung. Hujan yang tiba-tiba mengguyur deras, membuatnya harus menepi dan beristirahat di bibir Kali Woro.
Padahal, ia bersama delapan perempuan penggali pasir lainnya belum genap mengumpulkan satu rit pasir yang telah dipesan. Di bawah gubuk reot penuh celah berlubang itu, mereka pun menanti hujan reda sambil bercerita tentang pasir-pasir Merapi yang tersohor karena kualitas supernya.

“Sudah lima hari ini kami mencari pasir di sini. Lumayan, hasilnya bisa untuk beli beras,” sahut Ny Jumini, pencari pasir lainnya.

Partini dan kawan-kawannya adalah potret perempuan perkasa dari lereng Merapi. Mereka tak berpangku tangan meski baru saja dilanda bencana.

Mereka bangkit dan kembali memutar roda ekonomi keluarganya meski harus berkawan risiko. Setiap kabut pagi tiba, mereka selalu bergegas ke Kali Woro menjadi perempuan penggali pasir.

Bersama delapan orang lainnya, mereka pun saling membahu menggali dan menaikkan pasir Kali Woro ke bak truk terbuka.

“Satu rit-nya dihargai Rp 170.000. Jadi, setelah kami bagi delapan, ya dapat sekitar Rp 21.000,” terang Jumini.

Uang sebanyak itu memang tak seberapa jika dibandingkan dengan kerja keras dan segala risikonya. Sebab, untuk bisa mengumpulkan satu rit, mereka harus berangkat pagi buta. Jika hujan deras datang, mereka pun harus berhenti dengan menyimpan perasaan penuh waswas.

“Kalau hujan, sering banjir lahar dingin. Kami pilih menjauhi Kali Woro. Agar truk tak kejebak,” terang Joko Pariyatno, sopir truk penadah pasir.

Jumarno, Kepala Desa Talun, Kemalang mengaku salut dengan kegigihan perempuan-perempuan desa yang rela menjadi penggali pasir demi masa depan keluarga dan anak-anaknya.

Rasa cemas itu memang ada. Namun, siapa yang sanggup mencegah sebuah tekad untuk bangkit kembali setelah bencana Merapi itu lewat.

“Dulu mereka itu hanya merumput. Namun, sejak berkah pasir Kali Woro meluap, ibu-ibu itu rela menjadi penggali pasir setiap hari. Kami hanya pesan agar tetap berhati-hati,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya