Soloraya
Kamis, 23 Maret 2017 - 23:40 WIB

Desa Karangpakel Klaten Disebut Kampung Onthel, Begini Ceritanya

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Anggota Komunitas Onthel Karangmojo (Konek) berkumpul di halaman rumah Bejo, Ketua RT 007, Dukuh Karangmojo, Desa Karangpakel, Kecamatan Trucuk, Kamis (23/3/2017). (Taufiq Sidik Prakoso/JIBI/Solopos)

Desa Karangpakel, Kecamatan Trucuk, Klaten, dikenal sebagai kampung onthel.

Solopos.com, KLATEN — Sepeda onthel bercat hitam bertengger di papan nama Dukuh Karangmojo, RT 007/RW 003, Desa Karangpakel, Kecamatan Trucuk. Di bawah sepeda itu terpampang tulisan Kampung Onthel.

Advertisement

Itulah sebutan baru yang diberikan oleh warga setempat terhadap kampung mereka. Beberapa bulan terakhir, warga desa tersebut ramai-ramai memiliki sepeda onthel. Adalah Bejo Pujosuwarno, 58, pria yang kali pertama menginisiasi pembentukan kampung onthel di Desa Karangpakel.

Niat Bejo yang juga Ketua RT 007 itu membentuk Kampung Onthel berawal dari keprihatinan melihat kondisi salah satu alat transportasi tersebut. Hal ini menyusul banyaknya sepeda onthel warisan para orang tua yang dibiarkan menganggur hingga rusak bahkan dijual oleh pemiliknya.

Advertisement

Niat Bejo yang juga Ketua RT 007 itu membentuk Kampung Onthel berawal dari keprihatinan melihat kondisi salah satu alat transportasi tersebut. Hal ini menyusul banyaknya sepeda onthel warisan para orang tua yang dibiarkan menganggur hingga rusak bahkan dijual oleh pemiliknya.

Dari situ, ia pun mengusulkan agar sepeda onthel kembali dilestarikan oleh warga. “Itu saya sampaikan saat pertemuan di balai desa. Saat itu saya sampaikan ‘onthel tinggalane mbah-mbahku, mbah-mbahmu meh punah. Mbok ayo tinggalane mbah e dewe dilestarike. Nak iyo, ayo diprogram bareng-bareng [sepeda onthel peninggalan kakek mau punah. Ayo peninggalan leluhur kita dilestarikan. Kalau iya, ayo diprogram bersama-sama]’,” tutur Bejo mengisahkan pertemuan di balai desa pada 2016 lalu saat ditemui Solopos.com di rumahnya, Kamis (23/3/2017).

Usulan Bejo direspons positif oleh masyarakat setempat. Mereka mulai merawat kembali sepeda onthel yang sebelumnya dibiarkan menganggur. Hal yang sama dilakukan Bejo dengan merawat dua sepeda onthel warisan kakek buyutnya.

Advertisement

Lambat laun, jumlah warga yang tergabung dalam komunitas bertambah. Berawal dari 20 orang, komunitas itu kini beranggotakan 50 orang, yang semuanya aktif mengikuti kegiatan komunitas.

“Anggota kami mulai dari bapak-bapak, ibu-ibu, hingga kalangan remaja. Akhir-akhir ini ada yang mengajukan untuk mendaftar lagi sebanyak 90 orang. Anggota sementara memang sebagian besar berasal dari RT 007,” kata pria yang bekerja sebagai buruh itu.

Tak sekadar bersepeda menjelajahi Kabupaten Bersinar, komunitas warga itu juga iuran Rp10.000/orang untuk makan serta minum. Warung soto menjadi jujugan warga saat istirahat saban kegiatan sepeda santai.

Advertisement

Sementara itu, sisa iuran disimpan dan dikumpulkan untuk membiayai kegiatan sosial. “Kegiatan sosial seperti membantu anak yatim piatu serta janda tua dengan kondisi kurang mampu. Rencananya ke depan seperti itu. Saat ini, sisa uang masih digunakan untuk membiayai kegiatan komunitas kami. Semuanya berjalan pelan-pelan,” ungkapnya.

Bejo berharap komunitas tersebut semakin besar dengan merangkul seluruh warga di wilayah Karangpakel. Komunitas itu bakal dikukuhkan pemerintah desa setempat pekan depan. “Kami tidak memaksa warga untuk mengikuti kegiatan ini. Semua tergantung keikhlasan dari masing-masing warga,” tutur dia.

Kades Karangpakel, Sri Sugiyanto, mengapresiasi inisiasi warga membentuk komunitas tersebut. Selain bisa melestarikan peninggalan leluhur, kegiatan itu juga mengajak warga untuk hidup sehat dengan berolahraga sepeda.

Advertisement

“Ini juga menjadi media menjaga kekompakan warga. Tentu kami memberikan dukungan moral, moril, atau materiil,” urai dia.

Pria yang juga anggota Konek itu menjelaskan kampung onthel bakal terus dikembangkan. Ia berharap apa yang dilakukan warga menjadi salah satu ciri khas desa yang berbatasan dengan Kecamatan Kalikotes tersebut.

Merek sepeda onthel yang dimiliki warga bermacam-macam seperti Rally, Humber, Phoenix, serta Fongers. Sebagian anggota komunitas itu mengendarai sepeda yang merupakan peninggalan leluhur mereka. Sebelumnya, sepeda-sepeda itu tak terurus.

Umur sepeda pun beragam. Bejo mencontohkan sepeda warisan leluhur yang ia miliki berumur lebih dari 50 tahun. “Hampir separuh itu menggunakan sepeda peninggalan leluhur. Kalau yang sebagian itu ada yang membeli. Kalau biaya untuk memperbaiki juga beragam. Paling tidak Rp600.000-Rp1 juta. Sementara, harga jual sepeda yang dikendarai warga berkisar Rp1 juta-3 juta,” urai Bejo.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif