SOLOPOS.COM - Desy Ratnasari (Instagram.com)

Solopos.com, SUKOHARJO – Pameran foto dan arsip di Pendapa Kantor Kecamatan Baki, Sukoharjo, Jumat-Minggu (27-29/10/2023) mengungkap banyak fakta menarik. Salah satunya terkait lokasi syuting sinetron yang dibintangi oleh Desy Ratnasari dan Marini Zumarnis di wilayah Baki Sukoharjo.

Pegiat sejarah dari Komunitas Mbakombaki, Surya Harjono, menceritakan pada 1995 di belakang Kecamatan Baki pernah digunakan untuk pengambilan gambar artis ternama pada masa itu yakni Desy Ratnasari, Marini Zumarnis dan beberapa artis lain yang membintangi sinetron berjudul Bukan Bintang Biasa. “Peristiwa tersebut juga lekat dalam memori sejarah masyarakat Baki,” kata Surya saat ditemui Solopos.com di sela-sela pameran.

Promosi Strategi Telkom Jaga Jaringan Demi Layanan Telekomunikasi Prima

Pegiat sejarah dan masyarakat Baki menggelar pameran foto dan arsip di Pendapa Kantor Kecamatan Baki, Sukoharjo, Jumat (27/10/2023). Sejumlah foto, beberapa peta wilayah, kliping berita koran berbahasa Belanda, hingga miniatur kendaraan turut terpajang pada ruangan tersebut.

Selain beberapa arsip tersebut, benda-benda lain yang memiliki nilai historis seperti batu bata dan selongsong peluru bekas peninggalan penjajahan Kolonial Belanda turut dipajang. Pameran tersebut menggambarkan perjalanan sejarah wilayah Baki pada 1827-1997. Pameran kali keempat sejak 2020 itu berlangsung selama tiga hari sejak Jumat-Minggu (27-29/10/2023).

Surya Harjono menceritakan sejumlah barang yang dipajang dalam pameran tersebut merupakan koleksi pribadi warga hingga kajian melalui sejumlah arsip digital. “Perjalanan sejarah Baki sudah dimulai saat perang gerilya Pangeran Diponegoro pada 1827. Sejak dulu Baki dikenal dengan komoditas tembakau, nila [pewarna kain] dan juga tebu,” jelas Surya.

Dalam cerita turun temurun yang didengarnya pasukan Pangeran Diponegoro sempat menyerang benteng kolonial Belanda di Gawok, Gatak, Sukoharjo. Namun lantaran gagal, pasukan Pangeran Diponegoro melarikan diri ke wilayah Baki.

Lebih lanjut, Surya menceritakan sejak zaman dahulu, wilayah Kecamatan Baki juga telah dikelilingi pabrik gula dan tembakau yang dikelola pemerintah kolonial Belanda. Sedikitnya ada empat pabrik besar yang memberikan pemasukan besar bagi Belanda. Keempatnya berada di Bentakan, Gawok, Baki Pandeyan, dan Temulus.

Kala itu, Belanda juga membangun infrastruktur guna menyokong perkebunan tembakau dan tebu wilayah Baki. Bahkan aliran Kali Baki sudah dinormalisasi sepanjang belasan kilometer oleh Kolonial Belanda untuk pengairan perkebunan tebu dan tembakau.

“Sejak dulu sudah ada jalur Rel Lori atau kereta pengangkut tebu. Sampai saat ini beberapa bekas rel kereta masih ada di jalur itu. Dulu digunakan untuk mengangkat dari pabrik di Kartasura menuju ke Temulus yang saat ini dikenal dengan Grogol, yang wilayahnya sangat dekat dengan Baki,” beber Surya.

Ia menceritakan hasil produksi gula dan tembakau serta nila itu dipasarkan ke sejumlah daerah di Indonesia. Pada 1927, ada dua bus yang beroperasi mengangkut penumpang melewati wilayah Baki. Kedua bus itu yakni Liem Boen Hoo jurusan Solo-Sragen-Delanggu PP dan Maroeto jurusan Solobaki-Wonosari-Delanggu.

“Sejarah menurut saya perlu diceritakan tidak melulu perihal Perang Diponegoro, Perang Imam Bonjol dan lainnya. Tapi yang juga dekat dengan wilayah di sekeliling kita. Kami ingin mengedukasi masyarakat agar mereka memahami potensi sejarah Baki,” ungkapnya.

Tak hanya arsip kolonial, beberapa potret warga pada masa ke masa juga turut ditampilkan mulai dari gaya berpakaian dan lainnya. Bahkan, cerita menarik sejumlah warga Baki. Di antaranya sejumlah pemuda-pemudi yang menjadi pekerja migran di Suriname, salah seorang warga yang melakukan poliandri dengan memiliki 11 suami.

Dalam potret tersebut banyak warga Baki yang juga berasal dari keturunan Tionghoa. Bahkan, cikal bakal Baki sendiri diusung oleh Bah Baki yang juga seorang keturunan China. Sayangnya menurut Surya penikmat pameran tersebut masih terbilang terbatas, hanya penikmat sejarah dan juga sejumlah sekolah yang singgah di pameran tersebut.

Sementara itu, warga Desa Mulur, Bendosari, Sukoharjo, Fitri mengaku datang ke pameran tersebut lantaran penasaran mempelajari perjalanan sejarah Baki terutama saat masa penjajahan Kolonial Belanda. Ia juga mengaku senang dengan adanya wayang beber yang menceritakan sejarah Baki melalui kain yang dibatik. Ia berharap potensi sejarah di lokasi lain terutama Sukoharjo turut digali dan disebarluaskan pada warganya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya