Magdalena Naviriana Putri / Kaled Hasby Ashshidiqy | SOLOPOS.com
SOLOPOS.COM - Jambore Anak Berkebutuhan Khusus dengan tema Bergerak Untuk Disabilitas Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Sehat dan Mandiri: Sukoharjo Ngopeni Aku di Pendapa Graha Satya Praja (GSP) Sukoharjo pada Senin (20/3/2023). (Solopos.com/Magdalena Naviriana Putri)
Solopos.com, SUKOHARJO — Komisi Disabilitas Nasional menyebut pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK) harus diupayakan termasuk di Sukoharjo. Sebab baru ada 18 Unit Layanan Disabilitas (ULD) di kabupaten/kota dari sekitar 500 lebih kabupaten/kota di Indonesia.
Hal itu disampaikan oleh anggota Komisi Disabilitas Nasional, Eka Prastama Widiyanta, dalam Jambore Anak Berkebutuhan Khusus di Pendapa Graha Satya Praja (GSP) Sukoharjo, Senin (20/3/2023). Jambore kali ini bertema Bergerak Untuk Disabilitas Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Sehat dan Mandiri: Sukoharjo Ngopeni Aku.
Eka mengatakan semakin dini ditangani, tingkat kemandirian ABK akan semakin bagus sehingga akan mengurangi biaya ketika mereka beranjak dewasa. Ini karena tingkat keberfungsian anak menjadi lebih tinggi.
“Saya kira penting untuk mendorong anak-anak disabilitas agar bisa sekolah seperti anak-anak lain seusia mereka. Mereka berani muncul [tampil di publik] sudah lumatan, masalah malu sudah selesai. Tinggal bagaimana kita bongkar hambatan agar bisa sekolah, bermain dengan temannya, itu yang penting,” jelas Eka saat ditemui Solopos.com seusai kegiatan.
“Saya kira penting untuk mendorong anak-anak disabilitas agar bisa sekolah seperti anak-anak lain seusia mereka. Mereka berani muncul [tampil di publik] sudah lumatan, masalah malu sudah selesai. Tinggal bagaimana kita bongkar hambatan agar bisa sekolah, bermain dengan temannya, itu yang penting,” jelas Eka saat ditemui Solopos.com seusai kegiatan.
Dia menilai pemerintah sudah cukup banyak berperan melalui bantuan akses pendidikan, afirmasi sekolah, dan sudah ada peraturan di mana setiap anak harus bisa sekolah termasuk ABK. Sementara Kurikulum Merdeka telah diterapkan dengan pengaplikasian pembelajaran, diferensiasi, dan komunitas yang terpusat pada siswa. Hanya dalam dunia pendidikan tinggal bagaimana menerjemahkan kurikulum tersebut di tingkat sekolah.
Eka mengatakan jika sekolah tidak mampu menangani ABK padahal regulasi sudah ada, maka ULD harus hadir di sekolah dasar hingga menengah. Hal ini yang menjadi PR salah satunya bagi Kabupaten Sukoharjo. Namun ULD yang mendampingi sekolah saat ini masih menunggu peraturan menteri terbaru.
Dia melihat ABK di Sukoharjo memiliki potensi yang masih bisa dikembangkan. Bahkan se-Indonesia, jambore inklusi hanya Sukoharjo yang mengadakan. Hal tersebut menjadi cerminan komitmen Sukoharjo terhadap anak disabilitas. Masa depan disabilitas tergantung bagaimana penanganannya sejak dini.
Sementara itu, Bupati Sukoharjo, Etik Suryani, mengatakan Jambore Anak Berkebutuhan Khusus tersebut diharapkan menjadi momentum strategis untuk mendorong kaum disabilitas, khususnya ABK, mendapatkan perlakuan yang sama di masyarakat. Selain itu adanya jambore itu juga untuk menghilangkan stigma kepada penyandang disabilitas.
Melalui kegiatan tersebut Bupati berharap dapat memotivasi dan meningkatkan rasa percaya diri ABK dalam bersosialisasi dan bisa lebih mandiri. Menurutnya mereka yang lahir dan tumbuh dalam keadaan spesial bukan menjadi halangan untuk dapat menjadi anak yang berpotensi bahkan berprestasi.
Sementara terkait pendidikan anak ABK dia mengatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Sukoharjo terkait hal itu.
“Nanti kami koordinasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Sukoharjo mungkin ke depan akan ada pembelajaran nonformal di sanggar-sanggar yang sudah terbentuk di 12 kecamatan di Kabupaten Sukoharjo,” ujarnya.