SOLOPOS.COM - Pantai Sembukan, Kecamatan Paranggupito, Wonogiri. Sekitar 1960, warga sekitar membuat garam di sekitar pantai itu untuk dijadikan kebutuhan pangan. Foto diambil beberapa waktu lalu. (Solopos.com/M. Aris Munandar)

Solopos.com, WONOGIRI — Aset tanah Benny Tjokrosaputro yang luasnya diperkirakan sekitar 350 hektare di tiga desa wilayah Kecamatan Paranggupito, Wonogiri, dibeli dari warga setempat pada 1989 dengan harga sekitar Rp100/meter persegi.

Seiring waktu, nilai aset tanah milik terpidana korupsi PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri), Benny Tjokrosaputro, yang dibeli melalui perusahaannya, Batik Keris, itu sudah naik berkali-kali lipat.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Dengan luas sekitar 350 hektare atau 3,5 juta meter persegi dan harga Rp100/meter persegi, nilai total pembelian tanah tersebut pada saat itu sekitar Rp350 juta.

Berdasarkan data Badan Pengelolaan Keuangan Daerah Wonogiri, Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah di Wonogiri paling rendah saat ini senilai Rp3.500/meter persegi sedangkan paling tinggi senilai Rp916.000/meter persegi. 

NJOP tertinggi untuk tanah di pusat kota, sementara NJOP terendah untuk tanah di daerah-daerah terpencil perdesaan. Secara geografis, meski saat ini cukup mudah diakses, wilayah Paranggupito merupakan salah satu wilayah perdesaan terpencil di Wonogiri. 

Dengan menggunakan NJOP tanah terendah di Wonogiri saat ini, perkiraan nilai aset tanah milik Benny Tjokro di Paranggupito  yang diperkirakan seluas 350 ha sudah mencapai Rp12,250 miliar. Nilai itu naik 35 kali lipat dibandingkan nilai pembelian pada 1989.

Tanah di dekat pantai selatan itu bakal disita Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk uang pengganti yang wajib dibayarkan oleh Benny Tjokro sesuai vonis yang dijatuhkan Mahkamah Agung. Namun dengan uang pengganti yang harus dibayar Benny senilai Rp5,733 triliun, nilai tanah di Paranggupito itu hanya memenuhi 0,2 persennya.

Dimanfaatkan Warga untuk Pertanian

Informasi yang dihimpun Solopos.com, PT Batik Keris yang didirikan kakek Benny Tjokro awalnya membeli tanah di Paranggupito untuk dikembangkan sebaagi kawasan wisata. Namun sejak dibeli dari warga setempat pada 1989, Batik Keris belum mengelola tanah tersebut.

Karena dibiarkan mangkrak, warga memanfaatkan tanah itu untuk kegiatan pertanian. Tanah  itu terbentang di tiga desa di Kecamatan Paranggupito meliput Paranggupito, Gunturharjo, dan Gudangharjo.

Terdakwa kasus korupsi Benny Tjokro disebut memiliki sejumlah bisnis
Terdakwa kasus dugaan korupsi di PT ASABRI Benny Tjokrosaputro berdoa sebelum menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (12/1/2023). (Antara/M Risyal Hidayat)

Kini aset tanah milik terpidana korupsi PT Asabri itu masih dalam proses pemetaan dan pengukuran sebelum dieksekusi sita oleh Kejagung. Kepala Desa Gudangharjo, Paranggupito, Sriyanto, menyampaikan aset tanah milik Batik Keris di Paranggupito tidak langsung berbatasan dengan pantai.

Namun lokasinya cukup dekat dengan beberapa pantai di wilayah itu. Di Desa Gudangharjo, aset tanah itu berjarak beberapa meter dari laut selatan. Tanah itu tanah berkapur atau berbatu.

Dia menyampaikan selama ini sejumlah warga Desa Gudangharjo memanfaatkan lahan itu untuk kegiatan pertanian. Mereka biasanya menanam tanaman pangan disesuaikan dengan musim. Saat penghujan, warga menanam padi-padian.

Sedangkan saat kemarau banyak yang menanam tanaman palawija seperti singkong. “Lahan [Batik Keris ] itu ada yang lahan produktif, ada pula yang tidak. Sebagian ada yang ditanami tanaman keras seperti jati,” kata Sriyanto saat dihubungi Solopos.com, Minggu (30/7/2023).

Sriyanto mengaku tidak mengetahui berapa luas tanah Benny Tjokro di Desa Gudangharjo, Paranggupito, Wonogiri. “Yang jelas untuk pemetaan aset tanah itu di desa sini sudah selesai, yang di dua lainnya sepertinya belum,” imbuhnya.

Direncanakan untuk Area Wisata

Kepala Desa Paranggupito, Dwi Hartono, mengatakan aset tanah milik Benny Tjokro yang bakal disita itu berlokasi di dekat Pantai Sembukan. Tanah itu semula milik warga setempat, tetapi pada 1989 dibeli perusahaan Batik Keris yang belakangan diketahui milik keluarga Benny Tjokro.

Dia tidak tahu persis total luasan aset tanah Benny itu. “Ada ratusan hektare, persisnya berapa saya belum tahu. Itu ada di tiga desa. Kalau luas tanah Batik Keris yang di Desa Paranggupito sekitar 100 hektare,” kata Dwi.

Dwi menyebut Perusahaan Batik Keris pada 1989 membeli tanah warga itu senilai Rp100/meter persegi. Pada zaman itu, uang senilai itu sudah sepadan dengan harga tanah yang berlaku.

Informasi yang ia dapatkan, tanah itu rencananya digunakan sebagai area wisata yang dikelola Batik Keris. Tetapi hingga muncul kasus korupsi itu, rencana tersebut belum terealisasi. 

Seperti di Desa Gudangharjo, sejumlah warga Desa Paranggupito juga memanfaatkan tanah itu untuk kegiatan pertanian palawija dan tanaman keras. Dwi menyebut warga berharap setelah ada penyitaan tanah itu untuk negara, warga bisa tetap memanfaatkan tanah tersebut, terutama untuk pertanian.

Tetapi dia menyadari hal itu harus melalui mekanisme dan aturan yang berlaku, salah satuya dengan perjanjian kerja sama. “Dari Mahkamah Agung sudah rawuh ke sini, katanya setelah proses penyitaan, warga bisa memanfaatkan tanah itu tetapi dengan peraturan yang berlaku. Tanah itu tetap milik negara, begitu,” ucapnya.

Pemetaan dan Pengukuran

Sebelumnya, Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Wonogiri, Endang Darsono, mengatakan Kejari membantu Kejagung dalam proses pemetaan dan pengukuran aset tanah milik terpidana korupsi PT Asabri itu sebelum dilakukan penyitaan. 

“Aset tanah itu masih dalam proses pengukuran. Luas totalnya diperkirakan  seluas 350 hektare [ha],” kata Endang. Dia mengaku belum bisa memastikan kapan aset tanah itu akan disita Kejagung. Yang jelas penyitaan baru akan dilakukan ketika proses pemetaan aset tanah itu selesai.

Kejari Wonogiri menggandeng Kantor Pertanahan Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR BPN) Wonogiri dalam mengukur aset tanah yang diperkirakan luas totalnya mencapai 490 kali luas lapangan sepak bola.

Menurut Endang, aset Benny di Wonogiri hanya di tiga desa di Paranggupito itu. Dia menyebut rencana penyitaan aset itu berdasarkan putusan Kasasi Mahkamah Agung pada 2021 yang sudah inkrah. 



Informasi yang dihimpun Solopos.com, Benny Tjokro telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian negara senilai Rp22,788 triliun dari pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asabri pada 2012-2019 serta tindak tindak pidana pencucian uang (TPPU). 

Ia tidak dijatuhi hukuman penjara karena sudah divonis penjara seumur dalam kasus korupsi Jiwasraya yang juga menjeratnya. Namun, Benny dijatuhi pidana membayar uang pengganti senilai Rp5,733 triliun dengan memperhitungkan barang bukti yang disita dari Benny berupa 1.069 bidang tanah dan bangunan untuk negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya