SOLOPOS.COM - Abdi dalem yang tergabung dalam Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat membawa jodang berisi seribu tumpeng saat mengikuti Kirab Tradisi Malam Selikuran Ramadan 1443 H/2022 melintasi Kori Kamandungan kompleks Keraton Solo, Jumat (22/4/2022) malam. (Solopos/Nicolous Irawan)

Solopos.com, SOLO — Kawasan Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sudah ramai sejak sebelum Salat Tarawih, Jumat (22/4/2022) malam. Warga yang datang, menunggu sekaligus ingin menyaksikan pagelaran Kirab Malam Selikuran.

Namun ada yang berbeda di tahun ini. Ada dua kirab yang digelar, yakni dari Keraton Kasunanan Solo Hadiningrat dan dari Lembaga Dewan Adat (LDA) Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Promosi Pegadaian Resmikan Masjid Al Hikmah Pekanbaru Wujud Kepedulian Tempat Ibadah

Ini adalah pertama kalinya kirab dua kubu di Keraton Kasunanan Solo berlangsung di hari yang sama.

Sebanyak 500-an abdi dalem Keraton kasunanan Solo menggelar Kirab Malem Selikuran Pasa Tahun Alip 1955 (21 Ramadan 1443 H). Abdi dalem keluar dari kompleks Keraton sekitar pukul 21.00 WIB. Namun sejak pukul 19.30 WIB para warga sudah memadati kawasan Kori Kamandungan.

Di barisan paling depan, abdi dalem membawa lampion berbentuk miniatur masjid didampingi lampion bergambarkan lambang Keraton Solo. Lalu berikut puluhan lampion berbentuk bintang dengan bermacam warna.

Baca Juga: 2 Kubu Keraton Solo Minta Perlindungan Polresta

Selain itu, beberapa abdi dalem yang turut dalam barisan juga membawa puluhan lampu thing. Dua tumpeng dipikul diikuti makanan yang lain serta bingkisan tumpeng kecil yang akan dibagikan kepada jemaat.

Tiba di Masjid Agung Keraton Solo, ratusan abdi dalem satu per satu memasuki serambi dan duduk di lantai serambi. Mereka siap menggelar doa Malem Selikuran.

kirab malem selikuran keraton solo
Ratusan abdi dalem mengikuti Kirab Malam Selikuran melintasi Jl. Supit Urang, Pasar Kliwon, Solo, Jumat (22/4/2022). (Solopos/Nicolous Irawan)

Prosesi wilujengan atau doa di Masjid Agung dipimpin oleh Pangulu Tafsir Anom Keraton Solo, Kiai Muhtarom. Prosesi doa berlangsung sekitar 15 menit.

Tidak jauh berbeda dengan Kubu Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Gelaran Kirab Malam Selikuran LDA Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Pasa Taun Alip 1955 (21 Ramadan 1443H), berlangsung dengan susunan serupa.

Baca Juga: Gaji Abdi Dalem Lewat Rekening, Dua Kubu Keraton Sepakat

Para abdi dalem Keraton Kasunanan Solo, keluar dari Bangsal Pagelaran Keraton Solo pada pukul 21.30 WIB, mengarah ke Masjid Keraton Solo.

Sepanjang perjalanan, riuh rendah dari para warga dan pengunjung sekitar Keraton Kasunanan, menyambut kirab yang digelar. Barisan pasukan Keraton dibagi dalam beberapa bagian dalam Kirab tersebut.

Terdapat pasukan abdi dalem Kasunanan yang membawa alat musik, bendera, pedang hingga lampion, di sekitarnya terdapat remaja yang mendampingi membawa obor atau oncor.

Setelah tiba di Masjid Agung Keraton Solo, berlangsung doa bersama yang berlangsung selama 40 menit yang dipimpin KRT Siswanto Adipiro, disusul kemudian sambutan dari Ketua LDA Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat GKR Wandansari.

Baca Juga: Mangkubumi Putra PB XIII Ingin Mangkunegaran & Keraton Solo Bersinergi

Yang menarik adalah bagaimana dua kubu Keraton Kasunanan Hadiningrat ini, memaknai kirab ini sebagai warisan budaya turun temurun sejak Mataram Islam, sekaligus menjadi momen untuk memperingati malam Lailatul Qadar.

Filosofi jumlah bungkusan nasi tumpeng yang dibagikan kepada jemaat dari Keraton Kasunan Surakarta Hadiningrat, dengan jumlah 1000 nasi, merupakan simbol rasa syukur atas keberkahan Allah.

Mengingat dalam ajaran Islam, 10 hari terakhir bulan Ramadan disebut malam Lailatul Qadar atau malam seribu bulan. Hal itu diungkapkan oleh utusan Keraton Solo, KRA Dani Nur Adiningrat saat ditemui awak media.

“Jumlahnya seribu sebagai wujud syukur, wujud keberkahan, banyak hal. Di situ doa kebaikan karena sudah memasuki sepertiga terakhir bulan Ramadan,” jelas Dani.

Baca Juga: Peserta Malam Selikuran LDA Keraton Solo Dibatasi, Ini Alasannya

Tidak jauh berbeda diungkapkan oleh Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Eddy Wirabhumi saat ditemui Solopos.com. Kirab Malam Selikuran adalah salah satu cara untuk memperingati tradisi turun temurun yang berkaitan dengan Malam Lailatul Qadar.

“Kirab ini sebenarnya sebagai pengingat sekaligus tradisi dari Mataram Islam. Sebuah tradisi turun temurun di malam ke-21 Bulan Ramadan, untuk mengingatkan para umat Islam mengenai turunnya Malam Lailatul Qadar yang jatuh pada malam ganjil,” ucap Eddy Wirabhumi.

Lebih lanjut, kirab ini juga menggambarkan beberapa simbol mengenai umat islam dalam menjalankan puasa di Bulan Ramadan.



“Ada tradisi tumpengan bernama Tumpeng Sewu, dalam hal ini menggambarkan Malam Lailatul Qadar, di mana malam tersebut lebih baik dari malam seribu bulan. Dalam tumpeng tersebut, berisi telur puyuh yang merupakan amal kebajikan, selain itu ada cabai yang dipotong, menggambarkan bahwa setiap perbuatan amal baik, akan selalu ada tantangan,” ujarnya.

Baca Juga: 2 Kirab Malam Selikuran Keraton Solo, Ini Bedanya Menurut Gusti Moeng

Mengenai adanya kirab yang digelar secara bersamaan tersebut, KPH Eddy Wirabhumi menanggapi secara bijaksana.

“Kami ingin ini dilihat secara bijaksana, agar ke depannya kirab ini bisa dianggap sebagai kegiatan yang baik,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya