SOLOPOS.COM - Peserta menampilkan busana casual berbahan lurik pada Klaten Lurik Carnival di Jl. Pemuda, Klaten, Minggu (30/7/2023). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Pemkab Klaten baru saja menggelar event Klaten Lurik Carnival (KLC) dalam rangkaian perayaan Hari Jadi ke-219 kabupaten tersebut. Karnaval kreasi produk khas Klaten itu digelar di sepanjang Jl Pemuda-Jl Veteran, Minggu (30/7/2023) siang.

Event itu mampu menyedot ribuan pasang mata yang menonton langsung di lokasi. Sedangkan pesertanya ada 18 kelompok dari kalangan perusahaan swasta dan UMKM kain lurik. Peserta tidak hanya dari Klaten tapi ada juga seorang model asal Persia yang ikut jalan kaki mengenakan pakaian pengantin adat Jawa bermotif lurik.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Kain lurik adalah kain tenun tradisional dengan motif khas garis-garis lurus. Namun, kain lurik ini tidak melulu bermotif garis. Ada pula gambar lain meski motif garis-garis tetap ada karena menjadi ciri khas kain lurik.

Lurik di Kabupaten Klaten telah melekat sebagai kerajinan khas daerah. Bahkan, kain lurik yang berkembang di Kabupaten Bersinar  sudah ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda (WBTB) oleh Kemendikbudristek dan sudah mendapatkan hak atas kekayaan intelektual (HAKI) dari Kemenkumham.

Mengutip laman warisanbudaya.kemdikbud.go.id, Klaten merupakan daerah yang paling memperhatikan keberlangsungan tenun lurik. Ada lebih dari 25 desa di kabupaten ini yang memilih tenun lurik sebagai mata pencaharian kedua setelah bertani. Bisa dibilang Klaten adalah ibu kotanya tenun lurik.

Industri Lurik Pedan, Klaten
Pemerhati pengembangan kain lurik Klaten, Dr Rahayu Retnaningsih, SPd, MPd tampak anggun dengan busana lurik bercita-cita menjadikan Kecamatan Pedan sebagai kawasan wisata fashion lurik yang mendunia. (Istimewa/Humas Setda Klaten)

Sementara dari sisi sejarahnya, industri lurik dirintis oleh saudagar kaya bernama Suhardi Hadi Sumarto. Ia mengenyam bangku kuliah di Textiel Inrichting Bandoeng (Sekolah Tinggi Tekstil Bandung) tahun 1938-1948.

Setelah lulus, ia mulai membangun industri lurik di Pedan. Namun, saat itu adalah masa-masa perjuangan pascakemerdekaan RI. Orang-orang di Pedan membumihanguskan apa pun yang berbau Belanda.

Masa Kejayaan Bisnis Lurik

Selain itu, pada 1948 terjadi agresi militer Belanda yang menyebabkan bisnis tenun di Pedan ikut terkena dampaknya. Bung Karno dan Bung Hatta ditangkap Belanda. Bahkan Suhardi juga terpaksa menutup bisnis tenunnya dan hidup jauh di pengungsian.

Selama di pengungsian, Suhardi menyempatkan berbagi pengalaman dan mengajarkan pembuatan tenun lurik Klaten untuk masyarakat pengungsi. Barak pengungsian disulap menjadi sekolah menenun yang sederhana.

Sepulangnya dari pengungsian, mereka kembali menekuni ilmu yang telah diajarkan Suhardi dengan membuka lapak-lapak tenun lurik di teras-teras rumah. Pada masa keemasan lurik Pedan (1950-1960), ada sekitar 500 industri tenun rumahan dengan 10.000 tenaga kerja. Saat itu kain lurik sangat laris.

Lurik meredup saat masa pemerintahan Soeharto yang condong ke modernisasi dan konglomerasi. Banyak perajin tenun Pedan yang semula menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM) beralih menggunakan mesin.

Meskipun ada juga yang bertahan menggunakan ATBM meski sedikit. Mereka tetap bertahan hingga saat ini dengan sekitar 30 oklak (ATBM) dengan pekerja sekitar 30 orang. Mereka memiliki pasar sendiri.

Banyak pembeli kain lurik Klaten yang berasal dari dari luar negeri, antara lain dari Prancis, Jerman, Australia, dan Belanda. Mereka itu tidak hanya memesan lurik untuk bahan sandang, tetapi juga bagian dari desain interior rumah.

Desa Wisata Lurik di Tlingsing Cawas Klaten
Penenun sedang menenun kain lurik. (Istimewa/siklimis.com)

Salah satu perusahaan yang memproduksi kain lurik sampai saat ini yaitu Lurik Prasojo yang berdiri sejak 1950. Dilansir dari kemenparekraf.go.id, lurik Prasojo Klaten memiliki keistimewaan di antaranya ciri khas pada motif.

Aneka Motif Lurik dan Filosofinya

Dilansir jurnal berjudul Eksistensi Lurik Prasojo Klaten: Sejarah dan Filosofi Lurik Prasojo karya AK Ramadhani yang diterbitkan laman undip.ac.id, Lurik Prasojo memiliki berbagai motif seperti tumenggungan yang memiliki corak pakan malang.

Kemudian motif bribil, motif liwatan, motif lasem, dan motif telu pat yang memiliki corak lanjuran, dan motif tumbar pecah yang merupakan kombinasi dua corak, yaitu corak lanjuran dan corak pakan malang. Motif kain lurik Prasojo memiliki filosofi di dalamnya.

Misalnya motif tumenggungan yaitu motif yang memiliki corak pakan malang atau garis-garis melintang searah dengan benang pakan. Motif ini hanya dapat dikenakan bangsawan Keraton, khususnya tumenggung Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Filosofi motif ini yaitu melambangkan benteng keraton yang sempurna. Seseorang yang memakai kain lurik motif tersebut digambarkan memiliki kepercayaan diri yang kuat karena sudah terikat dengan kekuatan magis yang terdapat pada motif tersebut.

Motif liwatan yang dalam bahasa Jawa memiliki arti dilewati. Motif ini biasa digunakan dalam prosesi tujuh bulanan atau mitoni pada perempuan hamil. Pemakaian motif liwatan dalam prosesi mitoni ini diharapkan bayi dapat lahir ke dunia dengan selamat.

Motif ini juga dapat disebut dengan motif lompatan, sehingga prosesi mitoni diharapkan seorang ibu terlewatkan dari bahaya atau sebagai penolak bala. Selain motif liwatan, motif lasem yang jadi salah satu motif unik Lurik Prasojo, Klaten, juga digunakan untuk proses mitoni.

Filosofi motif lasem ini yakni harapan dapat mewujudkan rasa kasih sayang dan bahagia yang langgeng. Motif berikutnya ialah motif bribil yang sering digunakan untuk menggendong bayi, motif ini dipadukan dengan dua warna benang yang berbeda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya