SOLOPOS.COM - Petani tembakau mengeringkan hasil tembakau rajangan di Pasar Sapi Jelok, September 2022. (Solopos.com/Nova Malinda)

Solopos.com, BOYOLALI — Pemkab Boyolali mendapatkan limpahan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) paling tinggi se-Soloraya, yakni senilai Rp23,3 miliar pada 2022.

Hal itu mengartikan, petani tembakau di Kabupaten Boyolali dianggap paling produktif menghasilkan tembakau di antara kota atau kabupaten lain di Soloraya pada tahun sebelumnya.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Namun demikian, petani tembakau di Boyolali diperkirakan bakal menghadapi problematika baru dengan kenaikan cukai rokok.

Mereka berspekulasi, para pabrik rokok akan memilih menurunkan harga beli tembakau terhadap petani, dibanding serta merta menaikkan harga jual rokoknya.

“Itu masalah banget. Masalahnya begini, harga rokok yang terjangkau itu di kisaran itu-itu saja, misalnya sekarang Rp20.000, kalau cukai naik, pabrik enggak mau rugi, tetap jual Rp20.000 dengan cara harga bahannya yang diturunkan,” terang petani tembakau Desa Senden Kecamatan Selo, Suradi saat ditemui dikediamannya pada Selasa (10/1/2023).

Tembakau yang dijual oleh para petani dibagi menjadi beberapa jenis. Mulai dari jenis tembakau basah, tembakau krosok, dan tembakau rajangan atau kering.

Pada musim terakhir panen, harga jual tembakau rajangan sempat merosot karena tingginya harga tembakau krosok yang dijual di awal musim.

Suradi menyebutkan, harga tembakau krosok sempat menyentuh Rp25.000 per kilogramnya, padahal biasanya harga tembakau krosok tidak sampai Rp20.000/kg-nya.

“Kalau daun [tembakau] basah dijual mulai Rp5.000/kg sampai Rp7.000/kg, kalau kering bisa sampai Rp50.000/kg,” jelasnya.

Produksi tembakau rajangan dinilai turun oleh petani tembakau akibat musim kemarau basah yang terjadi pada masa panen terakhir. Satu kuintal tembakau basah bisa menjadi 15 kg sampai 20 kg tembakau kering, pada 2021.

“Yang kemarin itu [2022], satu kuintal keringnya mungkin hanya 10 kg,” kata dia.

Mayoritas dari mereka mengeluhkan, biaya operasional yang dikeluarkan untuk panen tidak sebanding dengan hasil upah yang diterima.

Pada musim panen terakhir, para petani mesti ke berbondong-bondong mengeringkan tembakau ke daerah yang hilir, Kota Boyolali. Belum lagi masalah pupuk yang dinilai mahal dan atau sulit didapatkan.

Hampir semua warga di Desa Senden menanam tembakau di musim kemarau. Rata-rata mereka memanen sekitar satu ton hingga tujuh ton, sementara bagi tengkulak lokal, mereka bisa ikut mengolah hasil tembakau hingga 20 ton.

“Misal tujuh ton, tinggal dikalikan Rp50.000/kg nya, ya sekitar Rp35 juta sekali panen,” jelasnya.

Saat musim tanam tembakau, Desa Senden bisa nduwe gawe karena warganya semua jadi produktif. Bagi yang punya lahan, lahannga digunakan untuk menanam tembakau. Bagi yang tidak punya lahan, mereka menjadi buruh tenaga tani tembakau.

Suradi mengakui, meskipun problematika tembakau cukup banyak, namun tembakau tetap menjadi primadona tanaman yang ditanam pada musim kemarau di Desa Senden. Menurutnya, perawatan tembakau lebih mudah dibandingkan tanaman lainnya pada musim kemarau.

Sebelumnya dibetiakan, diperkirakan jumlah petani di Kecamatan Selo mencapai 7.602 orang. petani tembakau di Boyolali mayoritas menjalin kemitraan dengan PT Merabu.

Luas lahan petani tembakau yang menjalin kemitraan dengan PT merabu di Kecamatan Selo seluas 400 hektare, Kecamatan Cepogo seluas 400 ha, serta Kecamatan Gladagsari seluas 260 ha.

“Pada 2022, jumlah tanam tembakau di Boyolali sedikit menurun dibanding 2021, penurunan tersebut sebesar 0,81 persen, hal tersebut disebabkan karena minat petani untuk menanam tembakau turun. Penurunan minat tersebut akibat curah hujan yang cukup tinggi serta musim hujan yang lebih panjang,” ucap Kepala Dinas Pertanian Boyolali, Bambang Jiyanto di Desa Senden, Kamis (4/8/2022).

Pada 2021, lahan petani yang ditanam tembakau asepan seluas 253 ha dan tembakau rajangan seluas 4.445,4 ha. Luasan lahan yang ditanami tembakau tersebut mengalami sedikit penurunan pada 2022.

Lahan tembakau asepan diperkirakan turun sekitar 185 ha menjadi seluas 68,6 ha. Lalu, lahan tembakau rajangan diperkirakan turun sekitar 1.000 ha menjadi seluas 3.378,3 ha, pada 2022.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya