SOLOPOS.COM - Bangunan makam sosok Yudhokusumo yang penuh teka-teki di Gunung Kendeng, Desa Wates, Simo, Boyolali. (wates.desa.id)

Solopos.com, BOYOLALI — Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, menyimpan banyak potensi wisata religi yang menjadi jejak sejarah dari masa lalu, salah satunya makam Gunung Kendeng di Desa Wates, Kecamatan Simo, Boyolali.

Layaknya tempat bersejarah, cerita rakyat juga menyelimuti makam di tempat tersebut. Cerita warisan leluhur itu ada yang sekadar sebagai hiburan semata namun, ada pula yang memiliki dasar fakta sehingga kebenarannya dipercaya masyarakat hingga saat ini.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Dalam setiap cerita rakyat itu ada pesan tersembunyi di baliknya, tak terkecuali Cerita Rakyat Makam Gunung Kendeng. Makam Gunung Kendeng berlokasi di Dukuh Mojo RT 002/RW 001 Desa Wates, Simo, Boyolali.

Di kompleks permakaman yang kini menjadi lokasi wisata religi bersejarah itu, ada beberapa makam dan salah satunya dikeramatkan. Makam itu merupakan peristirahatan terakhir seseorang bernama Yudhokusumo.

Namun, siapa sejatinya sosok Yudhokusumo itu hingga saat ini masih diliputi misteri. Ada beberapa versi cerita yang dipercaya masyarakat mengenai sosok dari masa lalu itu. Satu hal yang jelas, sosok itu memiliki kedudukan yang penting sehingga makamnya dikeramatkan hingga kini.

Salah satu versi menyebutkan Yudhokusumo yang menghuni makam di Gunung Kendeng, Boyolali, merupakan keturunan keluarga Keraton Kasultanan Yogyakarta pada masa perang Diponegoro.

Ia juga disebut-sebut merupakan pengawal setia sang pangeran. Sedangkan versi lain menyebut Yudhokusumo merupakan keturunan Majapahit yang hidup di masa Kerajaan Mataram Kuno.

Situs Gajah Ndekem

Mengutip tulisan ilmiah berjudul Cerita Rakyat Makam Gunung Kendeng Serta Fungsinya Bagi Masyarakat Desa Wates Kecamatan Simo Kabupaten Boyolali (Sebuah Tinjauan Resepsi Sastra) karya Lina Nur Anisyah yang diunggah di laman uns.ac.id, dikisahkan suatu ketika Yudhokusumo dan rombongannya sedang melakukan perjalanan ke timur.

Dalam perjalanan mereka mendapat serangan dari musuh hingga terjadilah pertempuran. Menurut cerita, pertempuran tersebut terjadi di wilayah yang kini masuk Kecamatan Sawit.

Saat pertempuran tersebut, gajah tunggangan Yudhokusumo terkena panah dan mati di tempat. Hal tersebut kemudian membuat masyarakat mengaitkan cerita Yudhokusumo dengan situs Mbah Gajah Ndekem yang lokasinya ada di Dusun Sanden, Desa Cepoko, Kecamatan Sawit, Boyolali.

Menurut cerita rakyat yang beredar, situs Mbah Gajah atau Gajah Ndekem merupakan peninggalan zaman Mataram Kuno. Setelah kendaraannya mati, Yudhokusumo dan pasukannya melarikan diri dari serangan musuh ke arah utara dan bersembunyi di kawasan Gunung Kendeng.

Yudhokusumo dan rombongannya sengaja bersembunyi di kawasan Gunung Kendeng dikarenakan tempat tersebut sangat gelap dan tertutup oleh pepohonan yang masih lebat dan rindang.

Yudhokusumo menemukan sebuah mata air yang sangat indah dan kemudian berhenti untuk membasuh bagian tubuhnya yang terluka di mata air di Gunung Kendeng yang kini menjadi lokasi wisata religi di Boyolali tersebut. Ajaibnya luka pada tubuh Yudhokusumo langsung hilang seketika.

Sejak saat itulah mata air tersebut diberi nama Sendang Slamet karena dianggap telah memberikan keselamatan.
Beberapa saat kemudian Yudhokusumo beserta rombongannya bertemu serombongan warga yang hendak memakamkan orang meninggal.

Ia dan rombongannya bermaksud membantu. Mereka semua kemudian bergegas menaiki bukit Gunung Kendeng. Setelah sampai di tempat permakaman, Yudhokusumo yang merasa lelah karena jalanan yang menanjak mencari mata air untuk minum.

Ia menemukan mata air kecil yang jernih airnya dan minum di sana. Namun setelah beberapa waktu hingga prosesi pemakaman selesai, Yudhokusumo tidak kunjung kembali. Karena khawatir, salah seorang dari rombongannya menyusulnya.

Mata Air Bilik Sentana

Yudhokusumo ditemukan meninggal dunia dan kemudian dimakamkan di Gunung Kendeng juga. Setelah Yudhokusumo dimakamkan di Gunung Kendeng, tempat tersebut ditetapkan sebagai makam dan mata air kecil tempat Yudhokusumo meninggal dinami Belik Sentana.

Sementara itu mengutip laman resmi Pemerintah Desa Wates, Simo, Boyolali, wates.desa.id, cerita mengenai sosok yang penghuni makam di Gunung Kendeng yang kini jadi tujuan risata religi itu memang simpang siur. Juru kunci dan warga luar yang pernah berziarah ke makam itu memberikan kesaksian berbeda.

Ada yang menyebut sosok di makam keramat itu adalah pengawal setia Pangeran Diponegoro sedangkan versi lain menyebut Yudhokusumo merupakan keturunan Majapahit. Umur makam tersebut bisa dilihat pada keranda berbahan balok kayu dengan ukiran bermotif zaman dahulu.

Namun sayangnya kini beberapa bagian kayu tersebut sudah keropos sehingga tulisannya sulit dibaca. Sedangkan mengenai makam lain di Gunung Kendeng, menurut cerita masyarakat sekitar, merupakan makam Ki Demang pemimpin Desa Wates pada zaman penjajahan Belanda.

Ki Demang tersebut dianggap berjasa memberikan perlindungan dan menjamin keamanan desa-desa sekitar Desa Wates. Selain makam Ki Demang, ada juga makam para keturunannya dari mulai anak sampai cucu yang kesemuanya lelaki karena memang lelaki saja yang boleh dimakamkan di lokasi tersebut.

Dari sisi namanya, Gunung Kendeng juga memiliki asal usul yang cukup menarik. Konon gunung itu dinamai Gunung Kendeng karena jika dilihat dari kejauhan gunung terlihat “kemendeng” atau seperti tertutup kabut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya