SOLOPOS.COM - Bangunan di lahan Pasar Babadan, Desa Teloyo, Kecamatan Wonosari, Klaten, dibongkar saat proses eksekusi oleh Pengadilan Negeri, Rabu (8/2/2023). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Pengadilan Negeri (PN) Klaten akhirnya mengeksekusi lahan Pasar Babadan di Desa Teloyo, Kecamatan Wonosari, Klaten, Rabu (8/2/2023). Selama bertahun-tahun, lahan pasar tersebut menjadi sengketa antara Pemerintah Desa (Pemdes) Teloyo dengan ahli waris Slamet Siswosuharjo.

Dari pantauan Solopos.com, eksekusi itu berjalan lancar. Setelah panitera pengadilan membacakan berita acara, petugas lalu membongkar bangunan di kawasan itu. Proses eksekusi itu mendapat pengawalan ketat dari aparat gabungan yang berjumlah 491 personel.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Ketua PN Klaten Tuty Budhi Utama menjelaskan perkara sengketa lahan Pasar Babadan, Wonosari, berproses hukum sejak 2021. Pada prosesnya putusan Pengadilan Negeri menyatakan Pemdes Teloyo berhak menguasai objek eksekusi.

“Kemudian proses banding dengan putusan yang memenangkan Sri Mulatsih dan kawan-kawan [ahli waris Slamet Siswosuharjo yang mengklaim sebagai pemilik lahan],” kata Tuty.

Ia mengatakan proses berlanjut ke kasasi di Mahkamah Agung (MA) yang menguatkan putusan PN Klaten dilanjut dengan PK yang juga menguatkan putusan PN Klaten. Menurut Tuty, berdasarkan bukti dan saksi di persidangan, proses tukar guling lahan yang disengketakan puluhan tahun silam sudah memenuhi syarat.

Warga yang mengklaim sebagai pemilik lahan Pasar Babadan, Wonosari, Klaten, dalam hal ini Slamet Siswosuharjo, disebut sudah menerima ganti lahan. “Lahan juga sudah dikerjakan. Baru pada 2019 dipermasalahkan dan gugatannya masuk [PN] pada 2021. Sudah kami periksa dan sudah kami putus, dan proses hukum semuanya sudah selesai,” jelasnya.

Sejarah Pasar Babadan

Sementara itu, berdasarkan berdasarkan catatan Solopos.com, Pasar Babadan dulunya adalah pasar desa yang muncul pada 1967. Saat itu, di Dukuh Babadan yang berbatasan dengan Sukoharjo banyak pedagang berjualan di tepi jalan.

Lantaran dinilai mengganggu lalu lintas umum dan membahayakan keamanan, pada 15 Februari 1967 pemerintah desa menggelar rembuk desa yang dihadiri semua warga. Dalam rembuk desa disepakati pembuatan pasar desa.

Tiga sawah milik warga dengan total luas 6.215 meter persegi digunakan untuk pembangunan pasar desa. Dua bidang lahan di antaranya milik Slamet seluas 2.500 meter persegi dan Kartodikoro yang kemudian dibeli Suratno dengan luas 1.700 meter persegi.

Sawah ketiga pemilik lahan itu lantas ditukar dengan sawah kas desa. Setelah proses tukar guling, pembangunan Pasar Babadan, Wonosari, Klaten, dimulai pada 1968. Bertahun-tahun kemudian, pemilik dan ahli waris sawah yang digunakan untuk pembangunan pasar tersebut mengajukan gugatan ke PN.

Penggugat saat itu mengklaim lahan seluas 4.200 meter persegi masih secara sah milik Slamet dan Suratno. Sertifikat lahan seluas 2.500 meter persegi atas nama Slamet dan lahan seluas 1.700 meter persegi atas nama Suratno.

Penggugat beralasan persoalan tukar guling tanah tidak bisa selesai karena ada benturan dengan peraturan seperti UU No 2/2012 dan PP No 71/2012. Beberapa kali mediasi yang dilakukan tidak membuahkan hasil, bahkan pada 2010 lahan pasar itu sempat diblokade.

Proses Sengketa

Penggugat menyebut Pasar Babadan, Wonosari, Klaten, diblokade oleh kepala desa. Blokade kemudian dicabut pada 2015. Penggugat mengajukan gugatan perdata ke PN dengan sekitar 56 orang terdiri dari pedagang, kepala desa, serta BPN menjadi tergugat.

Pedagang ikut menjadi tergugat lantaran menandatangani perjanjian kontrak sewa yang dinilai berbenturan dengan aturan. Sementara itu, kuasa hukum ahli waris Slamet Siswosuharjo, Badrus Zaman, mengatakan saat ini sengketa lahan itu masih dalam proses perlawanan eksekusi.

“Saat ini masih proses sidang di PN Klaten. Hari ini ada sidang. Kemudian makanya kami mengajukan bagaimana penundaan eksekusi karena ini masih ada perlawanan eksekusi,” jelas dia di sela-sela eksekusi, Rabu.

Badrus menegaskan hingga kini upaya hukum masih terus dilakukan dan kliennya bersikukuh tanah Pasar Babadan, Wonosari, Klaten, yang disengketakan milik ahli waris Slamet Siswosuharjo. Hal itu dibuktikan dengan sertifikat tanah masih atas nama Slamet.

“Tetapi kok bisa jadi kepunyaan kas desa. Misalkan ada tukar guling, tukar guling yang mana? Kalau pun ada menurut saya tidak sah. Sampai sekarang kami masih tetap bersikukuh hak milik klien kami. Sertifikatnya masih dan sertifikatnya asli,” kata dia.

Menurutnya, ada sesuatu yang dipaksakan dalam kasus tersebut. “Makanya nanti bagaimanapun juga akan kami laporkan hakim  PN Klaten agar diperiksa Bawas Hakim kemudian dilaporkan ke KY [Komisi Yudisial] karena yang bisa memeriksa itu,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya