Soloraya
Senin, 13 Mei 2024 - 18:45 WIB

Dinilai Lebih Menguntungkan, Sebagian Petani di Wonogiri Beralih Tanam Buah

Muhammad Diky Praditia  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Petani mengecek daun tanaman melon supaya tidak dihinggapi hama atau penyakit di Selogiri, Wonogiri, Senin (13/5/2024). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, WONOGIRI — Sejumlah petani di Wonogiri beralih menanam tanaman hortikultura seperti buah-buahan pada masa tanam II karena sudah memasuki musim kemarau. Hal itu dinilai lebih aman dan menguntungkan meski risiko gagal juga cukup tinggi.

Petani di Pule, Selogiri, Wonogiri, Wahyudi, mengatakan pada masa tanam II ini sangat tidak memungkinkan bagi dia menanam padi seperti layaknya pada masa tanam I. Masa tanam II tahun ini sudah masuk musim kemarau karena masa tanam I mundur sebagai dampak kemarau panjang tahun lalu.

Advertisement

Jika dia memaksakan diri menanam padi, bisa dipastikan akan gagal panen. Sebab tanaman padi membutuhkan banyak air dan harus tumbuh di lahan berair. Maka dari itu, menanam semangka menjadi alternatif baginya agar lahan sawah seluas 4.000 m2 miliknya tetap produktif alias tidak bera saat kemarau.

Menurut Wahyudi, tanaman hortikultura seperti semangka tidak banyak membutuhkan air seperti padi. Dengan begitu cocok ditanam di lahan persawahan tadah hujan yang sulit air seperti di Selogiri.

Advertisement

Menurut Wahyudi, tanaman hortikultura seperti semangka tidak banyak membutuhkan air seperti padi. Dengan begitu cocok ditanam di lahan persawahan tadah hujan yang sulit air seperti di Selogiri.

Pola pertanian seperti itu sebenarnya bukan kali pertama dilakukan Wahyudi. Dia sudah beberapa kali mencoba pada masa tanam II beberapa tahun terakhir ini. Hasilnya cukup menguntungkan meskipun biaya produksinya lebih tinggi dibandingkan padi.

”Tanaman hortikultura ini lebih ribet, butuh kerja ekstra, rentan terserang hama penyakit juga. Ya bisa dikatakan untung. Tetapi sebenarnya kalau ada air, saya lebih senang tanam padi. Lebih aman. Saya sebagai petani merasa lebih nyaman tanam padi,” kata Wahyudi saat berbincang dengan Solopos.com di gubuk sawahnya di Selogiri, Senin (13/5/2024).

Advertisement

“Kalau semangka harganya fluktuatif, bergantung cuaca. Yang menentukan harga ya tengkulak. Kadang dapat Rp15 juta, pernah juga Rp10 juta, pernah sampai Rp30 juta. Pernah juga gagal. Semangka bisa panen dalam dua bulan, kalau padi tiga bulan,” ucapnya.

Petani penggarap tanaman melon di Selogiri, Sugimin, mengatakan tanah pertanian di Selogiri sangat cocok untuk ditanami hortikultura. Apalagi saat awal musim kemarau seperti sekarang ini. Tanaman melon yang saat ini dia tanam sudah mulai berbunga. Itu artinya tingkat kegagalan panen cukup rendah.

Sugimin menyampaikan sudah empat kali menanam hortikultura di Selogiri sejak Desember 2023 lalu. Dia menanam semangka dan melon. Biaya produksi semangka di lahan seluas 1 bau atau hampir 7.000 m2 itu sekitar Rp20 juta, sedangkan melon Rp30 juta.

Advertisement

”Dapatnya nanti bisa sekitar Rp50 juta. Biasanya langsung dijual ke tengkulak, dari Sragen, Klaten, atau Purwodadi. Tinggal pilih saja. Kalau penjualan tidak ada masalah. Sistem jualnya ya ditebas, enggak kiloan,” ucapnya.

Kepala Dinas Pertanian Wonogiri, Baroto Eko Pujanto, menerangkan tanaman hortikultura bisa menjadi alternatif bagi petani untuk bercocok tanam pada musim kemarau seperti saat ini. Akan tetapi, pertanian hortikultura tidak semudah tanaman pangan padi. Tanaman hortikultura butuh perawatan ekstra dan rentan gagal.

”Di samping itu, petani juga tidak mau berspekulasi. Memang iya, hortikultura ini menguntungkan dan kebutuhan airnya tidak segampang padi, tetapi tidak semudah itu mengubah pola tanam petani yang sudah terlanjur nyaman dengan padi,” ujar Baroto.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif