Soloraya
Sabtu, 14 Januari 2023 - 17:12 WIB

Diprotes! Cipta Kerja Disebut Tumpang Tindih dengan UU Desa

Magdalena Naviriana Putri  /  Ika Yuniati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suasana rapat pimpinan nasional (Rapimnas) di Fave Hotel Solobaru, Grogol, Sukoharjo, Sabtu (14/1/2023). (Solopos.com/Magdalena Naviriana Putri).

Solopos.com, SUKOHARJO — Dewan Pengurus Nasional Persatuan Perangkat Desa Indonesia (DPN PPDI) menilai UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tumpang tindih dengan UU 6 tahun 2014 tentang Desa atau lebih dikenal dengan UU Desa.

Hal itu dibahas dalam Rapat pimpinan nasional (Rapimnas) di Fave Hotel Solobaru, Grogol, Sukoharjo, Sabtu (14/1/2023).

Advertisement

“Setelah UU Desa lahir pada 2014 kemudian ada UU Cipta Kerja sehingga UU Desa seperti dikebiri, Kepala Desa tidak lagi memiliki kekuatan untuk membangun desanya sesuai prakarsa desanya,” terang Ketua Umum DPN PPDI, Widhi Hartono saat ditemui dalam kegiatan.

Hingga kini, Widhi menilai, profesi perangkat desa belum diakui, padahal menurutnya selama ini mereka mengabdi untuk bangsa dan negara. Sehingga dia meminta UU Cipta Kerja tersebut segera direvisi.

Advertisement

Hingga kini, Widhi menilai, profesi perangkat desa belum diakui, padahal menurutnya selama ini mereka mengabdi untuk bangsa dan negara. Sehingga dia meminta UU Cipta Kerja tersebut segera direvisi.

Widhi menyebut perangkat desa meliputi unsur kesekretariatan yakni sekretaris desa (Carik) membawahi kepala urusan (Kaur), lalu kepala kewilayahan atau kepala dusun (Kadus) dan pelaksana teknis (Kasi).

“Pada revisi UU nanti profesi perangkat desa harus diakui, sebuah profesi yang mempunyai hak, seperti gaji, tunjangan seperti profesi lain, dan mendapatkan gaji pesangon saat purna tugas,” terangnya.

Advertisement

Usulan tersebut disampaikan agar tidak bergantung dengan alokasi dana desa (ADD) mengingat beberapa daerah ada yang mampu dan tidak. Tentunya hal itu cukup merepotkan keuangan daerah.

Dia juga meminta adanya penguatan sistem penyelenggaraan pemerintahan desa. Penguatan sistem itu di antaranya berkaitan dengan pemerintahan desa, BPD, LPM dan dana desa yang menjadi satu kesatuan yang harus terpenuhi.

Sementara itu, Penasihat sekaligus penggagas DPN PPDI, Ubaedi Rosydi menilai regulasi UU Cipta Kerja belum sempurna dilaksanakan oleh semua Pemerintah Daerah. Sehingga dia mendorong DPN PPDI untuk segera melakukan koordinasi dengan berbagai pihak.

Advertisement

Koordinasi itu harus dilakukan di antaranya dengan Kemendagri, Gubernur dan Bupati/Wali Kota agar melaksanakan peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan lex generalis (hukum berifat umum). Karena menurutnya selama ini banyak yang belum paham tentang peraturan pemberhentian perangkat desa.

“Ironisnya banyak perangkat desa yang diberhentikan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Artinya dari sisi inilah kami akan mencoba untuk mengingatkan dan memperjuangkan pada sisi diskriminasi dari undang-undang yang sudah berlaku,” tegas Ubaedi.

Mengingat pemberhentian itu menurutnya cukup fatal, karena beberapa perangkat desa di daerah banyak diberhentikan di tengah jalan. Padahal normatifnya sesuai dengan undang-undang masa jabatan usai sampai pada 60 tahun.

Advertisement

Dia juga berpesan perangkat desa harus menjaga netralitas, karena kepentingan politik menurutnya cukup bias.

Sementara itu, menanggapi hal tersebut, Ketua Nasional Forum Pembaharuan Desa, Agus Tri Raharjo, menambahkan perangkat desa merupakan bagian penting di pemerintah desa dalam melayani masyarakat.

“Sebenarnya yang perlu diperjuangkan justru substansi UU Desa dikembalikan secara murni dan konsekuen, karena sudah banyak tergerus,” ucapnya.

Pada Rapimnas tersebut diikuti sekitar 100 orang pimpinan di empat wilayah, yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, DIY. Sedangkan beberapa anggota dari luar Jawa mengikuti secara kegiatan secara virtual.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif