SOLOPOS.COM - Siswa membaca buku yang dijual saat Hari Besar Perpustakaan 2023 di Perpustakaan Umum Daerah (Perpusda) Solo, Kamis (26/10/2023). (Solopos.com/Joseph Howi Widodo)

Solopos.com, SOLO–Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Solo menggelar Hari Besar Perpustakaan 2023 selama dua hari, Kamis – Jumat (26-27/10/2023). Acara ini digelar di halaman kantor Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Solo.

Selama kegiatan tersebut diadakan pasar dan pameran buku, panggung kreasi seni dari anak-anak sekolah, serta kunjungan ke Perpustakaan Daerah Kota Solo. Pantauan Solopos.com pada Kamis acara dihadiri oleh sebagian siswa SMPN 23 Solo dan para murid sejumlah SD di Solo.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Panggung kreasi seni menjadi wadah kreativitas anak-anak sekolah, mulai dari fesyen show, panggung menyanyi, dan lainnya. Sementara itu Dispersip Solo menggandeng beberapa penerbit dan toko buku swasta untuk hadir dalam pasar dan pameran buku selama dua hari.

Beberapa vendor yang hadir antara lain Gramedia, Penerbit Erlangga, Patjar Merah, Andi Publisher, serta lapak buku lawasan yang menjual buku-buku bekas layak baca.

Kabid Perpustakaan Dispersip Kota Surakarta, Adityo Setyawarman, mengatakan acara tersebut merupakan kelanjutan dari Hari Kunjung Perpustakaan yang berlangsung pada 14 September 2023 lalu. Dia melanjutkan Hari Besar Perpustakaan 2023 menjadi upaya meningkatkan literasi warga Solo.

“Indeks literasi Indonesia semakin rendah, begitu pula dengan Solo. Kondisi ini sepertinya tidak terlihat tetapi akan fatal dalam 5-20 tahun ke depan, apalagi mengingat Solo adalah kota yang melahirkan begitu banyak sastrawan hebat,” ujar Adityo saat diwawancara media, Kamis.

Menurut dia, hal ini bagaikan ironi saat Solo memiliki para sastrawan yang tumbuh bersama kitab dan sastra Kerajaan Mataram Islam, seperti Raden Ngabehi Ronggowarsito, Yosodipuro, Arswendo Atmowiloto, W. S. Rendra, Sapardi Djoko Darmono, Wiji Thukul, dan masih banyak lagi. Kepujanggaan di Solo seharusnya berkembang tetapi malah justru meredup.

Adityo melanjutkan secara umum jumlah pengunjung Perpusda Solo sebanyak 12.000 orang selama setahun. Namun, kondisi mengenaskan terjadi karena terbatasnya anggaran bagi Dispersip Solo untuk pengadaan buku-buku baru dan juga digitalisasi layanan.

Dia juga menyoroti kondisi ini terjadi karena kurangnya leadership secara nasional dan daerah yang kemudian membuat anggaran untuk perpustakaan dan kearsipan berkurang.

Adityo melihat pembangunan yang baik harusnya juga bertumpu pada kualitas sumber daya manusia (SDM) agar human capital tercapai. Hal ini tidak akan terwujud selama pembangunan di Indonesia maupun di Solo memberatkan infrastruktur.

Adityo mewanti-wanti sekitar 20 tahun lagi Indonesia akan mencapai umur emas yaitu 100 Tahun Indonesia Merdeka. Jika indeks literasi tidak segera ditangani, kesempatan tersebut justru hancur.

Pernyataan serupa pernah disampaikan oleh seniman asal Solo, Teguh Prihadi. Menurut dia, berbagai bentuk seni di Solo harusnya semakin didekatkan ke anak-anak sekolah dan masyarakat agar berkembang, termasuk sastra dan kepujanggaan.

“Dengan banyak membaca, manusia akan sering menulis dan belajar, pemikirannya matang karena imajinasinya terbentuk dan kemudian bisa mengambil kebijakan yang bijak. Hal ini yang terkadang luput diperhatikan orang-orang yang menjabat itu. Seni juga tidak seharusnya dikotak-kotakkan, anak-anak harus dibebaskan mempelajari berbagai seni yang mereka minati,” papar Teguh saat diwawancara Solopos.com dalam kesempatan Pameran Seni Rupa Siswa dan Guru SMA, SMK, dan SLB se-Kota Solo, Kamis (12/10/2023).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya