Soloraya
Minggu, 24 Desember 2017 - 22:35 WIB

Disunat, Bocah Sragen Ini Bilang Sakitnya Seperti Digigit Semut Api

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang anak menangis dan berteriak saat disunat dalam acara sunatan massal di Aula KPRI Guru Mondokan, Sragen, Minggu (24/12/2017). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Sekitar 168 anak mengikuti sunatan massal di Sragen.

Solopos.com, SRAGEN — Rafael, 12, bocah Kelas V SD asal Sragen Kulon, Sragen, itu menangis saat berbaring di ranjang. Ayahnya, Yosep, 40, menungguinya sembari terus mencoba menenangkannya.

Advertisement

Tiga petugas medis menyiapkan segala sesuatunya untuk memotong daging yang menutupi kepala kemaluannya. Tangis Rafael semakin menjadi saat salah satu anggota tim medis mengambil perlengkapan bedah.

Apalagi saat jarum berisi obat bius disuntikkan ke bagian pangkal kemaluannya. “Mama… Mama… Mama…!” teriaknya memanggil ibunya.

Advertisement

Apalagi saat jarum berisi obat bius disuntikkan ke bagian pangkal kemaluannya. “Mama… Mama… Mama…!” teriaknya memanggil ibunya.

“Sebentar lagi selesai. Kakinya jangan digerakkan dulu biar cepat selesai. Itu sudah mau selesai,” ujar Yosep berusaha menenangkan Rafael.

Rafael berusaha tenang dengan menutup kedua matanya dengan kedua tangannya. Berbeda dengan Muhammad Abdul Rahman, 11, bocah asal Dukuh Balang RT 014, Desa Jekani, Mondokan, yang berbaring berdekatan dengan Rafael.

Advertisement

Rafael dan Abdul merupakan dua di antara 168 anak yang mengikuti sunatan massal di Aula KPRI Guru Mondokan, Sragen, Minggu (24/12/2017). Sunatan massal itu digelar Lembaga Amil Zakat Infak dan Sedekah Muhammadiyah (Lazismu) Sragen bersama Komunitas Sukowati Peduli dan Berbagi (KSPB).

Suara tangis di aula itu tidak hanya dari Rafael tetapi dari hampir semua anak. Dafa, siswa kelas II SD di Sragen, juga menangis saat disunat. Syarif, 11, siswa kelas V SDN 1 Pare, Mondokan, Sragen, bisa menahan tangis.

“Sakitnya hanya saat disuntik. Rasanya ya seperti digigit semut api,” kata bocah asal Pelemrejo RT 025, Desa Pare, Mondokan, Sragen.

Advertisement

Setelah menjalani sunat, setiap anak mendapat satu paket obat, tanggalan, dan uang saku senilai Rp50.000 per orang. Saat pendaftaran, peserta sunatan massal sudah mendapat paket sarung dan baju koko yang dikenakan saat mengikuti sunatan massal.

“Mereka yang menangis itu karena ketakutan dulu atau terbawa anak lain yang menangis,” ujar Ketua Lazismu Mondokan, Ismail.

Seperti Raditya menangis tiada henti saat baru memasuki aula. Orang tuanya sudah berusaha terus tetapi Raditya menolak untuk disunat. Segala rayuan sudah dilakukan orang tuanya dibantu sukarelawan Lazismu dan KSPB tetapi belum berhasil.

Advertisement

Ismail menyampaikan sunatan massal ini sebenarnya sudah ditutup sejak sebulan lalu. Saat pendaftaran ditutup, Ismail sudah menolak seratusan anak yang ingin ikut sunatan massal. Data yang masuk ke Lazismu sebanyak 166 anak kemudian bertambah dua anak.

“Tenaga medisnya berasal dari RS PKU Muhammadiyah Sragen sebanyak 20 orang plus lima tim dari KSPB dan tiga orang sukarelawan Lazismu,” tambahnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif