Soloraya
Sabtu, 23 Januari 2010 - 09:38 WIB

Ditekan dan ketakutan, warga Kismoyoso kehilangan haknya

Redaksi Solopos.com  /  Indah Septiyaning Wardani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi


Boyolali (Espos)–
Sebuah indikasi adanya ketidakadilan dalam penegakan hukum kembali mengemuka di wilayah Surakarta. Kali ini, perlakukan itu dialami oleh warga Dusun Karangpung Desa Kismoyoso Kecamatan Ngemplak, Munawar Sidik, 18.

Pada persidangan dengan agenda putusan di Pengadilan Negeri (PN) Boyolali, Kamis (21/1) kemarin, Sidik atau yang biasa disapa Dompo itu divonis bebas oleh Majelis Hakim yang dipimpin I Wayan Kawisada.

Advertisement

Di dalam sidang sebelumnya, Sidik yang merupakan terdakwa pencurian sepeda onthel dituntut dengan hukuman 10 bulan penjara.

Namun, setelah mendengar pembelaan dari Penasihat Hukum Sidik, Dindit Sugiarto SH, Sidik yang didakwa mencuri sepeda ontel milik tetangganya, Agus Riyanto, 30, akhirnya diputus bebas oleh Majelis Hakim.

“Saya salut dengan putusan hakim yang memberikan vonis bebas. Sebab, tidak ada bukti kalau keponakan saya bersalah,” kata Ikhsanudin, 59 selaku Pakde Sidik, saat ditemui di Desa Gumpang Kecamatan Kartasura, Jumat (22/1).

Advertisement

Terpisah, ditemui di rumahnya di Dusun Karangpung, Sidik yang sudah menghirup udara bebas dan berkumpul bersama keluarga terlihat sedang berbincang-bincang dengan anggota keluarganya, Jumat kemarin sekitar pukul 12.45 WIB.

Sidik dengan didampingi ayahnya, Ngadino, 45 dan ibunya, Sukiyah, 40 kemudian menceritakan kronologis kejadian hingga akhirnya di penjara. Lelaki kelahiran 4 Februari 1991 itu merasa menyesal telah mengaku mencuri sepeda. Padahal, kata dia, hal itu tidak dilakukannya.

“Saya berani bersumpah kalau tidak mencuri sepeda. Saya memang akhirnya mengaku mencuri karena terpaksa dan ketakutan. Sekarang saya senang sudah bebas dan ingin segera kerja,” kata Sidik sambil matanya berkaca-kaca.

Advertisement

Diceritakan Sidik, dirinya dituduh mencuri sepeda milik Agus yang hilang pada Sabtu 5 September 2009 lalu. Dia menuturkan, pada Minggu siang ditemui Agus dipaksa untuk mengaku mencuri sepeda tersebut.

Ngadino menambahkan, pada Minggu malamnya, Agus bersama dengan warga mendatangi rumahnya.   “Saat itu, ada delapan orang yang memukuli anak saya hingga babak belur. Saya tidak bisa berbuat banyak karena istri saya pingsan ketika melihat anak kami dipukuli. Saya sendiri sebenarnya ingin melawan tapi sudah tidak kuat melihat istri pingsan,” terang Ngadino.

Hal itu dibenarkan Sukiyah dan kakak Sidik Nurul Hidayah, 24. Waktu itu, Sukiyah mengaku tidak kuat menyaksikan anaknya yang dihajar Agus dan teman-temannya. Sukiyah pun kemudian dibopong ke rumah orangtuanya yang tempatnya bersebelahan.

“Saya pun tidak kuat melihat ketika adik saya dipukuli. Saya langsung lari ke rumah simbah,” ucap Nurul.

Sidik menyatakan, ketika akan menandatangani Berita Acara Perkara (BAP), dirinya pun tidak diperbolehkan membaca isi BAP itu oleh oknum penyidik yang berinisial PY di Polsek Ngemplak. Bahkan, kata Sidik, dirinya mendapat ancaman kalau bapaknya juga akan dimasukkan penjara.

Selama anaknya dibui sekitar 4,5 bulan, ibu tiga anak itu menyatakan sudah habis uang hingga puluhan juta rupiah. Setiap sidang, keluarganya selalu mencarter mobil untuk membawa saksi-saksi.

Setiap hadir pada persidangan, Sukiyah mengemukakan bisa mengeluarkan uang Rp 700.000 sampai Rp 1,3 juta.
Selain itu, kata dia, uang itu digunakan untuk biaya hidup Sidik selama di penjara dan pengeluaran selama 11 kali mengikuti persidangan.

“Namanya orang enggak punya. Kami pun harus mencari utangan dan menggadaikan apa yang ada,” tambahnya.

Ngadino melihat ada yang tidak beres dengan kasus anaknya. Sebab, ujar dia, hingga Sidik dibebaskan, dirinya tidak pernah menerima surat secara resmi terkait penangkapan anaknya.

“Sebenarnya kasus itu sudah ada pembicaraan secara kekeluargaan. Saya diminta menyediakan uang Rp 1 juta oleh Agus kalau anak saya ingin keluar. Ada tanda terima dan ditanda tangan di atas materai,” terangnya.

Ngadino pun menunjukkan kuitansi yang ditandatangani Agus Riyanto dengan materai Rp 6.000. Pada kuitansi tertanggal 7 September 2009 disebutkan uang Rp 1 juta itu digunakan untuk pengambilan sepeda polygon sudah selsai dengan damai kekeluargaan dan sanggup mencabut Sidik di Polsek Ngemplak.

Dia menyatakan, jika memang ada bukti kuat kalau Sidik pencurinya atau Sidik tertangkap basah, dirinya akan menyerahkan anaknya supaya menjadi pelajaran.

Dihubungi terpisah, Dindit menyatakan belum ada pembicaraan lebih lanjut tentang langkah yang akan diambil setelah Sidik dinyatakan bebas. Dia menuturkan, bakal ada pertemuan pada Minggu (24/1) dengan Sidik, keluarga dan penasihat hukum lainnya.

“Kami akan mempelajari terlebih dahulu semuanya sebelum menentukan langkah yang akan diambil. Yang penting kami akan berusaha mencari keadilan,” ucap Dindit saat dihubungi Espos via Ponsel tengah berada di Desa Jimbung Kecamatan Kalikotes Klaten.

Saat mencoba konfirmasi ke tempat Agus, sumber yang enggan disebutkan namanya menyebutkan Agus sedang bertugas mengerjakan proyek di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).

Kapolsek Ngemplak, Dwi Wahyuni dan PY ketika akan ditemui tidak ada dikantonya karena sedang bertugas di Desa Sobokerto Kecamatan Ngemplak dalam kunjungan kerja Bupati Boyolali, Sri Moeljanto.

nadiroh

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif