Soloraya
Senin, 15 Oktober 2012 - 20:39 WIB

Ditinggal Jokowi, Solo Terancam Vacuum of Power

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - budi suharto

budi suharto

SOLO – Kekosongan kepemimpinan (vacuum of power) ternyata membayangi Kota Solo selama dua pekan lebih. Secara definitif, Solo mengalami vacuum of power lantaran Gubernur Jawa Tengah tidak mengangkat pelaksana tugas (Plt) walikota sebagai pengisi kekosongan jabatan.

Advertisement

Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Solo, Budi Suharto, mengakui bila secara definitif Solo tak mempunyai pemimpin setelah FX Hadi Rudyatmo diberhentikan sebagai wakil walikota, 4 Oktober 2012. Joko Widodo (Jokowi) sendiri sudah mulai diberhentikan sejak 1 Oktober lantaran menyiapkan jabatan barunya sebagai DKI 1. “Kalau disebut secara ekstrem, sejak tanggal 4 Oktober hingga pelantikan walikota baru nanti (19 Oktober), ada semacam kekosongan kepemimpinan di Kota Solo. Ini dikarenakan tidak ada pejabat  yang diangkat menjadi Plt walikota,” ujarnya di Balaikota, Senin (15/10/2012).

Sekda menyatakan tidak mengetahui alasan Gubernur enggan mengangkat Plt untuk mengisi kekosongan pimpinan. Budi mengaku sedikit menyesalkan hal itu. Meski demikian, pihaknya tak bisa berbuat apa-apa lantaran yang memiliki kewenangan tersebut adalah Gubernur dan Menteri Dalam Negeri. “Seharusnya sebelum ada penandatangan SK pemberhentian, Plt sudah dipersiapkan,” ujarnya. Setelah SK pemberhentian efektif berlaku, sambungnya, pejabat yang dipersiapkan itu sebenarnya bisa langsung ditetapkan sebagai Plt. “Masalahnya kami tak memiliki kewenangan untuk menentukan itu, mengusulkan saja pun kami tidak bisa,” ucapnya.
Namun begitu, Sekda menjamin roda birokrasi yang ada di Solo tetap berjalan walau tanpa pemimpin definitif. Dirinya pun siap pasang badan bila diminta menyelesaikan hal administratif terkait tugas walikota. “Tanpa bermaksud mendahului Pak Rudy, saya siap tanda tangan-tanda tangan sepanjang itu di luar membuat kebijakan.”
Lebih lanjut, Budi mengaku sedikit khawatir dengan vacuum of power itu. Dengan kondisi tersebut, dirinya termasuk Rudy tak busa menetapkan kondisi bencana jika sewaktu-waktu terjadi bencana alam (force majeure). “Ini hanya berandai-andai, kalau ada force majeure, kami tidak bisa menetapkan kondisi bencana. Pasalnya, itu termasuk kebijakan yang hanya bisa dilakukan kepala daerah,” tandasnya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif