SOLOPOS.COM - Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati, berbicara soal angka kematian ibu (AKI) di Bumi Sukowati, Rabu (15/11/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo)

Solopos.com, SRAGEN — Sudah empat tahun atau sejak 2019 tarif retribusi pasar di Kabupaten Sragen. Oleh karena itu, Pemkab Sragen berencana menaikkannya yang berbuntut aksi penolakan dari para pedagang.

Tarif Retribusi itu diatur dalam Perda No. 1/2019. Ada dua jenis retribusi yang diatur dalam perda itu, yakni retribusi jasa umum dan retribusi jasa usaha. Retribusi pasar masuk dalam kategori retribusi umum. Nantinya semua jenis retribusi itu dijadikan satu dalam satu Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang kini masih dibahas di DPRD Sragen.

Promosi Selamat! Direktur Utama Pegadaian Raih Penghargaan Best 50 CEO 2024

Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati, mengungkapkan kenaikan retribusi itu adalah sebuah keniscayaan setelah bertahun-tahun tidak naik. “Ngapain dinaikan di tengah masa kampanye pemilu seperti sekarang ini? Karena memang harus dinaikan. Sudah bertahun-tahun tidak naik. Potensi PAD [pendapatan asli daerah] dapat digali lebih banyak dari retribusi itu,” jelas Yuni, sapaannya, Selasa (19/12/2023).

Di Soloraya, sambung dia, hanya Sragen yang belum menaikkan tarif retribusi. Sehingga mau tidak mau Pemkab harus menaikkannya. Terlebih Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun merekomendasikan demikian.

Dia menyebut rencana kenaikan tarif retribusi itu melewati kajian mendalam dan mempertimbang aspek kewajaran. Terkait adanya penolakan dari pedagang, menurutnya, bisa dibicarakan. Pemkab terbuka untuk berdialog dengan pedagang.

“Alasan itu bukan dikompromikan tetapi apa sih yang dinginkan pedagang. Pemkab terbuka,” ujarnya.

Bupati menganggap wajar adanya penolakan atas sebuah perubahan. Seperti halnya saat relokasi pedagang ke Pasar Sukowati yang sempat ditolak. Ia juga menyinggung soal target retribusi yang tidak pernah tercapai. Ada banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah belum konsistennya pedagang dalam menerapkan e-retribusi.

“Di pajak daerah sudah ada sistem yang terbangun bagus. Namun di sektor retribusi tidak pernah tercapai karena belum ada sistem yang mengawal, sistem retribusi belum terbangun. Seperti penerapan e-parkir belum diterapkan sudah diprotes,” katanya.

Sementara itu, anggota Komisi II DPRD Sragen, Sri Pambudi, mempertanyakan kenaikan retribusi itu perintah pusat atau memang kebijakan daerah. Kalau kebijakan pusat, menurut dia seharusnya harus kondisi masyarakat bawah sebelum menentukan kebijakan. “Artinya di kondisi perekonomian yang baru pulih pascapandemi jangan membuat lonjakan kenaikan tarif retribusi yang membebani masyarakat,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya