SOLOPOS.COM - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengelar diskusi bertajuk Ngobrol Etika Penyelenggaraan Pemilu dengan Media (Ngetren Media) di Grand Mercure Solo Baru, Sukoharjo, Senin (12/6/2023). (Solopos.com/Magdalena Naviriana Putri)

Solopos.com, SUKOHARJO — Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mengelar diskusi bertajuk Ngobrol Etika Penyelenggaraan Pemilu Dengan Media (Ngetren Media) di Grand Mercure Solo Baru, Sukoharjo, Senin (12/6/2023).

Kepala Bagian Fasilitasi Persidangan dan Teknis Putusan DKPP sekaligus Sekretaris Sidang, Osbin Samosir, menyebut sejak berdiri pada 2012 hingga 11 tahun berkiprah pada 2023, DKPP telah memutus 2.073 perkara dengan jumlah 8.252 teradu.

Promosi Lebaran Zaman Now, Saatnya Bagi-bagi THR Emas dari Pegadaian

Dari jumlah total teradu yang diputus DKPP, sebanyak 4.392 teradu diputus rehabilitasi atau pemulihan nama baik. Sementara 2.716 teradu dijatuhi sanksi teguran tertulis (peringatan), 77 diberhentikan sementara, 703 mengalami pemberhentian tetap. Tak hanya itu ada 77 teradu diberhentikan dari jabatan dan 287 teradu diberikan ketetapan.

Sebagai informasi, putusan adalah hasil akhir dari proses persidangan DKPP yang mengikat dan harus dijalankan. Sedangkan ketetapan adalah langkah awal atau tindakan sementara yang dikeluarkan sebelum putusan akhir diberikan.

Sepanjang 2023 DKPP telah memutus 53 perkara dari 84 perkara yang teregister. Sebanyak 53 perkara yang diputus berupa putusan dan 1 perkara yang diputus berupa ketetapan. Dalam ketetapan terdapat 1 teradu. Sementara dari 53 putusan DKPP, sejumlah 225 teradu diputus terkait penyelenggaraan Pemilu dan 3 teradu diputus perihal perkara di luar tahapan (non-tahapan) Pemilu dan Pilkada.

“Paling banyak kategori pelanggaran adalah terkait kelalaian pada proses Pemilu/Pilkada, kemudian tidak melaksanakan tugas/wewenang, kecenderungan ketidakprofesionalan penyelenggara pemilu, hingga persoalan netralitas penyelenggara,” ungkap Osbin dalam kegiatan tersebut.

Namun, menurutnya penyelenggara Pemilu pada beberapa tahun terakhir cukup membaik. Hal itu dibuktikan dengan jumlah rehabilitasi yang cukup tinggi. Hal tersebut juga membuktikan banyaknya aduan tak selamanya membuktikan adanya pelanggaran.

Ditakuti Penyelenggara Pemilu

Sementara itu, Ketua Umum Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) yang juga anggota DKPP Periode 2017-2022, Alfitra Salamm, menyebut selama 11 tahun berkiprah, DKPP mencatatkan tiga poin prestasi yang cukup baik. Meski dalam sisi lain DKPP juga memiliki catatan tertentu.

“Ada tiga poin keberhasilan DKPP, yakni ini satu-satunya lembaga yang ditakuti penyelenggara pemilu. Kedua, keberadaan DKPP menyadarkan arti penting integritas. Ketiga, DKPP berhasil mewujudkan keadilan bagi penyelenggara yang memiliki integritas,” klaim Afitra.

Tak hanya itu, menurutnya DKPP juga berhasil menjadi lembaga etik terbaik di Indonesia. Meski demikian Pemilu 2024 mendatang hampir tak ada perubahan dengan regulasi dan penyelenggara yang hampir sama.

Pada 2019 lalu, sekitar 800 orang lebih meregang nyawa dalam penyelenggaraan pemilu, salah satunya akibat kelelahan. Hal tersebut menurutnya menjadi catatan penting DKPP mendatang agar hal tersebut tak terulang.

Sementara itu, Ketua DKPP, Heddy Lugito, mengakui lembaganya hanya dikenal di kalangan penyelenggara pemilu. Kendati demikian, ribuan kasus yang diadukan menjadi bukti kehadiran DKPP. Bahkan anggaran sidang  DKPP pada 2023 telah habis pada April lalu.

“Artinya besar dan banyak pengaduannya dibandingkan lembaga etik lainnya. Dalam sepekan kami menyidangkan tujuh kali laporan hampir setiap hari ada sidang. Bahkan anggaran sidang untuk satu tahun kurang,” tegas Heddy.

Ia menyebut 90% perkara yang dilaporkan ke DKPP telah disidangkan. Bagi yang mendapatkan sanksi pemberhentian tidak diperbolehkan menjadi penyelenggara pemilu seumur hidup.

Lebih lanjut ia mengatakan karakter masyarakat mempengaruhi banyak tidaknya aduan di wilayah tersebut. Papua dan Sumatra Utara menjadi wilayah paling banyak pelaporan. Indeks Kepatuhan Etik Penyelenggara Pemilu (IKEPP) juga menunjukkan kedua wilayah tersebut memiliki skor terendah. DKPP kini tengah berupaya membuat kantor daerah di dua wilayah yang cukup banyak pelaporan itu. Sedangkan Jawa Tengah dan Jogjakarta terbilang cukup adem ayem dengan satu perkara yang dilaporkan pada 2023 ini.

Fungsi Edukasi Media

Sementara itu, Presiden Direktur Solopos Media Group, Arif Budisusilo, mengatakan media memiliki peranan cukup penting dalam fungsi edukasi yang dimilikinya. Namun, media pada umumnya kurang mengedepankan fungsi edukasi dan lebih mengutamakan fungsi kontrol sosial.

“Media harus mempertegas perannya untuk membantu mencegah masyarakat tersesat [disoriented society] oleh informasi yang tidak akurat, parsial, dan partisan. apalagi di tahun politik mendatang,” tegas Arif.

Lebih lanjut, ia mengatakan Solopos Media Group (SMG) menekankan peliputan Pemilu mendatang dengan mengedepankan asas manfaat untuk publik dan kepentingan nasional. SMG mengupayakan untuk tidak memberitakan hal-hal atau isu yang berpotensi memperburuk situasi, menjelek-jelekkan kandidat, dan bersikap objektif. Kalaupun perlu keberpihakan, dilakukan semata-mata demi kepentingan nasional dan kemajuan Indonesia.

“Reporter tak boleh berlindung di balik alasan ‘sudah cover both side’ atau ‘sudah cover all side’ padahal tidak terverifikasi kebenaran faktanya. Reporter harus objektif,” pesan Arif.

Ia juga meminta DKPP sebagai penjaga marwah penyelenggaraan Pemilu 2024 untuk mampu berkolaborasi secara lebih kuat dan relevan dengan media dalam proses penyelenggaraan Pemilu. Hal itu agar mampu mengantarkan Indonesia menjadi lebih baik, maju, dan sejahtera.

Selain itu, menurutnya DKPP perlu terus mengembangkan literasi terhadap media secara berkesinambungan dengan akses informasi dan narasumber yang siap dihubungi kapan dan di mana saja. Bahkan DKPP juga perlu lebih proaktif dalam memasok informasi-informasi publik yang diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan Pemilu yang lebih baik.

Sementara itu, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Solo, Anas Syahirul Alim, mengatakan media berperan dalam meningkatkan kesadaran politik. Apalagi pada Pemilu 2024 mendatang 60% lebih merupakan pemilih pemula. Sehingga menurutnya media harus ikut membangun pasrtisipasi masyarakat sebagai alat dan sarana perubahan. Ia juga meminta akses DKPP diperlebar dengan melakukan diseminasi pada tingkat daerah.

“Media juga harus mampu memahami sistem dan proses politik dan Pemilu, mengenal hukum atau regulasi pemilu dan menguasai cara pemberitaan pemilu. Media juga diharapkan mampu mengkritisi kebijakan politik,” kata Anas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya